5 Fakta Korupsi Pertamina dengan Potensi Kerugian Rp1.000 Triliun, Prabowo Turun Tangan, Erick Thohir Review Total
JAKARTA - Korupsi yang dilakukan anak usaha PT Pertamina (Persero) membuat gaduh seluruh Indonesia. Pasalnya, nilai kerugian negara karena korupsi Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan yang lainya mencapai Rp1.000 triliun.
Bahkan kasus ini disorot langsung Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara menanggapi perihal kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun.
"Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua," kata Prabowo.
Prabowo menegaskan bahwa dirinya akan membersihkan para koruptor dan menegakkan kepentingan rakyat.
"Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat," tegasnya.
Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir segera melakukan review total anak usaha PT Pertamina (Persero).
Erick mengatakan, potensi penggabungan anak usaha ini tujuannya memangkas rantai penjualan BBM dari kilang atau impor sampai di SPBU. Sehingga kedepan memungkinkan jika proses produksi atau pengadaan bbm dan penjualan di bawah satu anak usaha.
"Kita manakan mana yang bisa kita efisienkan, ini ada holding, ada sub- holding. Seperti apa kita review, apakah ini mungkin ada satu dua perusahaan yang harus di mergerkan. Supaya nanti antara Kilang dan Patra Niaga tidak ada exchange penjualan," katanya.
Okezone pun merangkum fakta-fakta menarik terkait kasus korupsi yang melibatkan anak usaha Pertamina yang merugikan negara hingga Rp1.000 triliun, Senin (3/3/2025):
1. Kasus Korupsi BBM
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan pendalaman pada kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah. Jumlah tersangka pun terus bertambah dari yang awalnya ditetapkan tujuh orang.
Terkini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dua tersangka baru, pada kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Mereka adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK), dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar mengatakan, keduanya terbukti berperan dalam melakukan tindak pidana korupsi bersama tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya.
"Tersangka MK dan Tersangka EC atas persetujuan Tersangka RS (Riva Siahaan) melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang," katanya.
2. Rugikan Negara Rp1.000 Triliun
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyebutkan, masih melakukan penghitungan secara menyeluruh soal kerugian negara atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan KKKS tahun 2018-2023.
"Soal kerugian. Nah, di beberapa media kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin yang sudah disampaikan di rilis, itu Rp193,7 triliun. Itu tahun 2023. Makanya kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih," ujarnya.
Jika dihitung, jumlah dari Rp193,7 triliun dikalikan lima memperoleh hasil Rp968,5 triliun atau mendekati Rp1.000 triliun. Jumlah kerugian negara ini tentu berjumlah sangat fantastis.
3. Respons Erick Thohir
Erick Thohir berkomitmen akan melakukan perbaikan secara menyeluruh imbas adanya korupsi di anak usaha Pertamina hingga menyebabkan potensi kerugian negara hampir Rp1.000 triliun itu.
"Di Pertamina sendiri tentu kita review total, seperti apa nanti perbaikan - perbaikan yang kita lakukan kedepannya," lanjutnya.
Seperti diketahui, proses bisnis penjualan BBM di PT Pertamina melibatkan banyak anak usahanya. Mulai dari pengadaan minyak mentah, pengolahan minyak, hingga penjualan BBM di SPBU, masing-masing dilakukan oleh anak usaha yang berbeda.
Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menjelaskan setidaknya ada dua skema penyediaan barang untuk produk gasoline seperti Pertamax dan Pertalite.
4. Tanggapan Bos Pertamina
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri soal kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023. Simon menyebut Pertamina menghormati proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dalam kasus tersebut, tiga direktur subholding Pertamina ditetapkan sebagai tersangka.
Pertamina memastikan selama proses penyidikan tersebut, operasional Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM kepada masyarakat tetap berjalan.
Pertamina sebagai induk perusahaan dari berbagai lini bisnis energi juga berupaya meningkatkan kinerja tata kelola yang baik (Good Corporate Governance).
Simon pun mengapresiasi kepercayaan terhadap kualitas produk Pertamina, dia juga meminta agar masyarakat tenang dan tidak terprovokasi dengan berbagai isu yang mencuat belakangan ini.
5. Awal Mula Kasus Korupsi Pertamina Terungkap
Kapuskenkum Kejagung RI, Harli Siregar membeberkan, awal mula dilakukannya penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan KKKS tahun 2018-2023.
"Kita kan selalu melakukan pengamatan, penggambaran, bahkan surveillance ya terhadap isu-isu yang ada di masyarakat. Termasuk kenaikan-kenaikan harga BBM, sama seperti kasus-kasus lain. Nah, itu dikaji tuh," ujarnya.
Menurutnya, awal mula kasus itu diselidiki dan disidik berdasarkan peristiwa yang terjadi di masyarakat, khususnya berkaitan BBM. Mulai dari kenaikan harga BBM hingga kualitas BBM yang tak bagus, semua informasi itu dikumpulkan dan dilakukan pengkajian.
"Nah, lalu dihubungkan dengan katakan misalnya soal yang itu tadi, yang informasi terkait soal di masyarakat ada, apa namanya itu, Kualitas jelek, misalnya. Nah, itu kita kumpulin. Nah, kenapa sih? Kenapa harus jelek? Dimana ini? Nah, itu yang kita trace," tuturnya.
Informasi tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat, kata dia, berasal dari berbagai sumber, termasuk dari media hingga laporan. Pasca dilakukan telaah, analisis, hingga pengkajian, dimulailah penyelidikan saat dipastikan kebenarannya.
"Nah, kalau wilayah-wilayah kan kita kan bisa dari berbagai sumber. Ada dari media, ada dari laporan, apa namanya, dari di daerah. Kan tadi pertanyaannya kan awal, nah awalnya itu kita masuknya dari situ, lalu dibuat telaahannya, kemudian dilakukan penyelidikan. Nah, misalnya penyelidikannya ini kan di sebelum Oktober 2024. Iya dong," jelasnya.
"Tapi peristiwa-peristiwa jelek ini kan sudah terjadi waktu Covid juga. Jadi informasi itu ya dikumpulin. Misalnya ada informasi, eh importasi minyak itu nggak benar. Nggak benarnya itu seperti apa? Apakah ada kaitannya dengan peristiwa yang ada di masyarakat yang dulu itu? Kayak itu. Itu lah fungsi APH. Ada yang mentah, ada yang setengah matang, ada yang matang," beber Harli lagi.