Pengamat Sebut Netanyahu Geser Perang ke Lebanon karena Gagal di Gaza

Pengamat Sebut Netanyahu Geser Perang ke Lebanon karena Gagal di Gaza

Terkini | inews | Selasa, 24 September 2024 - 13:53
share

WASHINGTON, iNews.id - Pengamat Timur Tengah dari American University Said Arikat menilai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggeser perang ke Lebanon karena gagal di Jalur Gaza. Dia ingin menutupi malu akibat gagal mencapai tujuannya di Gaza sejak perang pecah hampir setahun lalu.

Pengamat yang juga penulis untuk surat kabar Al Quds Daily itu menambahkan, Netanyahu mengungkap tiga tujuan perang di Gaza, yakni melenyapkan Hamas, membebaskan sandera dengan kekuatan militer, serta mengganti rezim di Gaza. Semua tujuan itu belum tercapai. 

"Dia gagal dalam ketiganya," katanya, seperti dilaporkan Al Jazeera, Selasa (24/9/2024).

Perang melawan Hizbullah Lebanon, lanjut dia, merupakan malapateka baru bagi Israel. Sejak perang di perbatasan utara berkecamuk, ratusan ribu warga Israel yang bermukim di kota-kota perbatasan terpaksa mengungsi.

"Kita pasti akan melihat eskalasi di pihak Hizbullah selama beberapa hari ke depan. Jadi, kemungkinan besar kita akan melihat lebih banyak warga Israel meninggalkan rumah dan kota mereka, pergi lebih jauh ke dalam (wilayah) Israel," ujarnya.

Arikat menegaskan, Israel hanya bermimpi bisa menduduki Lebanon. Pasalnya, ini bukan perang pertama. Berdasarkan pengalaman pada perang sebelumnya, Israel selalu bisa diusir dari Lebanon. Oleh karena itu Arikat menilai pembicaraan mengenai upaya Israel menduduki Lebanon merupakan hal bodoh.

"Karena mereka telah mencoba sebelumnya. Israel menduduki Lebanon untuk waktu yang sangat lama kemudian diusir keluar pada 2000, sebagian besar oleh perlawanan kelompok Hizbullah," ujarnya.

Arikat menambahkan, Amerika Serikat (AS) juga gagal mendesak Israel untuk mau menyepakati gencatan senjata di Gaza. Padahal AS memiliki pengaruh besar terhadap Israel, namun posisi itu tetap tak bisa diandalkan.

“Dalam kemitraan ini, Amerika adalah mitra senior. Mereka adalah pihak yang memasok senjata, (memberi) lampu hijau, dan perlindungan di PBB,” kata Arikat, seraya menambahkan di sisi lain AS telah gagal menggunakan pengaruhnya terhadap Israel.

Namun dia menilai adalah hal wajar bagi AS memiliki kebijakan ganda kepada Israel, di samping menyerukan de-eskalasi, di sisi lain membelanya.

“Sikap AS sangat jelas, berada di pihak Israel,” kata Arikat.

Dia juga yakin, Israel tidak mungkin berani melancarkan serangan ke Lebanon tanpa lampu hijau dari AS. Dia mencontohkan jet tempur F-35 yang digunakan Israel menggempur Beirut adalah buatan AS.

"Bagaimanapun, ini adalah pesawat terbang dan senjata Amerika, termasuk jet tempur F-35 dan rudal Hellfire,” tuturnya.

Selain itu Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga berkomunikasi erat hampir setiap hari dengan mitranya Yoav Gallant. Ini berarti ada pertukaran informasi yang intensif antara Israel dengan AS soal perang.

"Jika AS mengatakan mereka benar-benar khawatir, tentu saja mereka khawatir. Mereka tidak ingin melihat ini menjadi tidak terkendali. Namun, ketika mereka berbicara tentang de-eskalasi, perlu diingat bahwa ini berarti Israel bisa menyerang tapi yang lain tidak bisa meresponsnya," tuturnya.

Topik Menarik