Meningkat Drastis, Kurang Setahun Polres Bima Tangani 200 Kasus Asusila
BIMA, iNews.id - Kasus asusila di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) kini melonjak drastis di tahun 2024. Saat ini, tercatat 200 kasus telah dan tengah ditangani oleh Polres Bima Kabupaten.
Kapolres Bima Kabupaten AKBP Eko Sutomo melalui Kasat Reskrim Iptu Abdul Malik mengatakan, selama tahun 2024, ada 200 kasus asusila yang telah masuk laporan di Polres Bima.
"Saat ini saja masih tersisa puluhan kasus pencabulan dan pemerkosaan yang masih ditangani," kata Kasat Reskrim, saat diwawancarai di ruangannya Senin (02/11/2024).
Dijelaskannya, kasus pencabulan maupun pemerkosaan yang sangat trend di wilayah hukum Polres Bima ini sangat beragam motifnya. Namun, antara pelaku dan korban kebanyakan memiliki hubungan dekat.
"Seperti kejadian pencabulan dan pemerkosaan seorang ayah terhadap anak kandung, antara tetangga dan tetangga, teman dengan teman, namun kebanyakan korban dan pelaku merupakan anak dibawah umur," jelasnya.
Mees Hilgers Dikabarkan Cedera, Bakal Absen Perkuat Timnas Indonesia vs Jepang dan Arab Saudi?
Maraknya kasus asusila seperti pencabulan dan pemerkosaan yang tengah ditangani Polres Bima kurang dari setahun itu, telah mengalahkan rekor berbagai kasus tindak pidana lainnya. Jika dibanding beberapa tahun sebelumnya, tahun 2024 masih jauh lebih tinggi.
"Dari 200 kasus itu, yang paling trend kasus pencabulan seorang siswi oleh 5 orang remaja. Lalu ada juga seorang siswi digauli 11 remaja. Selain itu, ada yang baru masuk laporannya, seorang bapak mencabuli anak kandungnya yang masih menginjak usia remaja" ungkap Malik.
Lebih khusus untuk pelaku maupun korban dibawah umur, katanya, tentu pihak Polres Bima tetap akan memberlakukan undang-undang perlindungan anak. Hal itu dijalankan berdasarkan undang-ndang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
"Substansi yang paling mendasar dalam undang-undang tersebut adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi, dengan maksud untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilhingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar," pungkasnya.