Persatuan ASEAN-China Jadi Pertahanan Terbaik Asia dalam Hadapi Perang Dagang

Persatuan ASEAN-China Jadi Pertahanan Terbaik Asia dalam Hadapi Perang Dagang

Ekonomi | sindonews | Kamis, 20 Maret 2025 - 10:23
share

Sistem perdagangan global, yang merupakan pilar kemakmuran bersama, kini sedang berada di bawah ancaman. Momok proteksionisme perdagangan, yang dipicu oleh tarifekstensif Washington terhadap mitra-mitra dagang utamanya, mengancam akan menghancurkan kemajuan ekonomi yang telah dicapai selama puluhan tahun.

Bagi ASEAN, sebuah kawasan yang pertumbuhannya didorong oleh pasar terbuka, hal ini bukanlah badai yang mengamuk di kejauhan, melainkan krisis yang akan segera terjadi. Kini, lebih dari sebelumnya, Asia Tenggara dan China harus membentuk sebuah front yang bersatu padu untuk melawan kekuatan-kekuatan perusak kestabilan ini dan memperjuangkan perdagangan bebas sebagai landasan bagi masa depan ekonomi bersama.

Kemitraan ekonomi ASEAN-China sudah lama menjadi model kemitraan yang saling menguntungkan. Sejak 2009, China telah menjadi mitra dagang terbesar bagi ASEAN, sementara ASEAN menggeser posisi Uni Eropa (UE) sebagai mitra dagang terbesar bagi China pada 2020. Sinergi ini bukanlah suatu kebetulan. Pasar konsumen China yang sangat besar selaras dengan perekonomian-perekonomian ASEAN yang dinamis dan didorong oleh ekspor.

Dari produk elektronik Vietnam hingga minyak kelapa sawit Indonesia dan suku cadang otomotif Thailand, produk-produk Asia Tenggara mengalir masuk ke pelabuhan-pelabuhan di China, sementara investasi dan teknologi China meningkatkan infrastruktur dan inovasi di seluruh kawasan tersebut. Namun, kesalingbergantungan (interdependensi) ini kini terancam. Munculnya kebijakan "America First", yang ditandai dengan tarif, kontrol ekspor, dan reshoring rantai pasokan, telah menyebabkan gelombang guncangan pada ekonomi global.

Meski ASEAN belum menjadi target utama, surplus perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) yang signifikan di kawasan itu (di mana semua negara anggota ASEAN, kecuali Singapura, mengalami surplus pada 2024) menjadikannya rentan. Para analis memperingatkan bahwa perekonomian-perekonomian yang bergantung pada ekspor, seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia, dapat menghadapi kejatuhanekonomi yang serius jika terseret ke dalam perang dagang yang sedang meruncing.

Perang dagang yang ditimbulkan oleh AS memperlihatkan kenyataan pahit. Di dunia yang saling terhubung saat ini, tarif bukanlah seranganterarah (surgical strike), melainkan bom klaster ekonomi. Ketika Washington menaikkan pungutan atas barang-barang China, bukan hanya pabrik-pabrik China yang menderita.

Pabrik semikonduktor di Malaysia, pemasok komponen di Thailand, dan eksportir bahan baku di Indonesia, yang semuanya merupakan mata rantai tak terpisahkan dalam rantai pasokan global, turut merasakan dampaknya. Investasi terhenti, ekspor merosot, dan ketidakpastian menjadi kenormalan baru.

Untuk mengatasi ancaman yang kian meningkat ini, ASEAN dan China harus bergerak lebih dari sekadar retorika dan melakukan tindakan yang berani dan terkoordinasi. Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), yang mencakup 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) global, merupakan sarana yang kuat.

Selain itu, kesimpulan substansial dari negosiasi Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Area/ACFTA) 3.0 pada Oktober tahun lalu menandai sebuah langkah penting untuk memperkuat ekonomi regional yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan memangkas tarif lebih lanjut, menyelaraskan standar, dan menyederhanakan regulasi, ASEAN dan China dapat membangun ketahanan ekonomi yang lebih kuat terhadap guncangan eksternal.

Mengurangi besarnya ketergantungan ASEAN pada pasar Barat juga sama pentingnya. Dengan menghilangkan hambatan nontarif, meningkatkan infrastruktur, dan memperluas kerangka kerja perdagangan digital, ASEAN dapat membuka potensi ekonomi yang luar biasa. Investasi gabungan di bidang logistik, teknologi ramah lingkungan, dan mineral penting bisa semakin memperkuat rantai pasokan ASEANChina, menjadikannya tidak terlalu rentan terhadap gangguan geopolitik.

Di kancah global, ASEAN dan China harus memimpin upaya gabungan untuk menegakkan multilateralisme. Upaya terkoordinasi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan G20 dapat memperkuat suara emerging economies dan menekan kekuatan-kekuatanproteksionis untuk melakukan "kalibrasi ulang" kebijakan mereka.

Sebagai ketua bergilir ASEAN tahun ini, Malaysia berperan sangat penting dalam memanfaatkan kekuatan diplomatiknya guna mendorong agenda perdagangan yang bersatu padu. Alternatifnya, sebuah dunia yang terfragmentasi dan proteksionis, adalah dunia di mana perekonomian-perekonomian yang lebih kecil berisiko terjebak dalam pertempuran perang dagang yang dipicu oleh AS. ASEAN dan China harus memilih kerja sama ketimbang perpecahan, memilih visi jangka panjang ketimbang proteksionisme jangka pendek. Jalan menuju kemakmuran yang berkelanjutan tetap terbuka asalkan ASEAN dan China berjalan bersama.

Oleh penulis Xinhua: Cao Kai

Topik Menarik