10 Fakta tentang Tarif Impor AS, Perang Dagang Babak Baru
IDXChannel - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru dalam sebuah acara di Rose Garden, menandai perubahan besar dalam kebijakan perdagangan negara itu.
Trump menyebut langkah ini sebagai “Hari Pembebasan” bagi perdagangan AS.
Berikut adalah 10 hal yang perlu diketahui mengenai kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Trump.
- Tarif Dasar
Pemerintahan Trump akan menerapkan tarif dasar 10 persen untuk semua barang impor dari negara mana pun, kecuali negara yang tergabung dalam perjanjian dagang USMCA (AS, Meksiko, dan Kanada). Barang dari negara anggota USMCA yang tidak memenuhi aturan tetap akan dikenai tarif 25 persen. Tarif dasar 10 persen ini mulai berlaku pada Sabtu pukul 12:01 ET.
- Tarif Timbal Balik
Sekitar 60 negara akan dikenai tarif berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocal tariff), yakni setengah dari tarif yang mereka kenakan terhadap barang impor dari AS. Tarif ini mulai berlaku pada 9 April pukul 12:01 ET, menurut pejabat senior Gedung Putih.
Menurut Wall Street Journal, negara yang dianggap sebagai "pelaku buruk" dalam perdagangan akan dikenai tarif lebih tinggi. Misalnya, Jepang akan menghadapi tarif 24 persen, sementara Uni Eropa dikenai 20 persen, menggantikan tarif dasar 10 persen. Uni Eropa telah menyiapkan langkah balasan jika negosiasi gagal.
Sementara itu, Kanada dan Meksiko tidak termasuk dalam skema tarif timbal balik ini. Namun, keduanya tetap menghadapi rencana pengenaan tarif 25 persen pada sebagian besar produk mereka, dengan alasan keterlibatan dalam krisis fentanyl dan imigrasi ilegal.
Sebelumnya, pengecualian diberlakukan untuk tarif otomotif dan beberapa barang lainnya, tetapi kebijakan ini berakhir pada 2 April.
- Tarif Baru untuk China
Tarif baru sebesar 34 persen akan ditambahkan ke beban tarif sebelumnya, termasuk tarif 20 persen yang sudah diterapkan atas dugaan keterlibatan China dalam perdagangan fentanyl.
Dengan kebijakan baru ini, tarif dasar impor barang China naik menjadi 54 persen, sebelum ditambah tarif lain yang diterapkan selama pemerintahan Joe Biden dan masa jabatan pertama Trump. Beijing telah mengancam akan mengambil langkah balasan terhadap kebijakan ini.
- Tarif Otomotif
Trump mengumumkan, mulai tengah malam waktu ET, AS akan mengenakan tarif 25 persen untuk semua mobil impor. Kebijakan ini disebut sebagai langkah untuk mengatasi “ketidakseimbangan perdagangan yang parah” yang dianggap merugikan industri manufaktur dalam negeri dan mengancam keamanan nasional.
- Pasar Saham Merosot
Indeks saham AS dan pasar saham Asia anjlok tajam pada Kamis (3/4/2205), mencerminkan kekhawatiran bahwa tarif ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi. Saham perusahaan besar seperti Apple, Amazon, dan Nike turun lebih dari 6 persen.
Rencana tarif Trump yang lebih agresif dari perkiraan membuat pasar bereaksi negatif. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 2,2 persen atau lebih dari 900 poin dalam perdagangan di luar jam bursa, sementara Nasdaq 100 anjlok 3,5 persen dan S&P 500 turun 3 persen.
Investor mulai mengalihkan dana ke aset yang dianggap aman, seperti emas, yen Jepang, dan obligasi pemerintah AS. Saham-saham di Asia juga terkena dampaknya.
Indeks Nikkei Jepang turun 3 persen, sementara indeks VN Vietnam, yang akan menghadapi tarif tinggi di bawah kebijakan baru ini, jatuh lebih dari 6 persen.
- Saham yang Paling Terdampak
- Teknologi: Banyak barang elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikonsumsi di AS diproduksi di Asia Timur, sehingga tarif ini berdampak besar bagi perusahaan di sektor ini. Saham Lenovo di Hong Kong turun 7,5 persen, LG Electronics di Korea Selatan turun 5,7 persen, dan Kioxia, produsen chip memori Jepang, anjlok 11 persen.
- Perbankan Jepang: Tiga bank terbesar di Jepang mengalami penurunan lebih dari 7,8 persen karena kekhawatiran suku bunga pinjaman dan imbal hasil obligasi yang lebih rendah di tengah potensi resesi global.
- Industri Fesyen: Saham Shenzhou International Group, pemasok untuk merek-merek global seperti Nike dan Uniqlo, turun 14 persen di bursa Hong Kong.
- Harga Emas Rekor Baru
Video: Polres Polman dan Awak Media Bagikan Takjil, Pererat Sinergi dan Sosialisasikan Layanan 110
Harga emas sempat mencetak rekor tertinggi baru pada Kamis (3/4/2025), seiring lonjakan permintaan aset safe haven setelah Trump mengumumkan tarif yang lebih agresif dari perkiraan terhadap sejumlah mitra dagang utama.
Langkah ini memperluas ketegangan dalam perang dagang global dan mengguncang pasar.
Pada sesi awal Kamis pagi, harga emas sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di USD3.167,83 per troy ons.
- AS kenakan Tarif 32 Persen ke Indonesia
Pemerintahan AS di bawah Donald Trump menetapkan tarif impor 32 persen terhadap Indonesia, yang berpotensi menekan surplus dagang Indonesia. Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama, menilai kebijakan ini dapat menggerus nilai ekspor Indonesia dalam beberapa bulan ke depan, terutama karena AS merupakan eksportir terbesar kedua bagi Indonesia.
Menurut Ezaridho, negara mitra dagang lain, seperti China, Vietnam, dan India, tidak dapat sepenuhnya menggantikan pasar AS. China menghadapi tantangan dalam ekspansi manufaktur, sementara Vietnam dan India masih bergantung pada permintaan dari AS.
Tarif ini dinilai sebagai bagian dari upaya AS mengurangi dominasi China dan memperkuat peran domestiknya sebagai pusat manufaktur global.
Lebih lanjut, kebijakan ini dapat mendorong negara-negara terdampak untuk membentuk blok perdagangan alternatif guna mengurangi ketergantungan pada AS.
NH Korindo memperkirakan bahwa keterbatasan akses ke pasar AS akan mendorong negara-negara seperti Indonesia untuk lebih berorientasi pada perdagangan regional dan negara-negara tetangga.
Ezaridho juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap investasi asing langsung (FDI) di Indonesia.
Dengan ekonomi yang masih bergantung pada ekspor dan FDI, tekanan tarif baru ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
- Ekonomi Asia Tenggara Terdampak Parah
Sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam dan Thailand, berencana menggelar pembicaraan dengan AS setelah terkena tarif tinggi dari pemerintahan Presiden Donald Trump. Enam dari sembilan negara di kawasan itu dikenai tarif antara 32 persen hingga 49 persen, jauh lebih besar dari ekspektasi.
Mengutip Reuters, Kamis (3/4/2025), Vietnam terkena tarif 46 persen yang berdampak signifikan pada ekonominya, mengingat ekspor ke AS menyumbang hampir 30 persen dari PDB-nya.
Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh membentuk satuan tugas khusus untuk menangani dampak kebijakan ini, menegaskan bahwa target pertumbuhan 8 persen tetap tidak berubah. Pengamat menilai tarif ini mengancam model pertumbuhan berbasis ekspor Vietnam, yang selama ini menarik banyak perusahaan multinasional seperti Apple dan Samsung. Vietnam sebelumnya telah memberi sejumlah konsesi kepada AS dan kemungkinan akan bernegosiasi lebih lanjut.
Sementara itu, Thailand yang dikenai tarif 37 persen berharap dapat menurunkannya melalui negosiasi. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra menekankan pentingnya diplomasi agar target pertumbuhan 3 persen tetap tercapai. Menteri Perdagangan Pichai Naripthaphan optimistis negosiasi akan berjalan baik, mengingat hubungan Thailand-AS yang cukup erat.
Malaysia, yang menghadapi tarif 24 persen, memilih tidak melakukan aksi balasan dan akan berdialog dengan AS untuk mencari solusi. Sementara itu, Kamboja dikenai tarif 49 persen, yang menghantam sektor garmen dan alas kakinya. Seorang konsultan investasi menyebut Kamboja tak memiliki daya tawar dalam negosiasi dan akan berada di antrean paling belakang dalam pembicaraan dengan Washington.
- Respons Uni Eropa hingga Korea
Uni Eropa bersiap menerapkan langkah balasan terhadap tarif 20 persen yang diumumkan Presiden Trump, dengan rencana mengenakan tarif hingga 50 persen pada produk AS seperti whiskey dan motorboats jika negosiasi gagal.
Sementara itu, Korea Selatan akan memberikan dukungan darurat bagi industri terkena dampak, termasuk otomotif, setelah AS mengenakan tarif 25 persen terhadap ekspornya.
Menurut Wall Street Journal, Gedung Putih menetapkan tarif baru berdasarkan jumlah yang diklaim sebagai tarif yang dikenakan negara lain terhadap AS, dengan perhitungan berbasis defisit perdagangan barang.
Dalam pidatonya, Presiden Trump menyebut angka yang mencakup "manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan," meskipun tidak selalu mencerminkan tarif aktual negara lain terhadap impor AS.
Sebagai contoh, tarif rata-rata China terhadap AS tercatat 23 persen, tetapi Gedung Putih menghitungnya sebagai 67 persen dengan membagi defisit perdagangan USD 295,4 miliar dengan total impor AS dari China sebesar USD 438,9 miliar. Gedung Putih merujuk pada penjelasan USTR, yang menyatakan bahwa tarif ini dihitung untuk menyeimbangkan defisit perdagangan bilateral dengan setiap negara mitra. (Aldo Fernando)