Pengguna e-Commerce di Indonesia Naik 65 Persen, Tantangan Meningkat Ekosistem Perlu Dibanahi

Pengguna e-Commerce di Indonesia Naik 65 Persen, Tantangan Meningkat Ekosistem Perlu Dibanahi

Teknologi | inews | Sabtu, 15 Maret 2025 - 01:55
share

JAKARTA, iNews.id - Di era persaingan digital yang semakin ketat, efisiensi dan inovasi bukan sekadar keunggulan kompetitif, melainkan keharusan bagi pelaku industri e-commerce untuk bertahan dan berkembang. Inovasi terjadi begitu cepat, pemain-pemain baru bermunculan, model bisnis lama pilihannya bertransformasi atau tersingkir. 

Hanya mereka yang mampu beradaptasi dengan perubahan dan beroperasi efisien yang dapat bertahan. Namun, inovasi dan efisiensi ternyata tidak cukup. Regulasi yang adaptif dan mendukung pertumbuhan industri menjadi faktor kunci untuk memastikan industri e-commerce tidak hanya berkembang bagi segelintir pelaku, tapi juga menciptakan ekosistem berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk UMKM dan konsumen.

Sejak 2015, industri ini telah mengalami transformasi besar. Model bisnis yang dulunya didominasi marketplace kini bergeser ke social commerce, live shopping, hingga penggunaan AI dalam personalisasi pengalaman pelanggan. Inovasi terjadi begitu cepat, dan hanya mereka yang mampu beradaptasi yang bisa bertahan.

Kondisi ini menjadi perbincangan dalam Focus Group Discussion (FGD) "Menelaah Masa Depan Industri E-Commerce Indonesia" di Jakarta yang digelar Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA) di Jakarta, belum lama ini.

Direktur Perdagangan melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rifan Ardianto mengungkapkan nilai transaksi e-commerce pada 2024 mencapai Rp512 triliun, meningkat 12,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah pengguna e-commerce terus meningkat dan diperkirakan mencapai 65,65 juta orang, naik 12 persen dari tahun sebelumnya.

Namun, di balik pertumbuhan ini, industri masih menghadapi berbagai tantangan besar, seperti minimnya pemahaman UMKM terhadap pemasaran digital dan akses informasi, serta belum meratanya infrastruktur logistik dan pembayaran digital, terutama di luar Pulau Jawa.

"Tantangan ini perlu diselesaikan secara kolaboratif. Industri dan regulator harus bergerak bersama untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan," kata Rifan.

Ekonom Senior Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi memandang e-commerce bukan sebuah pasar digital, tetapi ekosistem yang melibatkan berbagai sektor, seperti logistik, sistem pembayaran, pemasaran digital, dan pelaku usaha dalam berbagai skala.

"Kita tidak bisa berbicara tentang e-commerce tanpa membahas bagaimana sistem pembayaran dan logistik berperan di dalamnya. Ketiga aspek ini saling terhubung, dan kemajuan industri ini bergantung pada bagaimana ekosistem tersebut berkembang secara bersama-sama," kata Fithra.

Menurutnya, sektor ini adalah industri dengan pola persaingan hampir sempurna. Teknologi terus mendisrupsi model bisnis lama, dan pemain yang gagal beradaptasi akan tersingkir. Tidak ada jaminan mereka yang besar hari ini akan tetap bertahan besok," ujar Fithra. 

"Adaptasi dalam bentuk inovasi di logistik bisa menjadi pilihan bagi pelaku e-commerce dengan menawarkan biaya logistik yang rendah. Ini mengingat konsumen Indonesia yang price sensitive," katanya. 

Efisiensi logistik menjadi faktor kunci dalam memastikan e-commerce mampu bersaing secara harga dan layanan. Namun faktanya, bagi banyak pelaku usaha di luar Pulau Jawa, logistik masih menjadi hambatan terbesar.

Menurut Gunawan Hutagalung, Direktur Pos dan Penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Digital, sinergi antara industri Courier, Express, and Parcel (CEP) dan e-commerce sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan sektor ini.

"Pangsa pasar industri CEP diproyeksikan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 7,24 persen. Namun, kita masih tertinggal dari negara lain yang sudah mengadopsi sistem logistik 4PL dan 5PL. Indonesia harus segera berbenah agar tidak tertinggal," ujarnya.

Dia mengungkapkan bahwa Komdigi saat ini sedang menyiapkan kebijakan tentang Layanan Pos Komersial, yang akan mengatur kolaborasi antara perusahaan logistik dan e-commerce untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.

Ketua Umum IDEA Hilmi Adrianto menjelaskan, dalam lanskap digital yang sangat dinamis dan terus berkembang, industri E-Commerce tidak hanya menghadapi peluang besar tetapi juga tantangan yang semakin kompleks. Adaptasi, efisiensi, dan inovasi adalah kunci bagi industri e-commerce bertahan dan meningkatkan daya saing berkelanjutan, serta memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.

"Untuk memastikan industri e-commerce tetap menjadi pilar pertumbuhan ekonomi digital, regulator harus mengedepankan kebijakan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum tetapi juga mendukung inovasi, investasi, dan efisiensi operasional," ujarmya.

Adrianto menilai, regulasi yang terlalu kaku dan mengatur operasi secara mikro berpotensi membatasi fleksibilitas industri dalam merespons perkembangan pasar yang dinamis. Sebaliknya, kebijakan berbasis prinsip adaptabilitas dan efisiensi akan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan kompetitif, sangat diperlukan agar industri berkembang secara berkelanjutan.

Regulator memiliki peran strategis dalam menyeimbangkan pertumbuhan industri dengan perlindungan konsumen serta persaingan usaha yang sehat. Dengan memberikan ruang bagi industri untuk tumbuh secara organik, sambil tetap memastikan adanya transparansi dan persaingan usaha yang sehat, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam ekonomi digital global. 

Regulasi yang mendukung inovasi tidak hanya akan mempercepat pertumbuhan industri e-commerce, tetapi juga membuka lebih banyak peluang bagi UMKM dan pelaku usaha lokal untuk berkembang di era digital.

Topik Menarik