Usut Korupsi Pertamina, Kejagung Mulai dari Melihat Kerugian Negara Dinilai Tepat
JAKARTA — Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, berharap penanganan kasus dugaan korupsi impor minyak mentah menjadi titik awal memperbaiki sistem di Pertamina secara menyeluruh. Sehingga, Pertamina ke depannya bisa lebih baik dalam menjalankan tugasnya sebagai badan usaha milik negara (BUMN).
"Karena bagaimanapun Pertamina adalah BUMN yang paling kaya, karena itu potensi penyelewengannya sangat banyak,” kata Abdul Fickar dalam keterangannya, Jumat (14/3/2025).
Menurutnya, sudah tepat langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mulai menyelidiki dugaan korupsi di anak perusahaan Pertamina Patraniaga, dengan fokus pada kerugian negara.
"Ketika ada kerugian negara baru kemudian disasar siapa saja yang terlibat. Pengambil keputusannya ini, dan sebagainya,” tuturnya.
Sinopsis Sinetron Terbelenggu Rindu Eps 145, Sabtu 15 Februari 2025: Kecurigaan Biru pada Elang
Terkait dengan kerugian negara yang disebut mencapai Rp193,7 triliun, Abdul Fickar menekankan pentingnya peran para ahli. Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan perhitungan dari Kejagung.
“Harusnya didasarkan pada audit dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” kata dia.
Abdul Fickar menambahkan bahwa BPK memegang peranan vital dalam tahap awal penyelidikan. Jika penyelidikan didukung oleh perhitungan yang sah dan akurat dari para ahli, maka proses hukum dapat berjalan dengan lebih jelas.
“Persoalan nanti terbukti atau tidak pelakunya maka biar pengadilan yang memutuskan,” pungkasnya.