Komnas Perempuan Desak MKD Periksa Ahmad Dhani Atas Pernyataan Seksis soal Pemain Naturalisasi

Komnas Perempuan Desak MKD Periksa Ahmad Dhani Atas Pernyataan Seksis soal Pemain Naturalisasi

Berita Utama | sindonews | Jum'at, 7 Maret 2025 - 01:20
share

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa Ahmad Dhani atas pernyataannya yang dinilai mengandung unsur seksisme dan rasisme dalam rapat Komisi X DPR RI pada 5 Maret 2025.

Pernyataan Ahmad Dhani tersebut menimbulkan kecaman luas. Pasalnya, dianggap merendahkan perempuan dan bertentangan dengan nilai-nilai kesetaraan gender yang dijunjung dalam sistem hukum Indonesia.

Dalam pernyataannya, Dhani mengusulkan agar program naturalisasi pemain sepak bola diperluas dengan merekrut pemain berusia di atas 40 tahun yang berstatus duda, untuk dinikahkan dengan perempuan Indonesia. Ia berargumen bahwa pernikahan ini akan menghasilkan keturunan yang lebih unggul dalam keterampilan sepak bola.

“Pernyataan ini juga merendahkan martabat Indonesia dengan rasisme karena seolah kualitas laki-laki pesepakbola dari luar negeri memiliki sifat genetik yang lebih baik daripada dari Indonesia. Kalimat rasis tampak dalam penekanan agar naturalisasi tidak kepada yang bule karena ras Eropa yang berbeda,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam siaran resminya, Jumat (7/3/2025).

 

Foto/Instagram Ahmad Dhani

Tak hanya itu, pentolan Dewa 19 ini juga menambahkan bahwa jika pemain naturalisasi tersebut beragama Islam, maka mereka bisa menikahi hingga empat perempuan Indonesia. Ini merupakan sebuah pernyataan yang dinilai melecehkan perempuan dan memicu kontroversi luas.

“Pernyataan AD dinilai melecehkan karena menempatkan perempuan sekedar mesin reproduksi anak, pelayan seksual suami. Apalagi pernyataan ini dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa jika pemain sepakbola yang dinaturalisasi itu beragama Islam maka bisa dinikahkan dengan empat perempuan,” jelasnya.

Andy juga menyatakan bahwa pernyataan musisi sekaligus wakil rakyat itu menempatkan perempuan seolah hanya sebagai alat reproduksi dan pelayan seksual. Bukan sebagai individu dengan hak dan martabat yang setara.

Hal ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender serta komitmen Indonesia dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1984.

“Pernyataan bersifat seksis ini juga bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk kesetaraan dan keadilan gender sebagaimana termaktub dalam UU No. 7 Tahun 1984 terkait penetapan ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Tujuan 5,” ujarnya.

“CEDAW mengamanatkan agar para pejabat publik termasuk pembuat kebijakan di Negara Pihak menahan diri untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan justru mengambil langkah strategis untuk menghapuskan diskriminasi tersebut,” lanjutnya.

Komnas Perempuan juga menegaskan bahwa sistem hukum di Indonesia, melalui Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, mengatur secara ketat ketentuan poligami untuk mencegah eksploitasi terhadap perempuan.

Pernyataan mantan suami Maia Estianty itu yang menyebutkan kemungkinan pemain sepak bola yang dinaturalisasi dapat menikahi empat perempuan menunjukkan ketidakpahaman terhadap hukum serta mengabaikan prinsip penghormatan terhadap hak perempuan.

“Padahal hukum Indonesia, dalam hal ini UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, mengatur ketentuan dan prasyarat yang ketat untuk mencegah perkawinan lebih dari satu orang menjadi sekedar menguntungkan satu pihak dan mengeksploitasi lainnya,” ungkapnya.

“Pernyataan ini mengindikasikan ketidakseriusan dalam melaksanakan tugas DPR RI, yaitu terkait peran pengawasan DPR RI pada ketersediaan dukungan dan tata kelola pembinaan pesepakbola nusantara agar putra-putri bangsa Indonesia dapat berprestasi optimal di cabang olahraga ini,” sambungnya.

Atas dasar itu, Komnas Perempuan meminta MKD untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap pria 52 tahun tersebut atas pernyataannya yang dinilai tidak hanya merendahkan perempuan, tetapi juga mencoreng citra dan kredibilitas DPR RI, terutama Komisi X yang membidangi pendidikan dan olahraga.

“Mengingat bahwa pernyataan AD berpotensi melanggar hak asasi perempuan, mencederai citra, kehormatan dan kewibawaan DPR RI, khususnya Komisi X yang juga mengawal bidang pendidikan, Komnas Perempuan mendorong Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa kasus ini lebih lanjut,” tuturnya.

“Pemeriksaan perlu dilakukan oleh MKD untuk memperkuat kewibawaan DPR RI dengan memastikan peristiwa serupa tidak berulang kembali,” tambahnya.

Lebih lanjut, Komnas Perempuan juga menekankan bahwa anggota DPR RI seharusnya memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai konstitusi, hak asasi manusia, serta prinsip kesetaraan gender. Sehingga tidak melontarkan pernyataan yang dapat memperburuk citra lembaga legislatif.

“Komnas Perempuan juga merekomendasikan kepada pimpinan DPR RI untuk melakukan penguatan kapasitas anggota DPR RI dalam hal konstitusi, HAM, dan kesetaraan dan keadilan agar dapat mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat secara profesional, berintegritas, amanah dan sesuai dengan etika yang berlaku,” bebernya.

Selain meminta MKD untuk melakukan pemeriksaan, Komnas Perempuan juga menyoroti tanggung jawab partai politik dalam mengawasi dan memberikan pemahaman kepada kadernya mengenai pentingnya menjaga prinsip kesetaraan dan keadilan gender.

“Partai Politik dan khususnya Partai Politik yang mengusung AD, perlu memberikan pemahaman dan pengawasan kinerja pada anggota DRR RI yang diusungnya. Termasuk dalam hal pernyataan, agar seturut dengan prinsip-prinsip HAM, non diskriminasi serta kesetaraan dan keadilan gender,” pungkasnya.

Topik Menarik