Pengamat Paparkan Potensi Kerugian Negara gegara Skema Power Wheeling, Apa Saja?
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah tengah mengebut penyelesaian Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Namun, pembahasan tersebut masih alot karena membahas skema power wheeling.
Ini alot ya karena ada power wheeling," kata Anggota DPR RI Komisi VII Mulyanto beberapa waktu lalu.
Merespons hal itu, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai bahwa skema power wheeling tersebut ternyata memiliki beberapa potensi yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Negara dan masyarakat akan menghadapi banyak kerugian dari penerapan power wheeling. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu ditinjau kembali dengan cermat, ujarnya di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Agus menjelaskan pada dasarnya investasi dan operasional yang diperlukan untuk membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan (EBET) sangat besar, seperti membangun pembangkit backup. Alhasil, hal ini dinilai akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa mendatang dan juga masyarakat.
Jika biaya tersebut tidak ditanggung negara, maka akan dibebankan langsung kepada konsumen melalui kenaikan tarif dasar listrik, yang pada akhirnya bisa mengganggu stabilitas ekonomi nasional, ucap Agus.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam melakukan transisi energi melalui skema power wheeling, karena hal ini berisiko mengganggu sistem ketenagalistrikan nasional.
Agus mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali membatalkan praktik power wheeling. Hal itu tertuang dalam Putusan MK No. 001-021-22/PUU-I/2003 dan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015.
Sementara itu, saat ini RUU-EBET yang sedang difinalisasi oleh Panja RUU EBET Komisi VII DPR RI. Rencananya, akan diparipurnakan pada September 2024 ini untuk mempercepat transisi energi dari fosil ke EBET.