Diversifikasi Pangan untuk Masa Depan: Indonesia Tak Perlu Bergantung pada Beras dan Terigu
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan hayati yang luar biasa, seharusnya tidak hanya bergantung pada beras dan terigu sebagai sumber utama karbohidrat. Hal ini disampaikan oleh Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbud, dalam Forum Bumi edisi kedua bertajuk "Bagaimana Masa Depan Ketahanan dan Keanekaragaman Pangan Indonesia?" yang diadakan oleh Yayasan KEHATI bersama National Geographic Indonesia di Jakarta, Kamis (10/10).
Sjamsul mengungkapkan bahwa sejak 1954, konsumsi beras dan terigu di Indonesia terus meningkat. Pada awalnya hanya 53,5 persen, namun pada 2017 angkanya naik menjadi 74,64 persen, disertai dengan lonjakan konsumsi gandum. Ketergantungan ini berdampak negatif pada keberagaman pangan dan perekonomian lokal, terutama di daerah terpencil di mana harga beras lebih mahal. "Ini tantangan besar, padahal pangan lokal seharusnya bisa menjadi solusi untuk ketahanan pangan nasional," kata Sjamsul.
Daftar Harga BBM Pertamina 14 Oktober 2024 di Seluruh Indonesia dari Jenis Pertalite-Pertamax
Indonesia memiliki lebih dari 72 jenis sumber karbohidrat serta ratusan jenis kacang-kacangan dan buah-buahan yang bisa dimanfaatkan. Namun, masyarakat masih terpaku pada anggapan bahwa pangan harus berupa beras. "Kita perlu mengubah mindset ini dan mulai membiasakan konsumsi pangan lokal yang kaya akan potensi," tambahnya.
Puji Sumedi Hanggarawati, Manajer Program Pertanian Yayasan KEHATI, juga menyoroti menurunnya penggunaan pangan lokal yang dapat mengancam keanekaragaman hayati. "Jika kita tidak menghargai dan mengonsumsi pangan lokal, banyak varietas yang bisa punah. Ini ancaman bagi masa depan ketahanan pangan kita," ujarnya.
Beberapa inisiatif lokal telah membuktikan dampak positif diversifikasi pangan. Contohnya, kebijakan “dua hari tanpa beras” di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, berhasil menghemat Rp65,7 miliar yang sebelumnya digunakan untuk impor beras. Jika diterapkan di seluruh Indonesia, kebijakan ini bisa mengurangi impor beras hingga 3,37 ton setiap tahun.
Said Abdullah dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menambahkan bahwa peningkatan konsumsi beras tanpa memperhatikan kesejahteraan petani padi adalah masalah serius. "Mengandalkan petani padi tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka adalah bentuk ketidakadilan," tegasnya.
Pemerintah Indonesia kini sedang merancang sistem pangan regional yang lebih lokal dan disesuaikan dengan potensi serta kearifan setiap daerah. Dengan memanfaatkan kekayaan pangan lokal, Indonesia diharapkan bisa mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan.