Negara-Negara Eropa dan Muslim Gelar Pertemuan di Spanyol, Bahas Pembentukan Negara Palestina

Negara-Negara Eropa dan Muslim Gelar Pertemuan di Spanyol, Bahas Pembentukan Negara Palestina

Global | okezone | Sabtu, 14 September 2024 - 16:04
share

MADRID - Spanyol menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi beberapa negara Muslim dan Eropa untuk membahas cara bagaimana mengakhiri perang Gaza, Jumat (13/9/2024). Spanyol pun menyerukan jadwal yang jelas bagi masyarakat internasional untuk menerapkan solusi dua negara bagi Israel- Palestina .

"Kami bertemu untuk mendorong lagi agar perang di Gaza berakhir, untuk mencari jalan keluar dari lingkaran kekerasan yang tak berkesudahan antara Palestina dan Israel. Jalan itu jelas. Penerapan solusi dua negara adalah satu-satunya jalan," kata Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares, melansir Reuters, Sabtu (14/9/2024).

Pertemuan itu dihadiri Norwegia dan Slovenia, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa dan anggota Kelompok Kontak Arab-Islam untuk Gaza yang meliputi Mesir, Arab Saudi, Qatar, Yordania, Indonesia, Nigeria, dan Turki.

Albares mengatakan ada keinginan yang jelas di antara para peserta, yang khususnya tidak termasuk Israel.

"Untuk beralih dari kata-kata ke tindakan dan membuat langkah-langkah menuju jadwal yang jelas untuk implementasi yang efektif (dari solusi dua negara-red)," katanya.

Itu dimulai dengan bergabungnya Palestina ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Albares menyebutkan, Israel tidak diundang dalam pertemuan tersebut.

"Kami akan senang melihat Israel di meja mana pun tempat perdamaian dan solusi dua negara dibahas".

Pada 28 Mei 2024, Spanyol, Norwegia, dan Irlandia secara resmi mengakui negara Palestina bersatu yang diperintah oleh Otoritas Palestina yang meliputi Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Bersama mereka, 146 dari 193 negara anggota PBB kini mengakui kenegaraan Palestina.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez telah berulang kali menggambarkan koeksistensi dua negara berdaulat di wilayah bekas Mandat Palestina sebagai satu-satunya jalan yang layak menuju perdamaian di wilayah tersebut. Solusi dua negara seperti itu ditetapkan dalam Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993-95, tetapi proses perdamaian telah mati suri selama bertahun-tahun.

Namun, pencarian solusi damai telah menjadi urgensi baru oleh perang selama 11 bulan di Jalur Gaza antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. Ini menjadi episode paling berdarah dalam keseluruhan konflik serta meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki.

Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, direbut oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967 dan telah diduduki sejak saat itu, dengan perluasan permukiman Yahudi yang memperumit masalah tersebut. Israel mencaplok Yerusalem Timur pada tahun 1980 dalam sebuah tindakan yang umumnya tidak diakui secara internasional.

Israel juga mengatakan jaminan keamanannya adalah yang terpenting.

Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide mengatakan kepada Reuters bahwa pertemuan itu juga perlu membahas demobilisasi Hamas - yang menguasai Gaza sebelum perang - dan normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara lain, terutama Arab Saudi.

Topik Menarik