Pra Peradilan Dugaan Kriminalisasi Guru di Grobogan, Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan
GROBOGAN, iNewsSragen.id - Kasus dugaan pencabulan yang menimpa seorang guru di Grogoban berinisial R, kini tengah memasuki babak persidangan pra peradilan dengan termohon institusi kepolisian, yakni Polsek Gabus, Polres Grobogan, hingga Polda Jateng di PN Grobogan.
Dalam sidang lanjutan pada, Jum'at (20/12/2024) kuasa hukum R yakni, BRM Kusuma Putra dari Solo mengungkap sejumlah kejanggalan yang dilakukan kepolisian dalam menetapkan R sebagai tersangka dan sampai sekarang mendekam dalam tahanan kepolisian.
Patut diduga, penahanan terhadap R yang memiliki catatan 18 tahun mengajar tanpa ada cela dan dimata masyarakat serta keluarga sebagai sosok yang baik itu, sudah mengarah kriminalisasi terhadap seorang guru.
Mengingat kasus ini menyangkut anak, maka polisi dituntut untuk bisa bekerja cepat dalam penanganannya. Hanya saja dalam perjalanannya, patut diduga ada sejumlah hal yang dikerjakan polisi mengabaikan hal-hal yang sifatnya prosedur.
Seperti disampaikan tim hukum R yang dipimpin Kusumo kepada hakim dalam sidang pra peradilan. Diantaranya adanya ketidaksesuaian administrasi atas penangkapan dan penahanan R yang disangka melakukan pencabulan terhadap seorang siswi kelas 1 SD di Grobogan.
"Dalam sidang ketiga (pra peradilan), kami menghadirkan enam orang saksi. Lima disumpah dan satu tidak, tapi tetap dimintai keterangan," kata Kusumo, Sabtu (21/12/2024).
Dikatakan, enam saksi fakta yang dihadirkan penjaga sekolah, rekam guru, dan keponakan sepupu. Semuanya telah memberikan keterangan di depan majelis hakim.
"Dengan fakta sidang itu, kami tentu berharap hakim bisa memberikan putusan terbaik. Pra peradilan ini merupakan sebuah upaya untuk membuktikan bahwa klien kami sama sekali tidak melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan selama ini," katanya.
Dijelaskan, R ditahan polisi sejak Kamis (10/10/2024) lalu. Sebelumnya ia diperiksa oleh polisi dari Polsek Gabus, Polres Grobogan pada, Rabu (9/12/2024) atas laporan orang tua anak yang disebutkan merupakan korban pencabulan R.
"Klien kami sudah ditahan sejak tanggal 10 Oktober lalu. Sementara menurut dari Polres atau Polsek ditahan sejak 12, Oktober. Ini kan juga janggal" ujarnya.
Selain itu, diungkapkan Kusumo adanya perbedaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap R tertanggal 14 Oktober, namun penyidik kembali memberikan SPDP kepada para saksi tertanggal 12 Oktober.
"Dari bukti-bukti itu, yaitu proses penangkapan, penahanan, sampai penetapan sebagai tersangka banyak terjadi kejanggalan. Penetapan tersangka diduga juga tanpa dilakukan gelar terlebih dulu," ujarnya.
Mengingat ancaman hukuman dalam perkara ini maksimal 15 tahun penjara, Kusumo pun berharap kepada hakim mempertimbangkan bukti-bukti yang telah dilampirkan sebagai landasan untuk mengambil keputusan agar R mendapat keadilan.
"Dari hasil investigasi yang kami lakukan, kami sangat yakin bahwa pak R ini sebenarnya justru merupakan korban. Ia diduga menjadi korban dari ketidakprofesionalnya penanganan perkara oleh aparat penegak hukum, khususnya sistem peradilan terhadap kasus anak yang dituntut harus cepat," tandasnya