Dirtipidum Brigjen Djuhandani Dilaporkan ke Propam Polri atas Dugaan Penggelapan Barang Bukti

Dirtipidum Brigjen Djuhandani Dilaporkan ke Propam Polri atas Dugaan Penggelapan Barang Bukti

Terkini | inews | Selasa, 25 Februari 2025 - 06:44
share

JAKARTA, iNews.id -  Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dilaporkan ke Propam Polri atas dugaan penggelapan, penyembunyian, dan penahanan barang bukti. Laporan ini dilayangkan oleh ahli waris Brata Ruswanda, Wiwik Sudarsih.

"Tujuan saya datang ke sini untuk mengambil surat-surat yang ada di Mabes Polri. Pokoknya, apa pun alasannya seharusnya diberikan, karena itu kan kita sudah meminta, sudah lebih dari empat kali kami datang ke sini," ujar Wiwik di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

Kuasa hukum Wiwik, Poltak Silitonga menilai Brigjen Djuhandani menjelaskan kasus ini bermula ketika Wiwik melaporkan mantan Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Nurhidayah atas dugaan menguasai 10 hektare lahan milik Wiwik menggunakan sertifikat palsu. 

Pelaporan terhadap mantan kepala daerah itu dilayangkan Tahun 2018 dengan laporan polisi (LP) Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.

Kemudian, kata Poltak, penyidik meminta surat tanah kepada Wiwik yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda, dengan alasan kebutuhan penyelidikan.

Wiwik pun memberikan sertifikat tanahnya dengan harapan pelaporan terhadap Nurhidayah dapat segera diproses. Namun, hingga 2024 perkara tersebut tak kunjung tuntas. 

"Akhirnya, kita bersurat tahun 2024 ke Bareskrim supaya mengembalikan surat yang diambilnya itu. Diambil pun itu berdasarkan kita itu tidak tahu, karena kalau penyitaan itu harus ada izin pengadilan, tetapi ini tidak ada, diambil begitu saja dengan membujuk-bujuk ibu ini," ucapnya. 

Poltak mengaku mencari tahu alasan penyidik Dittipidum Bareskrim Polri tidak mau menyerahkan sertifikat tanah Wiwik. Bahkan, ia mengaku mendapatkan informasi, seorang kontraktor telah menyerahkan uang Rp8 miliar, yang diduga untuk menyuap penyidik. 

"Itu kan info yang kita dengar ya. Tetapi, ketika kita datang lagi untuk meminta surat itu sampai datang empat kali dari Kalimantan. Ibu ini sudah tua, sudah 69 tahun tidak juga diberikan. Katanya sabar-sabar," katanya.

Berlarut-larut laporan Wiwik terhadap mantan Kobar tak berjalan. Dia pun meminta agar sertifikat tanahnya dikembalikan. Namun, hal itu juga tak bisa diwujudkan kepolisian.

Wiwik juga mengaku tidak terima surat tanah dengan objek seluas 10 hektare yang bersengketa dengan mantan Kobar, Nurhidayah dinyatakan palsu oleh Djuhandani.

"Lho. Kami terkejut dengan ada perkataan yang mengatakan surat kami itu palsu. Itu adalah berita bohong yang disampaikan oleh Dirtipidum," katanya.

Djuhandani kembali dilaporkan ke SPKT Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain. Namun, laporan ditolak karena pernyataan Djuhandani dinilai penyidik tidak terdapat unsur pidana. 

Sementara itu, terkait hal ini, Brigjen Djuhandani membantah laporan Wiwik tersebut. Menurutnya, hal yang dilakukan telah sesuai dengan aturan yang ada.

"Kalau laporan penyidik ataupun menggelapkan itu, kan harus apa yang digelapkan? Orang semuanya sudah di Bareskrim. Semuanya sesuai aturan yang dilakukan. Kalau dilaporkan sebagai penggelapan, silakan," kata Djuhandani kepada wartawan.

Djuhandani menjelaskan, pada proses penyidikan ditemukan bahwa yang menjadi dasar laporan, atau barang bukti yang dibawa pelapor pada saat itu ternyata palsu berdasarkan hasil labfor.

"Ada ketentuan dari KUHAP menyatakan, kalau barang itu sudah tidak dipakai proses penyidikan, tentu saja dikembalikan kepada pemilik. Dalam proses itu kan ada sebuah gelar perkara, nah gelar perkara yang dilakukan setelah itu saat ini sedang proses. Kalau prosesnya sedang proses gelar, apakah boleh saya serahkan? Walaupun pelapor minta ya," ujar Brigjen Djuhandani.

Topik Menarik