Gusdurian Kecam DPR Anulir Putusan MK dan Minta Hentikan Pembahasan RUU Pilkada

Gusdurian Kecam DPR Anulir Putusan MK dan Minta Hentikan Pembahasan RUU Pilkada

Terkini | inews | Kamis, 22 Agustus 2024 - 11:34
share

YOGYAKARTA, iNews.id - Jaringan Gusdurian menilai putusan DPR yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengajuan calon kepala daerah dan batas usia calon sebagai bentuk pembangkangan dan pengkhianatan pada konstitusi. Pilkada semestinya digunakan untuk memilihpemimpin rakyat, bukan hanya menjadi arena permainan elite politik yang mengabaikan kepentingan rakyat.

Direktur Jaringan GUSDURian Alisa Wahid mengatakan, revisi UU Pilkada merupakan bentuk korupsi pada tatanan konstitusi yang berpotensi menciptakan krisis hukum di masa depan. Dalam sistem konstitusi negara Indonesia, keputusan MK final dan mengikat sesuai bunyi Pasal 24C UUD 1945.

"Pasal itu mengikat. Kewenangan MK di antaranya mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945," ujar Alisa, Kamis (22/8/2024).

Sebab itu, semua elemen wajib taat menjalankan apa yang diputuskan MK tanpa bisa menempuh upaya lain. Apabila tidak menaati putusan MK, merupakan bentuk pembangkangan dan pengkhianatan pada konstitusi.

"Kita harus bersikap atas apa yang terjadi," katanya.

Gusdurian mengecam upaya DPR yang melakukan pembangkangan konstitusi dan membahayakan kedaulatan hukum. Mereka juga meminta pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU Pilkada.

Selain itu, Gusdurian menyerukan para elite politik, para ketua umum partai dan pimpinannya untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompoknya. Pihaknya menyerukan kepada seluruh tokoh agama, jejaring masyarakat sipil, elemen mahasiswa, akademisi, buruh dan kelompok masyarakat lainnya untuk melakukan konsolidasi nasional terkait upaya penyelamatan demokrasi dan konstitusi.

"Kami meminta kepada seluruh penggerak dan komunitas Gusdurian yang ada di lebih dari 100 kota untuk melakukan konsolidasi dan menggalang dukungan masyarakat luas sebagai upaya menjaga tegaknya konstitusi," ucapnya.

Diketahui pada tanggal 20 Agustus 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Partai Gelora dan Partai Buruh terhadap Undang-Undang Pilkada. Dalam putusannya, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi DPRD. MK juga memutuskan bahwa usia cagub dan cawagub harus berumur 30 tahun saat penetapan calon.

Setelah putusan tersebut, DPR RI mengadakan rapat mengenai revisi UU Pilkada yang dilakukan secara mendadak sehari setelah MK membacakan keputusannya. Badan Legislatif (Baleg) melakukan manuver dengan mengabaikan putusan MK dan justru merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang memiliki perbedaan substantif dengan putusan MK.

Dua poin penting yang diabaikan DPR dari putusan MK yakni terkait pengajuan calon kepala daerah dan batas usia calon. Dalam revisi UU Pilkada, DPR membuat syarat pencalonan kepala daerah bagi partai politik yang memiliki kursi di tingkat
DPRD minimal harus memiliki perolehan 20 persen kursi atau 25 persen suara di Pileg.

Sementara terkait usia calon, DPR menetapkan usia 30 tahun pada saat pelantikan. Syarat pengajuan calon berpotensi membuat Pilkada 2024 mengalami berbagai masalah, mulai banyaknya kotak kosong (di lebih dari 150 daerah), persekongkolan politik, dan lain sebagainya.

Pilkada yang semestinya digunakan untuk memilih pemimpin rakyat hanya menjadi arena permainan elite politik yang mengabaikan kepentingan rakyat. Sementara syarat usia pencalonan diduga merupakan upaya untuk meloloskan Ketua
Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pengarep yang saat ini masih berusia 29 tahun.

Jika keputusan MK yang dijalankan, Kaesang tidak bisa mendaftar karena pada saat pendaftaran usianya masih 29 tahun.
Sementara revisi UU Pilkada yang merujuk keputusan MA memungkinkan Kaesang mendaftar karena jika terpilih pada Pilkada mendatang, dia akan ditetapkan pada usia 30 tahun.

Topik Menarik