Hukum Puasa Mutih untuk Mengabulkan Hajat dalam Islam: Tradisi atau Musyrik?

Hukum Puasa Mutih untuk Mengabulkan Hajat dalam Islam: Tradisi atau Musyrik?

Gaya Hidup | nganjuk.inews.id | Selasa, 23 Juli 2024 - 11:10
share

NGANJUK, iNewsNganjuk.id,- Ada banyak cara yang digunakan oleh masyarakat untuk mengabulkan hajat atau keinginan tertentu, salah satunya adalah dengan menjalankan puasa mutih. Namun, bagaimana hukum puasa mutih dalam Islam? Apakah praktik ini tergolong musyrik? Mari kita simak penjelasan lebih lanjut.

Puasa Mutih dan Tujuannya
Puasa mutih adalah salah satu bentuk amalan yang terkenal dan sering dilakukan ketika seseorang memiliki hajat atau keinginan khusus yang ingin dicapai. Dalam praktik puasa mutih, seseorang hanya diperbolehkan untuk makan dan minum sesuatu yang berwarna putih saat berbuka puasa. Oleh karena itu, puasa ini dinamakan "mutih". Contoh makanan yang diperbolehkan antara lain nasi putih dan air putih, tanpa tambahan garam, gula, atau bumbu lainnya.

Pandangan Islam Terhadap Puasa Mutih
Dalam Islam, tidak ada larangan khusus yang mengharamkan puasa mutih, sehingga hukum pelaksanaannya diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa seseorang diperbolehkan untuk memilih jenis makanan dan minuman tertentu selama berbuka puasa, selama masih memenuhi syarat untuk makan dan minum.
Dalam buku "Sejarah Kesultanan Melayu Sanggau" karya Dr. Abang Ishar AY, M.Sc, disebutkan bahwa puasa mutih biasanya dilakukan selama 40 hari.
Puasa mutih adalah puasa yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Islam. Tujuan dari puasa ini adalah untuk mengosongkan perut agar tidak terlalu kenyang atau terlalu lapar.
Biasanya, puasa ini dimulai dengan makan sekepal nasi pada malam hari atau saat sahur. Pada beberapa praktik, orang yang berpuasa mutih akan makan tujuh kepal nasi putih tanpa sayur atau lauk. Saat berbuka, mereka juga hanya makan tujuh kepal nasi.
Selain menahan lapar, puasa mutih sering diiringi dengan amalan bertawasul, yaitu membaca Surat Al-Fatihah pada malam hari selama 40 hari berturut-turut.
Amalan lain yang dilakukan saat puasa mutih adalah dzikir dan membaca shalawat. Orang yang menjalani puasa mutih sering kali mengasingkan diri dari keramaian.
Secara syariat, tidak ada anjuran atau penjelasan mengenai puasa mutih. Dalam Al-Qur'an maupun hadits Rasulullah SAW, tidak ada keterangan yang secara eksplisit menyebutkan puasa mutih.
Puasa dalam Islam seharusnya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ridho Allah SWT dan melatih keimanan. Terdapat banyak hadits yang menjelaskan keutamaan puasa. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Allah 'Azzawajalla berfirman dalam hadits qudsi: 'Semua amal perbuatan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya. Puasa adalah perisai dari kemaksiatan dan dari neraka. Maka dari itu, jika seseorang berpuasa, janganlah ia berbicara kotor dan jangan bertengkar. Jika ia dimaki atau diserang, hendaklah ia berkata: "Sesungguhnya saya sedang berpuasa.'"
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, disebutkan bahwa Allah berfirman dalam hadits qudsi: "Orang yang berpuasa meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena taat pada perintah-Ku. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasannya, sedangkan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat."

Manfaat Kesehatan dari Puasa Mutih
Selain dari aspek spiritual, puasa mutih ternyata juga memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Beberapa manfaat yang bisa didapatkan antara lain adalah membantu membersihkan racun dari tubuh, mengurangi asupan lemak, serta menurunkan kadar gula dan garam dalam tubuh. Dengan demikian, puasa mutih tidak hanya bermanfaat secara spiritual, tetapi juga secara fisik.

Simbolisme Putih dalam Puasa Mutih
Warna putih dalam puasa mutih melambangkan kemurnian dan kebersihan jiwa serta raga. Oleh karena itu, praktik ini disebut "mutih", yang berasal dari kata "putih". Diharapkan, melalui puasa ini, seseorang dapat membersihkan diri dari hal-hal buruk dan mencapai tujuan atau hajat yang diinginkan dengan hati yang bersih.

Secara keseluruhan, puasa mutih adalah praktik yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama yang berasal dari tradisi Jawa. Dalam pandangan Islam, tidak ada larangan khusus terhadap puasa mutih selama tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan syariat. Selain manfaat spiritual, puasa ini juga memiliki sejumlah manfaat kesehatan. Oleh karena itu, puasa mutih dapat menjadi salah satu cara bagi seseorang untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan mencapai hajat yang diinginkan.

Topik Menarik