Malaysia Setuju Bangun Pembangkit Tenaga Nuklir setelah 2035
KUALA LUMPUR, iNews.id - Malaysia bersiap untuk kemungkinan menggunakan energi nuklir setelah tahun 2035. Negara tetangga Indonesia ini tengah berjuang untuk memenuhi target energi terbarukan dan nol emisi karbon.
Melansir The Straits Times, Kabinet Malaysia membahas peta jalan nuklir yang diusulkan oleh Dewan Energi Nasional (MTN) pada akhir November. Diputuskan bahwa nuklir merupakan salah satu opsi pembangkit tenaga listrik usai tahun 2035.
Adapun, makalah yang disiapkan oleh MTN, yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim dengan beberapa menteri lain sebagai anggota, disiapkan setelah Kabinet memintanya pada bulan April 2024.
Regulasi yang ditetapkan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan memakan waktu sekitar satu dekade untuk dirampungkan.
"PM ingin mempercepat prosesnya," ucap seorang pejabat tinggi pemerintah kepada Straits Times dikutip, Sabtu (21/12/2024).
Sebelumnya, sejumlah menteri pada awal November mengungkapkan bahwa Malaysia sedang mempertimbangkan kemungkinan penggunaan energi nuklir.
PTPN I Kebun Kalitelepak Cetak Rekor, Produksi Tebu Meroket 31 Persen Dekati Target Swasembada Gula
Sejak saat itu, beberapa sumber menyebut bahwa MyPOWER, badan di bawah Kementerian Transisi Energi dan Transformasi Air (Petra) yang bertugas mengatur reformasi untuk sektor kelistrikan, telah ditunjuk menjadi organisasi implementasi program energi nuklir Malaysia (Nepio).
Nantinya, Nepio bertanggung jawab untuk mengoordinasikan pekerjaan yang dibutuhkan untuk akhirnya meresmikan pembangkit listrik tenaga nuklir di bawah kerangka IAEA.
Namun, seorang pejabat mengatakan meskipun diskusi awal telah dilakukan dengan negara-negara lain untuk mempercepat implementasi tenaga nuklir Malaysia, masalah ini perlu ditangani dengan hati-hati karena adanya sensitivitas politik domestik dan pertimbangan geopolitik.
Menteri Transisi Energi dan Transformasi Air Fadillah Yusof belum menjelaskan kapan hal tersebut diputuskan, dia menyebut penggunaan tenaga nuklir dalam pembangkitan listrik masa depan mempertimbangkan komitmen Malaysia terhadap Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta meningkatnya permintaan untuk memastikan pasokan listrik yang andal dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Penerapan energi nuklir dalam sistem tenaga listrik kita akan bergantung pada hasil studi kelayakan yang sedang berlangsung, yang memperhitungkan berbagai aspek ekonomi, teknis, serta sosial dari pengembangan nuklir,” ucap Fadillah beberapa waktu lalu.
Fadillah menambahkan, MyPOWER berada di garis depan untuk mengemban peran penting ini sebagai Nepio.
"Lembaga tersebut telah ditugaskan untuk melaksanakan studi kelayakan penerapan nuklir," katanya.
Berdasarkan kesepakatan Paris, Malaysia berkomitmen untuk mencapai emisi gas rumah kaca nol bersih pada tahun 2050, serta pengurangan intensitas karbon sebesar 45 persen dibandingkan dengan tingkat tahun 2005 pada tahun 2035.
Dengan begitu, Malaysia mungkin tidak punya pilihan selain menjadikan nuklir sebagai bagian penting dari bauran energi.
“Tujuan ambisius ini memerlukan langkah-langkah ekstensif untuk mendekarbonisasi sektor kelistrikan sambil memastikan keandalan dan keterjangkauan. Energi nuklir menawarkan alternatif yang bersih dan andal untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat,” kata Fadillah.
Lonjakan permintaan listrik, yang sebagian besar didorong oleh maraknya pusat data yang membutuhkan banyak sumber daya, dapat menguji komitmen pemerintah untuk menghentikan pengoperasian pembangkit listrik tenaga batu bara yang menghasilkan emisi karbon tinggi dan mengurangi ketergantungan pada gas.
Perusahaan listrik nasional Tenaga telah menerima permohonan pasokan dari pusat data yang melebihi 11 gigawatt, atau lebih dari 40 persen dari kapasitas terpasang yang ada di Semenanjung Malaysia.
Bahan bakar fosil masih menyumbang lebih dari 70 persen dari bauran energi Malaysia. Semakin banyak investor juga memiliki standar lingkungan, sosial, dan tata kelola yang mengharuskan mereka menggunakan energi hijau.
Menurut Petra, kapasitas energi terbarukan Malaysia saat ini mencapai 28 persen dari jaringan listrik nasional. Pemerintah menargetkan peningkatan hingga 31 persen pada tahun 2025, 38 persen pada tahun 2030, dan 70 persen pada tahun 2050.
Meskipun Kuala Lumpur pertama kali mempertimbangkan tenaga nuklir pada tahun 2008 bersama dengan ambisi untuk membangun dua pembangkit listrik tenaga nuklir yang beroperasi pada tahun 2021, rencana tersebut berubah arah dan ditunda tanpa batas waktu. Hal ini pada akhirnya menyebabkan pembubaran Kerja Sama Tenaga Nuklir Malaysia pada tahun 2019.
Langkah Malaysia mengikuti jejak negara tetangga, Indonesia dan Singapura, yang telah berupaya keras untuk menyediakan energi nuklir bagi jaringan listrik mereka.
Indonesia akan mulai menguji reaktor pertamanya pada tahun 2028, yang merupakan reaktor pertama dari lebih dari 20 pembangkit listrik tenaga nuklir yang dijadwalkan akan diperkenalkan pada tahun 2050.
Sementara itu, Singapura menandatangani kesepakatan selama 30 tahun yang dikenal sebagai Perjanjian 123 tentang Kerja Sama Nuklir dengan Amerika Serikat pada bulan Juli, yang akan memungkinkan negara tersebut untuk mengakses teknologi nuklir terbaru dari organisasi-organisasi Amerika, meskipun belum ada keputusan tegas yang dibuat mengenai penyebaran pembangkit listrik tenaga nuklir.