Catat! Ini 4 Kondisi Pasien GERD yang Harus Jalani Bedah Laparoskopi

Catat! Ini 4 Kondisi Pasien GERD yang Harus Jalani Bedah Laparoskopi

Terkini | okezone | Senin, 16 September 2024 - 15:30
share

GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) atau penyakit asam lambung sering kali menjadi masalah yang mengganggu kualitas hidup banyak orang, baik tua, muda, pria atau pun perempuan.

Gejala umum GERD meliputi rasa terbakar di dada (heartburn), regurgitasi asam lambung, kesulitan menelan, batuk kronis dan suara serak. Meski pun pengobatan dengan obat-obatan dapat mengurangi gejala, tidak semua pasien mendapatkan kesembuhan seluruhnya.

Maka dari itu,  perlu ada penanganan yang lebih khusus untuk mengatasi masalah GERD, terutama kondisi yang sudah akut. Salah satu penanganan GERD, bisa dilakukan dengan bedah laparoskopi.

Dokter Spesialis Bedah Digestif Bethsaida Hospital Gading Serpong. dr. Eko Priatno, Sp.B-KBD, menjelaskan bedah laparoskopi adalah prosedur minimal invasif yang hanya memerlukan sayatan kecil untuk memasukkan kamera dan alat bedah khusus. 

“Laparoskopi untuk GERD adalah pilihan yang sangat efektif bagi pasien yang tidak merespon dengan baik terhadap obat-obatan,” ujar dr Eko, saat diwawancara baru-baru ini. 

 

Metode ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan operasi terbuka tradisional, seperti pemulihan yang lebih cepat, risiko infeksi yang lebih rendah, serta nyeri pasca operasi yang minimal.

“Dengan teknik ini, tim dokter bisa memperbaiki katup antara lambung dan esofagus yang menjadi penyebab utama refluks asam. Pasien biasanya bisa kembali beraktivitas normal dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan operasi konvensional,” jelasnya. 

Lantas kondisi pasien seperti apa yang bisa melakukan tindakan bedah laparoskopi? Bedah laparoskopi untuk GERD biasanya direkomendasikan untuk empat kondisi pasien berikut ini;

1. Gejala GERD parah dan kronis: Pasien yang mengalami gejala GERD berat dan berkepanjangan, yang tidak membaik dengan penggunaan obat-obatan.

 

2. Komplikasi GERD: Contohnya esofagitis (peradangan pada esofagus), penyempitan esofagus, atau Barrett’s esophagus, yang berisiko menjadi kanker esofagus.

3. Ketergantungan obat: Pasien yang harus terus-menerus menggunakan obat antasida atau proton pump inhibitors (PPI) untuk mengontrol gejala, tetapi tetap tidak mendapatkan perbaikan yang signifikan.

4. Alami efek samping obat: Pasien yang mengalami efek samping dari pengobatan jangka panjang, yang membuat kualitas hidup menurun.

Topik Menarik