LaNyalla Buka Bedah Buku Prahara Bangsa, Ulas Imperialisme Modern dan Harapan pada Presiden Prabowo

LaNyalla Buka Bedah Buku Prahara Bangsa, Ulas Imperialisme Modern dan Harapan pada Presiden Prabowo

Terkini | tangsel.inews.id | Selasa, 17 Desember 2024 - 23:00
share

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Senator Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, membuka acara bedah buku Prahara Bangsa karya pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy di Hall KADIN Jawa Timur, Selasa (17/12/2024).

Acara bedah buku ini turut menghadirkan Guru Besar ITS, Daniel M. Rosyid, dan Associate Professor Universitas Airlangga, Radian Salman.

Dalam pemaparannya, LaNyalla membahas strategi penguasaan negara dunia ketiga dan negara baru merdeka oleh negara maju yang telah dirancang dalam pertemuan Bretton Woods pada Juli 1944. Pertemuan tersebut menghasilkan empat keputusan sebagai strategi baru penguasaan tanpa penjajahan fisik dan militer.

Pertama, di bidang ekonomi, didirikan Bank Dunia atau World Bank, yang memberikan pinjaman kepada negara-negara baru merdeka dengan syarat pembangunan tertentu. Kedua, di bidang moneter, dibentuk IMF untuk membantu neraca pembayaran luar negeri negara-negara tersebut melalui suntikan bank note di bank sentral masing-masing negara.

Ketiga, di bidang perdagangan, dibentuk GATT untuk mengatur model perdagangan dunia sesuai kepentingan mereka. Keempat, di bidang politik, didirikan PBB.

 

“Di Era Orde Lama, Presiden Soekarno menentang proposal tersebut. Soekarno, sebagai salah satu perumus Pancasila, memahami bahwa kapitalisme imperialis bertentangan dengan Pancasila. Sebagai penyeimbang, Soekarno memilih bergabung dengan blok COMECON, yaitu blok ekonomi negara-negara komunis,” jelas LaNyalla, Ketua DPD RI ke-5.

Namun, pada Era Orde Baru, lanjut LaNyalla, Presiden Soeharto memberikan ruang bagi lembaga-lembaga yang dibentuk kelompok kapitalis imperialis. Hal ini memuncak saat krisis moneter, ketika Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent yang disodorkan IMF.

“Kemenangan total kapitalisme imperialis terjadi di Era Reformasi. Hal ini ditandai dengan amandemen konstitusi empat tahap dari tahun 1999 hingga 2002. Selama dua dekade terakhir, Indonesia semakin terjebak dalam hutang luar negeri dan kebijakan yang harus dipatuhi serta diratifikasi,” ujarnya.

Menurut LaNyalla, gerakan untuk kembali ke sistem demokrasi Pancasila seperti rumusan para pendiri bangsa adalah langkah paling rasional untuk mengembalikan kejayaan serta jati diri bangsa Indonesia. Keputusan tersebut juga telah disepakati dalam sidang paripurna DPD RI pada 14 Juli 2023.

“Saat ini, kita memiliki harapan besar. Dalam bukunya Paradoks Indonesia dan Solusinya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa bangsa ini harus kembali ke Pancasila. Kita harus menerapkan sistem yang dirumuskan pendiri bangsa dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan asing. Semoga apa yang ditulis dalam buku tersebut dapat diwujudkan oleh Presiden Prabowo,” harap LaNyalla.

 

Acara bedah buku ini dihadiri berbagai tokoh, termasuk akademisi, pengurus organisasi, pemerhati konstitusi, mahasiswa, dan sejumlah wartawan senior. Kegiatan yang dimoderatori Ketua PWI Jawa Timur, Lutfil Hakim, ini juga disiarkan langsung melalui beberapa kanal daring.

Topik Menarik