Korban Tewas Gempa Myanmar Bertambah Jadi 2.700 Orang, Air dan Obat-obatan Langka

Korban Tewas Gempa Myanmar Bertambah Jadi 2.700 Orang, Air dan Obat-obatan Langka

Terkini | okezone | Rabu, 2 April 2025 - 04:04
share

JENEWA - Korban jiwa akibat gempa dahsyat dengan magnitudo 7,7 di Myanmar mencapai lebih dari 2.700 orang. Selain itu, lebih dari 4.500 warga terluka akibat guncangan gempa yang terjadi di Mandalay pada Jumat pekan lalu. Di sisi lain, para korban gempa mengalami kelangkaan tempat berlindung, air bersih, dan obat-obatan. 

1. Air hingga Obat Langka

"Waktu untuk pencarian dan penyelamatan kritis semakin menyempit. Tempat berlindung, air bersih, obat-obatan langka," ujar Koordinator Residen dan Kemanusiaan Myanmar, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Marcoluigi Corsi mengatakan kepada wartawan di Jenewa melalui tautan video dari Yangon, melansir Reuters, Rabu (2/4/2025).

"Orang-orang di daerah yang terkena dampak menghabiskan malam di tempat terbuka karena tidak ada listrik atau air bersih," tuturnya.

Beberapa Badan PBB telah menyatakan peringatan tentang kekurangan air minum, dengan kekhawatiran penyebaran kolera. 

"Ini benar-benar mengerikan. Kebutuhan paling mendesak adalah air, di luar sana sangat panas. Pipa air dan tangki septik pecah," kata Wakil Perwakilan UNICEF, Julia Rees, melalui tautan video.

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan rumah sakit kewalahan dan persediaan medis hampir habis, dan terjadi kekurangan air bersih dan bahan bakar.

Badan pengungsi PBB, UNHCR, telah mengidentifikasi situasi tersebut sebagai krisis kemanusiaan tingkat tinggi dan memobilisasi persediaan seperti lembaran plastik, bahan tidur, dan kelambu.

Menurut organisasi tersebut, upaya tanggap darurat menjadi rumit karena kerusakan parah pada jalan dan jembatan, yang berarti tim UNHCR membutuhkan waktu 13 jam untuk mencapai Mandalay dari Yangon. Seharusnya, dapat ditempuh dalam waktu delapan jam.

 

 "Kebutuhan paling mendesak adalah tempat berlindung dan barang-barang bantuan. Ada juga risiko persenjataan peledak - karena konflik aktif selama empat tahun terakhir," kata perwakilan UNHCR Babar Baloch kepada wartawan di Jenewa. 

2. Khawatir Pendanaan 

OCHA, UNHCR, dan UNICEF telah menyuarakan kekhawatiran mereka tentang pendanaan - mendesak negara-negara untuk menawarkan uang agar mereka dapat mengisi kembali persediaan.

"Persediaan di lapangan tidak akan bertahan selamanya. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mendapatkan sumber daya yang kita butuhkan", kata Baloch.


Myanmar telah dilanda kekacauan sejak awal tahun 2021, ketika militer menggulingkan pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.


Gerakan protes berubah menjadi pemberontakan bersenjata terhadap junta dan konflik yang meluas telah menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi.
 

Topik Menarik