Duh! 5,5 Juta Orang Terancam Nganggur Bila Industri Tembakau Dilarang

Duh! 5,5 Juta Orang Terancam Nganggur Bila Industri Tembakau Dilarang

Berita Utama | inews | Minggu, 2 Juni 2024 - 20:45
share

JAKARTA, iNews.id - Industri hasil tembakau (IHT) secara nasional mempekerjakan 5,5 juta orang. Sayang, jumlah tersebut terancam menganggur bila industri tembakau dimatikan pemerintah. 

Tak cuma itu, negara juga dipandang berpotensi kehilangan pendapatan hingga ratusan triliun rupiah. Hal itu disampaikan oleh Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI) Cimahi, Hikmahanto Juwana.

Menurutnya, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau dan pajak pertambahan nilai (PPN) mencapai lebih dari Rp350 triliun. Anggaran bernilai jumbo ini bakal hilang, jika industri tembakau ditiadakan. 

"Bila konsumsi rokok di Indonesia masih tinggi dan industri tembakau dimatikan, bisa dibayangkan berapa banyak pekerja Indonesia yang akan kehilangan pekerjaan dan berapa banyak negara akan kehilangan pendapatan,” ujar Hikmahanto dikutip Minggu (2/6/2024). 

Menurutnya, industri tembakau bukan hanya dilihat dari aspek kesehatan saja, tetapi ada pertimbangan ekonomi, sosial, dan budaya. Indonesia punya kedaulatan termasuk untuk mengatur industri tembakau.

Hikmanto menyebut, industri tembakau sudah menjadi warisan turun-temurun bangsa Indonesia, sehingga masyarakat tidak dapat dipisahkan dari tembakau. 

"Pengambil kebijakan harus paham betul tujuan mulia dibalik HTTS, bila akhirnya hanya mematikan industri tembakau di Indonesia. Jangan sampai pengambil kebijakan mematikan industri tembakau dalam negeri di tengah konsumsi rokok dari masyarakat Indonesia," tutur dia. 

Matinya industri tembakau di Tanah Air juga membuat Indonesia bergantung terhadap supply komoditas itu dari luar negeri. Padahal, sumber daya tembakau di dalam negeri melimpah. 

“Bisa jadi justru ini akan diraup oleh industri tembakau di luar negeri, baik yang legal maupun ilegal," ucap Hikmahanto.

Senada dengan itu, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna berpandangan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tidak tepat. Pasalnya, konsumsi barang yang diproduksi dari bahan baku tembakau merupakan sebuah kebiasaan. 

"Merokok dapat berhenti kapan saja, misalnya saat puasa. Selama 12 jam perokok dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi rokok tanpa merasa ketagihan,” ucap Sarmidi. 

Sarmidi menegaskan, kebijakan yang terlalu ketat terhadap industri tembakau, akan dapat mematikan industri dan ekosistemnya. Sementara perokok tidak akan berhenti merokok, tetapi mencari jalan lain mengkonsumsi rokok ilegal atau rokok impor. 

Apabila hal ini terjadi, Sarmidi memastikan menambah dampak negatif lainnya. Seperti menimbulkan peningkatan pengangguran yang dapat memicu masalah sosial politik, mengganggu stabilitas dan keamanan. Sementara eksternalitas negatif yang hendak dikendalikan tidak tercapai.

Topik Menarik