Katanya Gencatan Senjata, tapi Israel Bunuh Lebih dari 150 Orang di Gaza
Pasukan Zionis Israel telah membunuh lebih dari 150 warga Palestina di Jalur Gaza sejak gencatan senjata dengan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari. Demikian data yang dipublikasikan kantor media pemerintah Gaza pada hari Sabtu.
Tindakan pasukan Israel ini jelas merupakan pelanggaran gencatan senjata, namun negara-negara mediator tidak bersuara.
Publikasi data itu muncul setelah serangan udara Israel di Beit Lahia di bagian utara daerah kantong Palestina tersebut menewaskan sembilan orang, termasuk tiga jurnalis dan para pekerja bantuan kemanusiaan.
"Kami telah memperhatikan peningkatan kejahatan yang disengaja oleh pendudukan [Israel] terhadap warga sipil baru-baru ini, yang menargetkan warga sipil yang sedang mengumpulkan kayu bakar atau memeriksa rumah mereka, yang menyebabkan mereka mati syahid akibat tembakan tentara Israel," tulis kantor media tersebut, yang dilansir The New Arab, Minggu (16/3/2025).
Bungkam Suara Oposisi, Politikus Singapura Dinyatakan Bersalah karena Berbohong kepada Parlemen
Kantor tersebut mengutuk "pembantaian keji" hari Sabtu di Beit Lahia, dan mengonfirmasi bahwa kru yang menjadi sasaran semuanya adalah warga sipil di daerah yang menjadi tempat penampungan dan mendokumentasikan pekerjaan organisasi amal, dan bukan di daerah terlarang atau menimbulkan ancaman apa pun terhadap tentara pendudukan.
“Serangan tersebut merupakan kelanjutan dari kejahatan perang yang dilakukan oleh pendudukan [Israel] terhadap rakyat Palestina dan peningkatan agresi baru, terutama karena bertepatan dengan pembicaraan eselon politik Israel yang memberi perintah untuk peningkatan militer,” imbuh kantor tersebut.
Tel Aviv telah berkali-kali mengancam akan melanjutkan perang di Gaza sebagai cara untuk menekan Hamas agar menerima persyaratannya dalam pembicaraan gencatan senjata yang dimediasi.
Kesepakatan gencatan senjata–yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir–telah membuat Hamas membebaskan puluhan sandera Israel dan asing dengan imbalan pembebasan ribuan tahanan Palestina.
Namun, sementara Hamas bersikeras memulai diskusi untuk tahap kedua perjanjian tersebut, Israel mengatakan ingin memperpanjang tahap awal yang berakhir pada awal Maret.
Meskipun ada gencatan senjata, Israel terus menyerang warga sipil dan apa yang diklaimnya sebagai anggota Hamas di Gaza.
“Eskalasi ini mencerminkan niat pendudukan yang direncanakan sebelumnya untuk melakukan kejahatan dan mengabaikan hukum dan konvensi internasional," kata kantor media Gaza.
Pernyataan kantor tersebut menunjukkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak hanya memberlakukan blokade di Gaza dan merampas kebutuhan dasarnya, tetapi juga meningkatkan pembunuhan dan penargetan langsung terhadap warga sipil.
Israel telah melarang bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan memasuki daerah kantong Palestina tersebut.
Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant sedang diburu Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang di Gaza.
Pemerintah Gaza menolak semua tuduhan Israel dan membantah klaim yang digunakan "untuk membenarkan kejahatannya”, menyerukan kepada Pengadilan Internasional (ICJ) dan ICC untuk mengambil tindakan segera terkait kejahatan yang dilakukan oleh pendudukan dan para pemimpinnya.
Menurut jumlah korban tewas yang direvisi oleh Kementerian Kesehatan Gaza, serangan Israel selama 15 bulan menewaskan lebih dari 60.000 orang di daerah kantong tersebut, sebagian besar wanita dan anak-anak. Lebih banyak mayat dapat dikubur di bawah reruntuhan.
Perang tersebut membuat sebagian besar wilayah Gaza tidak dapat dihuni, menghancurkan infrastruktur penting, dan juga menghancurkan sistem perawatan kesehatannya.