Bank Dunia Sebut Harga Beras RI Termahal di ASEAN, Ini Penjelasan Bapanas

Bank Dunia Sebut Harga Beras RI Termahal di ASEAN, Ini Penjelasan Bapanas

Berita Utama | inews | Jum'at, 20 September 2024 - 17:34
share

JAKARTA, iNews.id - Bank Dunia menyebut bahwa harga beras di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Perbedaan harganya bahkan mencapai 20 persen.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rachmi Widiriani menyebut bahwa tingginya harga beras di Indonesia tidak lepas dari biaya produksi yang tinggi. Dia menegaskan bahwa pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan keuntungan para petani.

"Beras dalam negeri kalau kita perhatikan memang tinggi, petani juga berhak mendapatkan keuntungan dan saat ini sebetulnya saat yang bahagia bagi petani karena harga gabah mereka dibeli di atas HPP," kata Rachmi dalam acara Indonesia International Rice Conference di Nusa Dua, Bali, dikutip, Jumat (20/9/2024).

"Jadi, kita juga lihat NTP (nilai tukar pertani) petani khususnya tanaman pangan sangat bagus. Artinya, pemerintah harus hadir di tengah tengah, petani dapat harga bagus, konsumen juga dapat mengakses beras dengan harga terjangkau tapi dengan kualitas yang baik," tuturnya.

Selain itu, Rachmi mengatakan bahwa tingginya harga beras bisa diantisipasi dengan pemakaian benih yang unggul. Benih berkualitas baik disebutnya bisa menjadi pengungkit produktivitas petani yang pada akhirnya bisa memberikan penghasilan yang lebih layak.

"Kalau benih bagus, produktivitas akan meningkat, petani akan mendapatkan hasil dari penjualan lebih bagus, lama lama harganya bisa ditekan. Selain itu juga bisa lewat pemupukan dan efisiensi biaya operasional dengan penggunaan drone yang bisa menghemat 30 persen,", kata dia.

"Jadi ini menjadi salah satu yang bisa dilakukan untuk menekan biaya produksi. Kita tunggu saja semoga perbaikan yang akan dilakukan dan sedang dilakukan bisa meningkatkan produktivitas petani," ucapnya. 

Sebelumnya. Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia dan Pacific, Carolyn Turk menyebut bahwa tingginya harga beras di Indonesia salah satunya disebabkan oleh pembatasan impor.

Selain itu, keputusan pemerintah menaikkan harga jual beras hingga melemahkan daya saing pertanian termasuk dalam indikator tingginya harga beras. Lebih mirisnya lagi, tingginya harga beras tidak dibarengi dengan kesejahteraan petani.

"Kami memperkirakan, konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka," ucap Carolyn dalam acara Indonesia International Rice Conference yang digelar di Nusa Dua, Bali.

Dia menambahkan, pendapatan petani di Indonesia masih di bawah 1 dolar AS atau setara Rp15.207 per hari. Artinya, dalam setahun diperkirakan penghasilan petani Indonesia hanya kurang dari 341 dolar AS atau setara Rp5 juta saja.

"Yang kita lihat adalah bahwa pendapatan banyak petani marjinal sering kali jauh di bawah upah minimum, bahkan sering kali berada di bawah garis kemiskinan," tuturnya.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya investasi untuk mendorong produktivitas pertanian di tengah krisis pangan akibat perubahan iklim seperti saat ini.

Menurutnya, investasi bisa mengurangi kerugian pasca panen sekaligus membuka peluang dalam meningkatkan kemampuan produksi dengan membangun ragam infrastruktur seperti pabrik dengan teknologi modern dan infrastruktur penunjang lainnya.

Topik Menarik