Koneksi Before Koreksi, Rahasia Komunikasi Efektif dengan Remaja
MAKASSAR, iNewsGowa.id - Perbedaan generasi antara orang tua dan anak remaja sering kali menjadi salah satu faktor utama penyebab Krisis Komunikasi. Orang tua mungkin masih terikat pada nilai-nilai tradisional atau cara pandang yang mereka anggap benar, sementara anak remaja berada dalam fase perkembangan yang sangat dinamis. Remaja mulai mencari identitas diri, terpapar oleh lingkungan sosial yang beragam, dan menghadapi tantangan baru yang seringkali tidak dipahami oleh orang tua.
Di lain pihak, remaja tidak terpaparan nilai-nilai moral ataupun nilai-nilai agama denganbaik sehingga kemampuannya menilai baik dan benar juga tidak terbangundalam benaknya sebagai software yang dapat digunakan saat menghadapi konflik.
Sebagai contoh, remaja saat ini hidup di era digital di mana media sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap identitas mereka. Di sisi lain, banyak orang tua merasa terasing atau tidak memahami dunia digital yang menjadi pusat kehidupan remaja.
Ketika remaja menghabiskan waktu di media sosial, orang tua mungkin melihatnya sebagai bentuk pengabaian terhadap keluarga, atau lebih buruk lagi, sebagai perilaku yang menyimpang. Padahal, media sosial bagi banyak remaja adalah cara mereka mencari validasi sosial dan membangun hubungan dengan teman sebaya mereka. Ketidakpahaman orang tua tentang dunia remaja inilah yang sering kali menjadi awal mula keretakan hubungan.
Alih-alih mencoba terhubung dengan anak mereka, banyak orang tua lebih memilih untuk mengoreksi atau mengkritik perilaku yang menurut mereka tidak sesuai, tanpa terlebih dahulu memahami akar dari masalah tersebut. Akibatnya, hubungan menjadi tegang, dan remaja cenderung menjauh atau bahkan memberontak.
Pentingnya Koneksi Emosional Sebelum Koreksi
Mengoreksi perilaku anak adalah tanggung jawab orang tua, namun koreksi yang tidak didasarkan pada koneksi emosional yang kuat akan sulit diterima oleh remaja. Remaja berada dalam fase kehidupan di mana mereka mulai mempertanyakan otoritas dan mencari kebebasan untuk membuat keputusan sendiri. Dalam situasi ini, mereka membutuhkan orang tua yang bisa menjadi pendamping, bukan penguasa. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk terlebih dahulu membangun koneksi dengan anak sebelum memberikan koreksi.
Istilah “Koneksi Before Koreksi” menunjukkan bahwa orang tua perlu menciptakan hubungan yang berbasis pada kasih sayang, pengertian, dan komunikasi dua arah sebelum mereka berusaha memperbaiki perilaku atau masalah yang mungkin muncul. Koneksi ini tidak hanya berarti kedekatan fisik, tetapi juga keterlibatan emosional, empati, dan pengertian yang mendalam terhadap apa yang dirasakan oleh anak.
Salah satu langkah awal untuk membangun hubungan yang baik adalah melalui komunikasi yang efektif. Orang tua perlu belajar untuk mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa segera memberikan penilaian atau kritik. Banyak remaja merasa tidak dipahami oleh orang tua mereka karena orang tua sering kali lebih cepat memberikan justifikasi, yang pada akhirnya membuat mereka enggan berbicara atau mengekspresikan perasaan mereka. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengasah kemampuan mendengarkan aktif, denganfokus utama adalah memahami perasaan dan pemikiran anak.
Banyak sekali kasus yang bisa menjadi pelajaran bagi orang tua saat ini. Kasus Nikita Mirzani dan putrinya Lolly yangakhirnya berujung pada konflik yang terbuka di media sosial adalah contoh nyata dari kurangnya koneksi emosional antara orang tua dan anak. Nikita Mirzani, sebagai figur publik, kerap menunjukkan karakter yang kuat dan tegas, namun hubungan dengan putrinya menggambarkan adanya jarak emosional yang mungkin telah lama terbentuk.
Lolly, seperti halnya banyak remaja, merasakan kebutuhan untuk mendapatkan kebebasan dan identitas sendiri. Namun, dalam hal ini, kurangnya komunikasi yang efektif dan keterlibatan emosional membuat konflik ini semakin terbuka.
Konflik yang muncul di media menunjukkan adanya pola komunikasi yang kurang sehat antara kedua belah pihak. Daripada menyelesaikan perbedaan melalui diskusi langsung, masalah ini malah diumbar di ruang publik, yang justru memperburuk situasi dan membuka peluang terjadinya kesalahpahaman lebih lanjut. Pada akhirnya, kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi orang tua untuk memahami pentingnya menjalin hubungan baik dengan anak-anak mereka sebelum masalah kecil berubah menjadi konflik besar.
Lalu bagaimana membangun koneksi dengan anak remaja?
Dalam Al Qur’an surah Al Baqarah 157: Ø¥ÙÙÙÙ Ù±ÙÙÙÙÙÙ Ù
Ùع٠ٱÙصÙÙÙٰبÙرÙÙÙÙ
Allah meminta para orang tua untuk memiliki soft skill seperti kesabaran dan keikhlasan dalam mendidik. Sedangkan hardware yang perlu dimiliki oleh orang tua adalah kemampuan berempati dan kemampuan mendengarkan tanpa menghakimi. Mendengarkan adalah kunci utama dalam membangun koneksi.
Orang tua harus memberi ruang bagi anak untuk berbicara tanpa merasa dihakimi atau dikritik. Remaja sering kali enggan berbicara jika mereka merasa orang tua hanya akan memberi ceramah atau menilai tindakan mereka.
Orang tua Menyediakan waktu yang berkualitas. Waktu yang berkualitas adalah komponen penting dalam membangun koneksi. Orang tua perlu mengalokasikan waktu untuk bersama dengan anak tanpa gangguan dari pekerjaan atau teknologi. Aktivitas sederhana seperti makan malam bersama atau jalan-jalan santai bisa menjadi momen untuk memperkuat hubungan. Selain itu, kemampuan untuk memahami perubahan pada remaja.
Orang tua perlu memahami bahwa remaja sedang mengalami perubahan fisik, emosional, dan sosial yang kompleks. Mereka membutuhkan dukungan dan pengertian, bukan kritik berlebihan. Memahami tahap perkembangan remaja dapat membantu orang tua menyesuaikan pendekatannya kepada remaja dan akan lebih memahami kondisi remaja saat itu.
Orang tua perlu menciptakan komunikasi dua arah. Komunikasi yang baik adalah komunikasi dua arah. Orang tua harus membuka ruang bagi anak untuk menyuarakan pendapat dan perasaannya, dan bukan hanya menjadi pemberi instruksi.Selain itu, memberikan validasi perasaan terhadap apa yangdiungkapkan oleh remaja merupakan hal penting setelah mendengarkan. Dengan cara ini, remaja akan merasa dihargai dan didengar. Orang tua juga penting memberikan contoh yang baik. Anak remaja sering kali belajar dari contoh yang diberikan oleh orang tua. Oleh karena itu, orang tua harus berusaha menjadi contoh yang baik dalam hal penyelesaian masalah kehidupan, pengelolaan emosi, keterbukaan, dan tanggung jawab. Ketika orang tua menunjukkan empati dan pengertian, anak akan lebih cenderung meniru sikap yang sama.
Pemberian pemahaman agama yang kokoh. Mendidik remaja dengan ilmu agama menjadi kewajiban kedua orang tua seperti apa yang telah disampaikan oleh Allah SWT dalam surah at Tahrim ayat 6:
ÙÙا Ø£ÙÙÙÙÙÙا اÙÙÙØ°ÙÙÙ٠آÙ
ÙÙÙÙا ÙÙÙا Ø£ÙÙÙÙسÙÙÙÙ
Ù ÙÙØ£ÙÙÙÙÙÙÙÙÙ
Ù ÙÙارÙا ÙÙÙÙÙدÙÙÙا اÙÙÙÙاس٠ÙÙاÙÙØÙجÙارÙة٠عÙÙÙÙÙÙÙا Ù
ÙÙÙائÙÙÙة٠غÙÙÙاظ٠شÙدÙاد٠ÙÙا ÙÙعÙصÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙÙ Ù
Ùا Ø£ÙÙ
ÙرÙÙÙÙ
Ù ÙÙÙÙÙÙعÙÙÙÙÙÙ Ù
Ùا ÙÙؤÙÙ
ÙرÙÙÙÙ
Wahai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Masa remaja merupakan fase kritis dalam perkembangannya. Remaja membentuk identitas dan menghadapi berbagai tantangan sosial, emosional dan moral serta penuh dengan konflik pertemanan. Pemahaman agama yang kokoh menjadi fondasi penting bagi mereka untuk memilah mana yang benar dan salah, serta membangun karakter yang kuat di tengah derasanya penagruh negatif seperti pergaulan bebas, kecanduan teknologi dan tekanan sosial. Bekal agama dari orang tua akan memandu hidup remaja dan membantu remaja menghadapi tekanan yang dihadapi sekaligus ketenangan hati dengan prinsip yang tegas.
Hubungan yang dibangun atas dasar koneksi yang kuat akan membuat remaja merasa aman dan dihargai, sehingga mereka lebih terbuka untuk menerima bimbingan dan nasihat dari orang tua. Jika orang tua mampu menjadi sahabat anak, makaanak juga akan membangun kepercayaan dan keyakinan bahwa orang tua adalah tempat kembali terbaik mereka ketika menghadapi persoalan hidup yang berat.
Gowa, 21 Desember 2024
Penulis:
Trisnawaty, M.Psi., Psikolog
Dosen Prodi Pendidikan Dokter FKIK UINAM
Psikolog Klinis Anak dan Remaja