Dugaan Intervensi dalam Pilkada, Ketua DPP PDIP Usulkan Kepolisian Kembali di Bawah Panglima TNI
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri, mengusulkan agar dilakukan kajian mengenai kemungkinan Kepolisian kembali berada di bawah kendali Panglima TNI atau Kementerian Dalam Negeri. Usulan ini muncul setelah adanya dugaan intervensi polisi dalam proses Pilkada.
"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong agar Kepolisian Negara Republik Indonesia dikembalikan di bawah kendali Panglima TNI atau berada di bawah Kementerian Dalam Negeri," ujar Deddy pada Kamis (29/11/2024).
Deddy menambahkan bahwa peran kepolisian bisa difokuskan pada tugas-tugas seperti menjaga kelancaran lalu lintas, berpatroli demi keamanan masyarakat, serta memastikan warga dapat hidup dengan nyaman. "Ada juga bagian reserse yang bertugas menangani kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan. Selain itu, tidak perlu ada peran polisi yang berlebihan," ujarnya.
Menurut Deddy, ada banyak institusi yang bisa digunakan untuk menegakkan hukum, sehingga kepolisian cukup fokus pada tugas utama mereka. "Ini adalah refleksi kami terhadap institusi kepolisian," lanjutnya.
Ia juga menyoroti banyaknya kasus yang perlu diselesaikan oleh Polri, daripada terlibat dalam urusan Pilkada. Selain itu, Deddy mengkritik aksi para Penjabat (PJ) Gubernur yang turut terlibat dalam dinamika Pilkada.
"Ini bukan soal PDI Perjuangan, bukan soal calon kepala daerah, tetapi tentang cara kita bernegara dan berdemokrasi. Apa gunanya sebuah kemenangan jika diperoleh dengan melanggar hukum dan undang-undang?" tegasnya.
Deddy mempertanyakan apakah Indonesia masih merupakan negara hukum atau telah bergeser menjadi negara kekuasaan. Ia juga menyampaikan rasa simpati terhadap Presiden Prabowo Subianto.
Deddy meminta agar Presiden Prabowo mengevaluasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, karena Listyo dinilai bertanggung jawab atas dugaan intervensi aparat kepolisian dalam Pilkada Serentak 2024.
"Masalah ini telah disampaikan di DPR, baik oleh Komisi II maupun Komisi III. Jadi, ini bukan hal baru. Kami di PDI Perjuangan merasa sedih karena istilah 'Partai Coklat' ini jelas mengacu pada oknum-oknum di kepolisian. Namun, karena tidak hanya satu atau dua tempat, mungkin kita tidak lagi menyebutnya sebagai oknum," pungkas Deddy.