Anggap Hibah, Ukraina Menolak Bayar Utang Rp5.705 Triliun kepada AS
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan negaranya tidak akan membayar kembali bantuan yang telah diterimanya dari Amerika Serikat (AS) sejak dimulainya perang melawan Rusia.
Dia juga menyatakan bahwa perkiraan Presiden AS Donald Trump bahwa Kyiv berutang USD350 miliar (lebih dari Rp5.705 triliun) terlalu dibesar-besarkan.
Dalam beberapa minggu terakhir, Trump telah meningkatkan tuntutannya agar Kyiv mengganti rugi Washington atas semua bantuan yang diberikan sejak eskalasi perang Rusia-Ukraina pecah pada Februari 2022.
Trump berpendapat bahwa jika negara tersebut kekurangan uang tunai, negara tersebut harus menyerahkan hak atas sumber daya alamnya sebagai bentuk kompensasi.
Namun, Zelensky menolak, menganggap persyaratannya terlalu tidak menguntungkan.
Berbicara di forum "Ukraine. Year 2025" di Kyiv pada hari Minggu, Zelensky menyatakan: “Ukraina menerima USD100 miliar [dalam bentuk bantuan] dari AS, bukan USD350 [miliar], bukan USD500 [miliar], bukan USD700 [miliar],” menekankan bahwa dia “tidak siap untuk mengakui bahkan USD100 miliar” sebagai utang. Dia mengeklaim bahwa dirinya telah mencapai kesepakatan dengan mantan Presiden AS Joe Biden bahwa uang bantuan tersebut diberikan sebagai hibah, dan tidak ada pembayaran kembali yang diharapkan.
Zelensky menekankan bahwa jika pemerintahan Trump tidak siap untuk memberikan cek kosong kepada Ukraina, Kyiv siap untuk mengadakan “perjanjian baru", dan bahwa hal itu harus dipertimbangkan dengan hati-hati, agar para pihak dapat “tetap menjadi sahabat dan mitra.”
"Saya pikir keinginan saya untuk berdialog [dengan AS] cukup beralasan," kata pemimpin Ukraina itu.
"Saya tidak menandatangani sesuatu yang harus dibayar kembali oleh sepuluh generasi warga Ukraina," imbuh dia.
Menurut Zelensky, kesepakatan awal mengenai mineral tanah langka Ukraina yang dirancang oleh pemerintahan Trump tidak menyebutkan jaminan keamanan bagi Kyiv dan karenanya ditolak.
Dia mengeklaim bahwa negosiatornya membuat kemajuan yang baik dalam pembicaraan dengan pihak Amerika, yang seharusnya telah membatalkan tuntutan awal mereka sebesar USD500 miliar.
Sementara itu, dalam sebuah artikel pada hari Sabtu, New York Times, mengutip pejabat Ukraina yang tidak disebutkan namanya, mengeklaim bahwa versi perjanjian yang direvisi oleh Washington tampak "bahkan lebih sulit" daripada versi sebelumnya.
Berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Jumat, Trump memperingatkan: "Kita akan menandatangani kesepakatan atau akan ada banyak masalah dengan [Ukraina]."
Dia menjelaskan bahwa dirinya berharap Kyiv akan mengalah “dalam waktu yang cukup singkat", dan menyesalkan bahwa “kita menghabiskan harta kita untuk negara yang sangat, sangat jauh.”
Menurut laporan Forum Ekonomi Dunia 2024, Ukraina memiliki potensi besar sebagai pemasok global utama bahan baku yang dapat menjadi penting untuk pertahanan, sektor teknologi, dan energi hijau.
Namun, sebagian besar sumber daya tersebut berada di Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, yang bergabung dengan Rusia pada tahun 2022.