Kokohkan Tradisi Pesantren Salaf, Bahtsul Masail Putri JPPPM Bahas Permasalah yang Ada di Masyarakat
SEMARANG, iNewsSemarang.id - Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pesantren dan Muballighoh (JPPPM) kembali meneguhkan komitmennya dalam melestarikan tradisi intelektual pesantren salaf melalui program unggulan Bahtsul Masail. Acara ini berlangsung sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Lahir JPPPM di Pondok Pesantren Darussalam, Gebugan, Bergas, Kabupaten Semarang.
Bahtsul Masail, yang telah menjadi ikon JPPPM di bidang kajian kitab, tidak hanya melestarikan nilai-nilai turats (warisan intelektual Islam) tetapi juga menjadi ruang diskusi mendalam tentang isu-isu keagamaan kontemporer. Dengan tema besar “Meneguhkan Tafaqquh Fi Din dan Menebar Maslahat untuk Umat”, acara ini menjadi bukti nyata dedikasi JPPPM dalam mempertahankan keilmuan pesantren yang diwariskan oleh ulama salaf.
Ketua Umum JPPPM, Hj Hannik Maftukhah Afif menyampaikan, Bahtsul Masail kali ini dibagi ke dalam tiga komisi yang masing-masing mengkaji tema spesifik, memberikan solusi hukum berdasarkan kitab kuning, dan membahas permasalahan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
"Komisi A membahas terkait filema penyintas kekerasan seksual," terang Hannik, Minggu (1/12/2024).
Hannik menjelaskan, kasus kekerasan seksual kian menjadi perhatian serius, baik dalam masyarakat umum maupun lingkungan pesantren. Penyintas sering menghadapi dilema antara melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami atau memilih diam karena rasa malu, stigma sosial, atau ancaman dari pelaku.
"Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar bagaimana Islam mendefinisikan kekerasan seksual? Apa hukumnya bagi korban untuk speak up? Dan bagaimana hukum yang tepat untuk pelaku kekerasan seksual," ungkapnya.
Keputusan dari Komisi A, lanjutnya, memberikan panduan berbasis syariat Islam untuk mendefinisikan, menangani, dan memberikan hukuman yang sesuai untuk kasus kekerasan seksual, dengan tetap memperhatikan aspek maslahat bagi korban.
"Komisi selanjutnya yakni Komisi B yang membahas tentang tren memviralkan kasus rumah tangga," katanya.
Haninik kembali menjelaskan bahwa, dalam era media sosial, masalah rumah tangga yang viral sering kali menimbulkan kerugian besar bagi pihak-pihak yang terlibat. Banyak yang sengaja mempublikasikan konflik internal keluarga demi simpati publik, mempercepat proses hukum, atau bahkan demi popularitas.
Menurutnya, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang hukum memviralkan konflik rumah tangga dan bagaimana Islam memandang hal tersebut.
"Komisi B menegaskan bahwa memviralkan masalah rumah tangga adalah bentuk gibah yang dilarang kecuali dalam konteks tertentu, seperti mendukung laporan hukum untuk keadilan," tegasnya.
Dia berharap, panduan ini mampu membatasi penyalahgunaan media sosial dalam mengungkap aib keluarga.
"Terakhir ada Komisi C yang membahas terkait peran perempuan dalam menjaga turats," bebernya.
Dijelaskan Hannik, dengan semakin berkurangnya minat dalam pengkajian kitab kuning di era modern, Komisi C menyoroti peran perempuan pesantren dalam melestarikan turats. Bagaimana perempuan dapat terlibat aktif dalam melanjutkan tradisi ini dan menjadikannya relevan dalam kehidupan modern menjadi fokus diskusi.
"Keputusan Komisi C menyoroti pentingnya pendidikan kitab kuning di kalangan santri perempuan serta mendorong lebih banyak perempuan menjadi ulama yang mampu menghasilkan istinbath hukum yang aplikatif untuk umat," jelasnya.
Acara ini menghadirkan Tim Kajian Kitab JPPPM, yang terdiri dari tokoh-tokoh perempuan pesantren terkemuka, termasuk Ning Mila Minhatul Maula (Grobogan), Ning Nur Amiroh (Grobogan), Ning Aida Fahmi (Mlangi, Yogyakarta), Ning Ummy Atika (Kediri), Ning Hj. Sheila Hasina (Lirboyo, Kediri), Ning Imaz Fatimah (Kediri), dan lainnya.
“Kehadiran para bu nyai ini membuktikan bahwa perempuan pesantren memiliki kontribusi besar dalam bidang intelektual Islam. Semoga Bahtsul Masail ini menjadi amal jariyah kita semua, menjadi inspirasi bagi generasi muda, dan mencatat sejarah bahwa perempuan mampu berkreasi dalam bidang keilmuan,” ungkap Hannik.
Melalui Bahtsul Masail, JPPPM berharap tradisi keilmuan ini terus diwariskan kepada generasi muda. Tidak hanya sekadar kajian, tetapi juga menjadi pondasi kuat untuk mencetak generasi „alimah, perempuan-perempuan berilmu yang mampu menebar manfaat luas bagi umat.
Dengan semangat fastabiqul khairat, Bahtsul Masail tahun ini telah menghasilkan keputusan-keputusan penting yang dirangkum dalam buku panduan khusus untuk para santri dan pengasuh. Keputusan ini tidak hanya menjadi acuan, tetapi juga sumber inspirasi dalam menjalankan aktivitas keilmuan di pesantren dan masyarakat luas.
"Semoga Bahtsul Masail terus menjadi cahaya yang menerangi perjalanan JPPPM dalam melestarikan tradisi pesantren salaf dan memberikan maslahat bagi umat," harap Hannik.