Balada Judi Online: Pertaruhan Marwah Pengadilan dan Terobosan Penerapan UU Tipikor

Balada Judi Online: Pertaruhan Marwah Pengadilan dan Terobosan Penerapan UU Tipikor

Terkini | inews | Selasa, 26 November 2024 - 14:55
share

Slamet Yuono SH, MH
Partner Kantor Hukum Sembilan Sembilan & Rekan

SEBAGAIMANA kita ketahui, usaha pemerintah untuk memerangi dan memberantas judi online semakin intens dilakukan pada 2024, di mana perputaran uang dalam lingkaran judi online menurut PPATK pada medio 2024 mencapai Rp600 triliun. Tentu ini merupakan nilai yang sangat fantastis di mana trennya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Jika pemerintah dan penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan) tidak memiliki ketegasan dalam memerangi dan menghukum guna memberikan shock therapy kepada para pelaku, jangan kaget ketika judi online semakin menebarkan candunya kepada semua kalangan. Ini akan berdampak pada hancurnya ekonomi, rusaknya generasi muda, kriminalitas semakin merajalela, dan dampak negatif lainnya.

Tentunya kita tidak boleh pesimistis dalam usaha untuk melakukan pencegahan dan pemberatasan judi online sampai ke akar-akarnya. Walaupun kenyataanya, dalam perkara judi online belum semua pelaku ditindak secara tegas. Masih banyak selebgram dan atau artis yang mempromosikan judi online masih bisa melenggang dengan tenang tanpa tersentuh dengan hukum. Hal ini tentunya merupakan pekerjaan rumah dari penyidik untuk secara tegas, tidak pandang bulu menerapkan sanksi pidana kepada para selebgram dan atau artis yang beberapa waktu lalu sempat diperiksa oleh Bareskrim Polri.

Niat dan semangat yang sama dalam pemberatasan judi online juga harus dimiliki oleh para penuntut umum dan majelis hakim (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung). Kenyataannya tuntutan dan vonis yang diberikan kepada para para pelaku, baik bandar/pengelola/karyawan ternyata masih jauh dari memenuhi rasa keadilan. Hal ini sebagaimana dapat diperhatikan dari beberapa putusan pengadilan, antara lain:

1. Perkara Nomor: 1232/Pid.B/2020/PN Mdn (vonis 1 tahun 6 bulan)
2. Perkara Nomor: 222/Pid.B/2022/PN Mnd (vonis 1 tahun 6 bulan)
3. Perkara Nomor: 335/Pid.B/2023/PN Sbr (vonis 1 tahun)
4. Perkara Nomor: 187/Pid.B/2017/PN.Grt (vonis 1 tahun 6 bulan)
5. Perkara Nomor: 1018/PID/2023/PT MDN Jo Nomor 184/Pid.B/2023/PN.Mdn (vonis 3 tahun, denda Rp1 miliar atau kurungan 1 tahun).

Di mana vonis yang diberikan oleh majelis hakim paling berat adalah 3 tahun dan denda Rp1 miliar, padahal jika mengacu pada Pasal 27 Ayat 2 Jo Pasal 45 Ayat 2 UU ITE, ancaman hukuman paling lama adalah 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar dan Pasal 2 Jo 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang ancaman hukuman paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

UU ITE

Pasal 27 Ayat 2

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Pasal 45 Ayat 2

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.00.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

UU TPPU

Pasal 2

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: ..(t) Perjudian.

Pasal 3

Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Pengadilan sebagai benteng terakhir yang turut berperan dalam pemberantasan judi online, khususnya dalam bidang penegakkan hukum, harus berani memberikan vonis maksimal bagi para terdakwa yang merupakan bandar/pengelola/penyandang dana atau pihak terafiliasi lainnya. Ini sebagai shock therapy dan salah satu upaya untuk menghentikan atau menghambat pertumbuhan judi online yang semakin masif setiap tahunnya. Tentunya hal ini harus didukung oleh penuntut umum dengan memberikan tuntutan maksimal.

Kolaborasi dalam penegakkan hukum terkait judi online ini, jika dilakukan secara Berani dan Tegas, maka bukan tidak mungkin para pelaku judi online lainnya akan berpikir 1.000 kali untuk tetap beroperasi di wilayah NKRI.

Terkait dengan penegakan hukum ini perlu adanya sinergitas dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan serta tidak terlepas dari dukungan, perhatian, perlindungan dan pengawasan dari pemerintah, dalam hal ini Presiden RI. Dukungan dan perhatian pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan para penegak hukum. Perlindungan diberikan kepada penuntut umum dan majelis hakim yang menyidangkan perkara judi online sehingga terhindar dari teror-teror. Para terdakwa akan menggunakan segala macam upaya untuk melindungi kelompok mereka.

Dan yang tidak kalah penting adalah adanya upaya pengawasan dari presiden (bisa dalam bentuk tim khusus atau unit khusus) untuk penanganan perkara judi online, dari proses penyidikan sampai pengadilan, dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemerhati, dan pakar hukum. Hal ini untuk menghindari upaya-upaya dari para pelaku judi online untuk memengarungi proses penyidikan.

Proses penuntutan dan proses pengadilan yang ujung-ujungnya adalah vonis ringan, jelas sangat bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk memberantas judi online.

Pemberantasan judi online harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Ketika pengadilan sebagai hilir pemberantasan judi online diperhatikan dan diawasi, maka di hulu peran pemerintah melalui Komdigi, sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan termasuk melakukan pemblokiran situs, harus secara tegas menerapkan sanksi administratif dan sanksi pidana bagi pegawai Komdigi yang ternyata kongkalikong dengan para pelaku/tersangka judi online.

Apakah pegawai Komdigi dan tersangka lain yang terafiliasi dalam perkara judol bisa dijerat dengan Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena telah menyalahgunakan kewenangannya? Secara tegas dijawab bisa. Hal ini sebagaimana ulasan penulis dalam wawancara dengan radio nasional pada Sabtu, 2 November 2024, pukul 08.25 WIB. Di situ diuraikan, penyidik bisa menerapkan Pasal 3 dan Pasal 12B Ayat (1) UU Pemberatansan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 3 dapat diterapkan karena adanya penyalahgunan kewenangan/kesempatan karena jabatan sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Kemudian pada Pasal 12B Ayat (1) tentang Gratifikasi kepada PNS atau penyelenggara negara berhubungan dengan jabatannya. Atau bisa diterapkan pasal lain dalam UU Pemberatasan Tipikor yang terkait.

Penulis yakin masih ada harapan dan asa untuk membumi-hanguskan judi online dari republik tercinta. Dengan catatan semua stakeholders bersatu dengan para penegak hukum untuk memberantasnya dan menggunakan kaca mata kuda (tidak ada kompromi, negosiasi dan transaksi dalam penegakkan hukum terhadap tersangka dan terdakwa serta terpidana judi online).

Topik Menarik