Jumbo! RI Butuh Rp4.326 Triliun untuk Biaya Transisi Energi

Jumbo! RI Butuh Rp4.326 Triliun untuk Biaya Transisi Energi

Ekonomi | inews | Jum'at, 6 September 2024 - 17:51
share

JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan Indonesia membutuhkan anggaran 281 miliar dolar AS atau sekitar Rp4.326 triliun (kurs Rp15.396) untuk biaya transisi energi. Ia menjelaskan angka tersebut sangatlah besar.

"Jumlah ini (biaya transisi energi) sekitar 1,1 kali total anggaran Indonesia, ini besar sekali," kata Sri Mulyani dalam International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/92024).

Oleh karena itu, kata Sri Mulyani, pemerintah terus berupaya menggunakan berbagai instrumen fiskal, seperti insentif pajak dan pengecualian bea masuk guna mendorong pera sektor swasta dalam mendukung transisi energi tersebut.

"Jadi, tentu saja, anggaran tidak bisa menjadi satu-satunya sumber (pembiayaan), meskipun kami terus berupaya tidak hanya dalam hal alokasi anggaran, tetapi juga menggunakan instrumen fiskal kami, seperti tax allowance, tax holiday, import duty exemption," tuturnya.

Tak hanya itu, kata Sri Mulyani, pemerintah juga menciptakan berbagai instrumen keuangan, seperti penerbitan sukuk hijau serta obligasi biru untuk mendanai proyek-proyek pemerintah yang bertujuan menurunkan emisi karbon. Sejak 2018 hingga 2023, Indonesia mencatat telah menerbitkan sukuk senilai 7,07 miliar dolar AS.

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan pemerintah terus mengoptimalkan instrumen keuangan hijau melalui penerbitan sukuk hijau serta obligasi biru untuk mendanai proyek-proyek pemerintah yang ramah lingkungan. Dia mencatat, Indonesia telah menerbitkan sukuk senilai 7,07 miliar dolar AS dari 2018 hingga 2023.

Kemudian pemerintah juga terus mengoptimalkan pendanaan kreatif untuk mempercepat transisi energi hijau, seperti menerbitkan kebijakan pajak karbon sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan atas emisi yang ditimbulkan dari kegiatan bisnisnya.

"Kami juga sedang menyiapkan regulasi teknis untuk melaksanakan perdagangan karbon lintas batas. Karena seperti yang saya katakan, karbon itu dikeluarkan dan mereka tidak memiliki 'identitas'. Jadi kita perlu memastikan apa yang dapat dianggap sebagai kontribusi dari Indonesia, Singapura, Malaysia dan siapa yang harus membayar, dan berapa," ucap dia.

Topik Menarik