5 Fakta THR Ojol hingga Potensi Ganggu Iklim Investasi di RI
JAKARTA - Driver ojek online (ojol) melakukan demo menuntut Tunjangan Hari Raya (THR) di Kementerian Ketenagakerjaan. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menjelaskan, SPAI menuntut kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk membuat regulasi terkait THR ojol sesuai aturan ketenagakerjaan yang berlaku layaknya pekerja pada umumnya, bukan sebagai mitra.
Menurutnya, tahun lalu Kemenaker menjanjikan bahwa ojol akan mendapatkan THR. Tapi nyatanya THR yang dimaksud hanya sebatas imbauan kepada penyedia platform dan tidak bersifat wajib. Selain itu platform tidak mau memberikan THR, tapi bentuknya sekedar insentif yang menuntut kami untuk harus bekerja bila ingin mendapatkan insentif tersebut.
"Insentif tersebut didapat dengan syarat harus menjalankan orderan di hari raya Idul Fitri hari pertama dan kedua. Upah atau pendapatan dari orderan tersebut baru akan dibayarkan beberapa hari kemudian. Selain itu insentif bisa dalam bentuk barang yang nilainya ditentukan oleh perusahaan platform," kata Lily.
Namun sayangnya, THR ojol ini dinilai bisa menggangu iklim investasi di Indonesia. Berikut fakta mengenai THR ojol yang dirangkum Okezone, Sabtu (21/2/2025).
1. Ganggu Investasi
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menegaskan jika semakin banyak beban finansial dibebankan kepada perusahaan dengan tidak adanya dasar regulasi yang jelas dan lewat kebijakan yang cenderung populis, maka ini akan menjadi preseden dan berdampak buruk pada iklim investasi di Indonesia.
“Sangat berdampak buruk. Kebijakan harus diambil berdasarkan proses teknokratis yang komprehensif untuk menghindari tumpang tindih dan ketidakpastian kebijakan, faktor yang sangat buruk bagi iklim usaha dan investasi di Indonesia," ucapnya.
2. Cari Win-Win Solution
Danantara Jadi Penggerak Investasi, Wamen Todotua Pasaribu Pede Percepat Pertumbuhan Ekonomi
Dia menilai tuntutan THR ini merupakan dinamika yang wajar tetapi perlu dicarikan solusi yang sama-sama tidak memberatkan alias win-win. Bisnis ojol, katanya, bisa tumbuh pesat karena business model yang memungkinkan fleksibilitas bagi driver, perusahaan ojol, dan penumpang/pengguna jasa ojol. Fleksibilitas itu merupakan faktor yang membuat industri ojol tumbuh dan berkembang; apalagi di saat kondisi ekonomi kurang menentu.
"Jika dipaksa untuk menerapkan bisnis model konvensional, misalnya dengan kontrak formal dan kewajiban membayar THR, industri ini akan segera collapse. Banyak pihak, termasuk para driver dan UMKM akan dirugikan, ekonomi akan sangat terpengaruh," katanya.
3. Preseden Buruk
Mantan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri buka suara soal rencana pemberian THR yang didesak oleh para mitra driver ojol kepada perusahaan aplikator. Menurutnya, pemberian THR ojol ini berpotensi mengganggu iklim investasi di Indonesia.
Sebab itu, solusi yang tepat adalah pemerintah bisa memperkuat regulasi terkait dengan perlindungan sosial bagi para mitranya.
"Menekan perusahaan platform untuk memberikan THR tanpa dasar regulasi yang jelas bisa menjadi preseden buruk. Solusi yang lebih baik adalah memperkuat regulasi perlindungan sosial bagi gig workers, misalnya melalui jaminan sosial berbasis kontribusi," kata Hanif.
4. Ojol Berbasis Kemitraan
Hanif Dhakiri mengatakan, ojol beroperasi dalam gig economy berbasis kemitraan, bukan hubungan kerja formal, sehingga tidak otomatis berhak atas THR.
"Namun, realitas di lapangan menunjukkan ketergantungan tinggi pada platform, yang membuat hubungan ini lebih kompleks," katanya.
5. Beban Finansial Bisa Bertambah
Hanif Dhakiri mengatakan, di tengah ketidakpastian ekonomi, beban finansial tambahan bagi perusahaan bisa berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif atau pengurangan mitra pengemudi. Regulasi yang terburu-buru dapat merusak keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan pekerja.
"Kebijakan populis tanpa kepastian hukum bisa menurunkan minat investasi di sektor digital dan gig economy. Pemerintah perlu fokus pada solusi jangka panjang yang melindungi pekerja tanpa menghambat pertumbuhan bisnis," katanya.
Tuntutan THR bagi ojol menunjukkan perlunya reformasi perlindungan sosial bagi gig workers. Pemerintah harus mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, bukan kebijakan jangka pendek yang berisiko bagi dunia usaha dan investasi.