SPECIAL REPORT : Produsen Otomotif Eropa Bersatu Lawan China

SPECIAL REPORT : Produsen Otomotif Eropa Bersatu Lawan China

Terkini | okezone | Minggu, 22 September 2024 - 09:51
share

JAKARTA - Produsen otomotif China menunjukkan taringnya. Keberadaan mereka mulai membuat sejumlah pihak khawatir. Beragam langkah dilakukan untuk meredam agresifitas China

Amerika Serikat (AS) berencana menaikkan tarif impor terhadap mobil listrik China. Langkah serupa juga diambil Uni Eropa, yang bakal menaikkan tarif impor mobil dari China. 

Hal ini lantaran Komisi Eropa menilai adanya subsidi sehingga memungkinkan mobil listrik buatan China bisa dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan kendaraan yang diproduksi di Eropa. 

Mengutip pemberitaan Reuters, kebijakan ini hasil dari investigasi terhadap mobil listrik China pada Oktober 2023. Uni Eropa menetapkan tambahan sebesar 17,4 persen sampai 38,1 persen, di luar dari biaya masuk sebelumnya yakni 10 persen. 

Kenaikan tarif impor yang diputuskan pada Juli lalu diberlakukan sementara selama 4 bulan, sembari negosiasi antara Eropa dan China. 

Menteri Perdagangan China, Wang Wentao menyatakan, Beijing akan terus bernegosiasi "hingga menit terakhir" pada penyelidikan kendaraan listrik Uni Eropa.

Wang Wentao berbicara di Brussels, Belgia, pada acara Kendaraan Listrik China-Eropa. Acara terebut diikuti sekitar 30 eksekutif puncak industri kendaraan listrik China dan Eropa. Mereka bertemu  membahas pandangan tentang kasus anti-subsidi UE terhadap kendaraan listrik China.

Wang dijadwalkan bertemu Komisaris Perdagangan Komisi Eropa Valdis Dombrovskis untuk membahas meningkatnya ketegangan perdagangan. Komisi Eropa hampir mengusulkan tarif akhir hingga 35,3 pada kendaraan listrik yang dibuat di China di atas bea masuk impor mobil standar UE sebesar 10.

Ke-27 anggota UE akan memberikan suara pada bea masuk akhir yang diusulkan pada 25 September. Bea masuk tersebut akan diterapkan pada akhir Oktober kecuali mayoritas yang memenuhi syarat dari 15 anggota UE yang mewakili 65 populasi UE memberikan suara menentang pungutan tersebut.

 

Berdasarkan data Eurostat, impor mobil listrik dari China ke Eropa sebanyak 57 ribu pada 2020. Jumlahnya meningkat pesat menjadi 437 ribu unit pada 2023. 

Komisi Eropa memperkirakan pangsa pasar produsen China di Eropa meningkat menjadi 8 persen dari di bawah 1 persen pada 2019. Bahkan pangsa pasarnya dapat mencapai 15 persen pada 2025. Harga pasaran mobil listrik China bisa mencapai 20 persen di bawah Eropa.

Penjualan Turun, Pabrik Terancam Tutup

Pada saat bersamaan penjualan mobil di Eropa turun hingga 18,3 persen pada Agustus 2024. Ini merupakan titik terendah dalam 3 tahun terakhir. 

Kondisi ini juga dipengaruhi kerugian dua digit di pasar utama Eropa, yaitu Jerman, Prancis, dan Italia serta penurunan penjualan kendaraan listrik (EV). Ini sebagaimana data dari Badan Industri Otomotif, sebagaimana dilansir dari Reuters. 

Data tersebut menunjukkan penurunan penjualan EV selama 4 bulan berturut-turut. Kondisi tersebut mendorong Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) menuntut tindakan mendesak guna mencegah penurunan lebih lanjut.

"Lembaga UE untuk mengajukan langkah-langkah bantuan mendesak sebelum target CO2 baru untuk mobil dan van mulai berlaku pada 2025," demikian pernyataan ACEA. 

Penjualan tiga produsen mobil terbesar Eropa, yaitu Volkswagen, Stellantis, dan Renault, turun dari tahun sebelumnya. Masing-masing turun sebesar 14,8, 29,5, dan 13,9.

Produsen terbesar Eropa, Volkswagen, bahkan dikabarkan berencana menutup pabrik mereka di Jerman. Penutupan pabrik Volkwagen di Jerman ini akan menjadi yang pertama kalinya bagi produsen mobil itu, yang didirikan pada1937, menurut Bloomberg News. 

Ini juga akan menjadi pertama kalinya perusahaan itu menutup pabrik manufakturnya sejak fasilitasnya di Amerika Serikat (AS) di Westmoreland, Pennsylvania, ditutup pada 1988, sebagaimana dilaporkan DPA.

"Industri otomotif Eropa berada dalam situasi yang sangat menuntut dan serius," kata CEO Volkswagen Group, Oliver Blume, melansir CBS News. 

 

Tak hanya itu, Volkswagen dilaporkan bakal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap hingga 30 ribu karyawannya di Eropa.

Melansir Carscoops, Jumat (20/9/2024), Volkswagen membantah laporan angka 30 ribu karyawan di Eropa bakal di-PHK. Namun, seorang juru bicara menyebut, Volkswagen harus mengurangi beban biaya. 

"Satu hal yang jelas: Volkswagen harus mengurangi biaya di lokasinya di Jerman," katanya kepada DPA. 

Volkswagen ingin mengurangi investasi sebesar 10 miliar euro atau 11,1 dolar AS selama lima tahun ke depan. Grup otomotif multinasional yang berkantor di Belanda, Stellantis, tengah berusaha untuk menghindari risiko penutupan pabrik, seperti yang dihadapi Volkswagen. 

"Kami telah melakukan banyak hal yang tidak populer selama beberapa tahun terakhir untuk menghindari sebisa mungkin situasi yang mirip dengan Volkswagen," kata Tavares, melansir Reuters.

Bersatu untuk Bersaing

Ahli Bisnis dan Keberlanjutan, Peter Wells, menilai para produsen Eropa dinilai harus bersatu untuk bisa bersaing dengan produsen China. Jika tidak, pada 2030 bisa menjadi momen kritis untuk industri otomotif. 

Dia menyebut, produsen Prancis, Renault pernah mengusulkan skema Airbus. Skema Airbus yang dimaksud adalah unit produksi tercerai-berai di bebrapa negara, tapi semua lokasi bekrja sama dengan erat. Dengan begitu, Airbus mampu bersaing dengan produsen dari luar Eropa. 

"Masalahnya perlu investasi sangat besar dan juga perlu penanaman modal pada produksi baterai dan teknologi terkait. Saat ini semua tersebar di Eropa dan terbagi-bagi di sejumlah pabrik," kata Wells, diliat dari tayangan Youtube DW. 

Diketahui, saat ini di Eropa ada 120 pabrik mobil yang memproduksi untuk beberapa produsen dan merek. Dia menjelaskan, semua produsen harus saling berbagi pengetahuan, tapi untuk seluruh industri. Wells menyebut, kesepakatan seperti itu memang sangt sulit. 

"Harus ada pihak yang bersedia mengalah menerima kerugian dalam produksi atau lokasi pabriknya harus diputuskan di negara mana produknya akan dibuat. Tapi fragmentasi indutri tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi," tuturnya. 

Produksi "Airbus autos" yang diusulkan oleh Renault menyoroti pentingnya berbagi biaya besar untuk mengembangkan kendaraan listrik yang lebih terjangkau. Hal ini menekankan perlunya produsen untuk menjaga ketangkasan dan fleksibilitas dalam menghadapi era transisi ke kendaraan listrik.

Sementara itu, Direktur Pusat Penelitian Otomotif CAR di Duisburg, Helena Wisbert mengatakan, dalam  beberapa tahun terakhir setiap produsen mobil berusaha mengembangkan solusinya sendiri. 

"Tapi ada banyak aspek yang harus dipikirkan. Misalnya konektivitas, digitalisasi juga pada mobil listrik. Kalau harus diselesaikan sendiri itu pekerjaan teralu besar juga untuk perusahaan yang selama ini sangat sukses. Lebih baik kalau diselesaikan dalam proyek bersama," tuturnya.

Topik Menarik