Karier Politik Masoud Pezeshkian, Calon Presiden Iran yang Dikenal Sebagai Reformis

Karier Politik Masoud Pezeshkian, Calon Presiden Iran yang Dikenal Sebagai Reformis

Global | sindonews | Selasa, 2 Juli 2024 - 15:15
share

Masoud Pezeshkian menjadi salah satu dari dua calon presiden tersisa yang akan mengikuti pemilihan presidenIran untuk menggantikan Ebrahim Raeisi yang telah meninggal. Dalam pemilu ini, Masoud akan bersaing dengan Saeed Jalili.

Masoud Pezeshkian sukses mengalahkan lawan-lawannya dalam pemilihan presiden cepat yang dilakukan pada hari Jumat (28/6/2024). Dalam hasil akhir pemilihan suara, Masoud berhasil memperoleh 10,4 juta suara dari total 24,5 juta suara yang dihitung.

Sedangkan pesaingnya, Saeed Jalili berada di posisi kedua dengan 9,4 juta suara. Mereka berdua akan kembali berhadapan dalam pemilihan putaran kedua pada tanggal 5 Juli.

Dari perolehan suara tersebut, Masoud yang merupakan tokoh reformis Iran dinilai berpeluang besar untuk memenangkan pemilihan. Jika dilihat dari karier politiknya, Masoud Pezeshkian merupakan salah satu politisi yang berpengalaman.

Karier Politik Masoud Pezeshkian

Perjalanan politik Masoud Pezeshkian dimulai ketika ia bergabung dengan pemerintahan Mohammad Khatami sebagai Wakil Menteri Kesehatan pada tahun 1997 silam.

Setelah cukup lama menduduki posisi wakil, pria kelahiran 29 September 1954, itu lantas diangkat menjadi Menteri Kesehatan di tahun 2001. Kedudukannya sebagai menteri ini bertahan hingga 2005.

Setelah itu, ia telah terpilih menjadi anggota parlemen Iran sebanyak lima kali, mewakili Tabriz, dan menjabat sebagai Wakil Ketua Pertama parlemen dari tahun 2016 hingga 2020.

Pria asal Mahabad, Azerbaijan Barat, ini adalah pendukung IRGC. Ia adalah sosok yang mengecam pernyataan IRGC sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat pada tahun 2019.

Baca Juga: Siapa Haredim? Kelompok Yahudi Ultra-ortodoks yang Menolak Menjadi Tentara Israel

Terlepas dari karier politiknya, Masoud adalah seorang ahli jantung yang terlatih. Dirinya juga sempat mengepalai Universitas Ilmu Kedokteran Tabriz, salah satu institusi medis terkemuka di Iran utara.

Masoud sempat mencalonkan diri sebagai Presiden Iran sebanyak dua kali, yakni di tahun 2013 dan 2021. Sayangnya dua pencalonannya itu harus berujung dengan kegagalan.

Pada tahun 2013, ia mengundurkan diri dari pencalonan di tahap akhir dan memilih mantan Presiden Hashemi Rafsanjani. Pada tahun 2021, pencalonannya ditolak oleh Dewan Wali, badan penyeleksi tertinggi negara.

Sebagai satu-satunya kandidat reformis dalam pemilihan kali ini, yang didukung oleh koalisi reformis terkemuka di Iran.

Kampanyenya didukung oleh kehadiran banyak mantan politisi dan menteri reformis, termasuk Javad Zarif, yang menjabat sebagai menteri luar negeri Iran selama dua periode di bawah mantan Presiden Hassan Rouhani.

Dalam debat presiden, ia menegaskan bahwa sanksi bertindak sebagai penghalang dalam menarik mitra dagang dan bahwa mencapai tingkat pertumbuhan 8 tidak mungkin dilakukan tanpa membuka perbatasan.

Ia juga dengan gigih membela kesepakatan nuklir 2015 yang dicapai antara Iran dan negara-negara adikuasa dunia selama pemerintahan rekan reformisnya Rouhani.

Masoud juga vokal mengenai isu-isu yang berpusat pada perempuan, termasuk kewajiban mengenakan jilbab, dan menyatakan penentangannya terhadap rancangan undang-undang parlemen tentang penerapan aturan berpakaian Islam yang diperkenalkan setelah meninggalnya Mahsa Amini pada akhir tahun 2022.

Topik Menarik