Banyak Bullying di Lingkungan PPDS, JD IDI: Salah Satunya karena Tak Ada Gaji

Banyak Bullying di Lingkungan PPDS, JD IDI: Salah Satunya karena Tak Ada Gaji

Terkini | okezone | Rabu, 21 Agustus 2024 - 17:32
share

KASUS bullying dan senioritas yang tinggi di kalangan dunia kedokteran, seiring dengan kasus meninggal dunianya dokter anestesi diduga karena tak tahan kerap menjadi korban perundungan, tengah jadi buah bibir masyarakat saat ini.

Ikatan Dokter indonesia (IDI) ikut menyoroti kasus bullying atau perundungan yang terjadi di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ini. Ketua Junior Doctors Network IDI (Official JDN yang diakui World Medical Association), Dr Tommy Dharmawan, SpBTKV, PhD menuturkan, salah satu penyebab banyak terjadi tindak perundungan di lingkungan PPDS.

Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah para dokter peserta PPDS tidak dierikan gaji. Menurutnya PPDS tidak digaji menjadi masalah yang ada di Indonesia.

Ia menilai, gaji sangat berpengaruh pada kasus bullying. Salah satunya berdampak ke beberapa oknum dokter senior minta diberikan makan, minuman kopi,minta diantar, hingga minta diberikan pelayanan di luar akademis.

Kalau PPDS diberi gaji, minimal mereka bisa beli makan sendiri. Atau ketika anak sakit, bayangkan peserta PPDS rentang usai 27 sampai 35 tahun, mereka harusnya sudah punya gaji di usia itu dan berkeluarga, ujar dr Tommy dalam Media Briefing mengenai Bullying PPDS bersama PB IDI & JDN IDI, Rabu (21/8/2024) di Jakarta.

Bayangkan kalau anaknya sakit keluarganya sakit, tidak ada gaji sama sekali, bagaimana selama ini mereka menghidupi diri sendiri, sambungnya.

Dokter Tommy menuturkan, di luar negeri seperti contoh paling dekat di Malaysia, dokter peserta PPDS digaji senilai kurang lebih Rp15 juta. Sementara itu saat pengalamannya training di Singapura, ia bahkan digaji senilai 2650 Dollar Singapura atau kurang lebih 31,4 juta.

Sangat berbeda jauh alias kontras dengan di Indonesia, di Indonesia para dokter peserta PPDS tidak digaji sama sekali.

Ini harus jadi poin oleh Kemenkes, atau pun Kemendikbud dan rumah sakit vertikalnya. Utamanya untuk memberikan gaji pada (peserta) PPDS, tegas dr. Tommy

Ia sekali lagi menekankan para dokter peserta PPDS harus digaji, karena mereka bekerja selayaknya dokter-dokter lain pada umumnya. Mulai dari ikut tindakan operasi hingga memeriksa pasien.

PPDS harus digaji, karena tidak manusiawi sekali kalau tidak digaji. Mereka bekerja, mereka bukan mahasiswa kedokteran koas. Mereka kerja jadi asisten operasi, memeriksa pasien, mengatur pelayanan. Dengan begitu ketika lulus paripurna atau bisa memeriksa pasien dengan baik, jelas dr. Tommy lagi.

Namun, dr. Tommy menyebut pemberian gaji untuk peserta PPDS tidak bisa diberikan dari keuangan rumah sakit vertikal, diambil dari dokter penanggung jawab pasien atau konsulen,

Simulasi keuangan mengatakan, kalau PPDS hanya digaji dari rumah sakit vertikal atau rumah sakit pendidikan, kolpas rumah sakit pendidikannya dalam beberapa bulan. Sehingga perlu dicarikan skema yang baik, agar PPDS ini dapat diberikan gaji, pungkasnya.

Topik Menarik