Geliat Investasi Pasca Pelantikan Trump dan Gencatan Senjata Gaza

Geliat Investasi Pasca Pelantikan Trump dan Gencatan Senjata Gaza

Ekonomi | tangsel.inews.id | Jum'at, 24 Januari 2025 - 22:10
share

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Setelah pandemi COVID-19 melanda dunia, tantangan ekonomi global semakin berat. Harga komoditas melonjak drastis di tengah keterbatasan produksi. Situasi ini diperparah dengan konflik Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina di Gaza. Dunia belum sepenuhnya pulih, sementara lonjakan inflasi terus menjadi hambatan utama bagi pertumbuhan ekonomi global. Namun, dinamika baru mulai muncul pada 2025.

Setelah resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan sejumlah kebijakan, termasuk inisiatif untuk memulai gencatan senjata di Gaza. Langkah ini disambut dengan optimisme oleh banyak pihak, karena dinilai mampu meredakan ketegangan geopolitik dan memberikan peluang bagi perbaikan situasi ekonomi dunia.

Di tengah harapan akan kebijakan global yang lebih stabil, Ekonom dari Center of Macroeconomics & Finance INDEF, Abdul Manap Pulungan, mengungkapkan bahwa meskipun gencatan senjata mampu sedikit meredakan ketegangan, hal itu belum cukup untuk memulihkan ekonomi global yang masih rapuh. Terlebih, prospek ekonomi global masih menunjukkan tanda-tanda perlambatan. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 hanya mencapai 3,3, dengan pertumbuhan AS dan China masing-masing melambat ke 2,7 dan 4,6.

"Gencatan senjata memang dapat sedikit menurunkan gejolak ekonomi global. Namun, pasca pandemi, masalah kronis seperti ketenagakerjaan dan investasi masih belum teratasi. Pengangguran global sangat tinggi, sementara investasi menghadapi tantangan berupa suku bunga kredit yang meningkat. Selain itu, IMF memperkirakan pertumbuhan lalu lintas perdagangan dunia juga akan melambat menjadi 3,2 pada 2025," jelas Abdul dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/1/205). 

Ia juga menambahkan bahwa ketegangan geopolitik global tetap menjadi tantangan besar bagi ekonomi dunia. Konflik yang melibatkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, Rusia, dan Uni Eropa, ditambah dengan ketegangan lain seperti Taiwan-China dan Korea Selatan-Korea Utara, dapat memperburuk ketidakpastian global. "Situasi ini berpotensi meningkatkan ketidakpastian global secara signifikan," tutupnya.

 

Di tengah situasi ekonomi saat ini, Abdul menganalisis beberapa sektor yang berpotensi diuntungkan. “Pertama, sektor yang terhubung langsung dengan ekonomi global seperti pertanian dan komoditas. Kedua, sektor ekonomi hijau,” ujarnya. Ia menilai bahwa Indonesia perlu memaksimalkan potensi sektor-sektor tersebut seiring dengan kemajuan hilirisasi yang sedang berlangsung untuk menciptakan nilai tambah yang lebih optimal.

Sementara itu, Co-founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami, memiliki pandangan lebih mendalam terkait sektor domestik. Menurutnya, peluang investasi di sektor saham dan obligasi dengan jangka waktu menengah hingga panjang dapat memberikan angin segar bagi para investor. “Saat ini, ada indikasi perbaikan di awal tahun. Meski masih tahap awal, 2025 bisa menjadi permulaan yang baik, terutama dengan meredanya konflik geopolitik,” tegas Benny.

Benny juga menyarankan agar investor memanfaatkan momentum fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sebelumnya sempat berada di bawah 7.000. Menurutnya, ini merupakan peluang bagi investor untuk meningkatkan eksposur pada kelas aset tersebut. “Jika sebelumnya mungkin banyak yang memilih untuk menunggu, saat ini kita bisa mulai secara bertahap menambah portofolio aset ini,” katanya.

Selain itu, Benny menyoroti kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,25 menjadi 5,75. Kebijakan ini, menurutnya, memberikan dorongan positif bagi perekonomian domestik, karena penurunan suku bunga mencerminkan inflasi yang terkendali. Sektor otomotif dan properti, menurut Benny, memiliki peluang untuk bangkit. “Kebijakan ini mendukung industri pembiayaan, sehingga mampu mendorong penjualan properti dan kendaraan bermotor. Sektor perbankan juga diuntungkan karena biaya pendanaan menjadi lebih rendah,” jelasnya.

Benny bahkan memproyeksikan bahwa BI masih memiliki ruang untuk kembali menurunkan suku bunga pada semester II 2025. Jika hal ini terjadi, ia memperkirakan peningkatan daya beli dan konsumsi masyarakat. “Dengan penurunan suku bunga, penyaluran kredit berpotensi meningkat, yang pada akhirnya akan menghidupkan kembali aktivitas ekonomi di masyarakat,” tutupnya.

 

Di sektor domestik, Benny melihat adanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh investor lokal. Penurunan valuasi aset kelas saham selama tiga bulan terakhir membuka kesempatan strategis bagi investor domestik untuk berinvestasi di sektor perbankan, otomotif, dan properti. “Dengan potensi pemulihan ekonomi, sektor-sektor ini menawarkan peluang untuk memperkuat portofolio yang dapat memberikan keuntungan jangka panjang,” ujarnya.

Namun, Benny menekankan pentingnya menerapkan prinsip 2L dalam memanfaatkan peluang investasi, yaitu Logis dan Legal. Logis berarti memastikan setiap keputusan investasi didasarkan pada analisis yang rasional dan data yang valid. Sementara Legal berarti selalu mematuhi peraturan dan regulasi yang berlaku untuk menjaga keamanan investasi. “Dengan menerapkan prinsip ini, investor dapat membangun portofolio yang kuat, berkelanjutan, dan kompetitif,” tutupnya.

Topik Menarik