3 Alasan BRICS Sulit Merealisasikan Dedolarisasi di Era Donald Trump, Apa Saja?
BRICS selama ini dikenal sebagai kelompok ekonomi yang gencar menyuarakan dedolarisasi selama beberapa tahun terakhir. Selain mengurangi dominasi dolar AS, mereka juga punya rencana untuk menciptakan mata uang sendiri. Namun, rencana tersebut tampaknya semakin sulit terlaksana setelah pergantian pemimpin di Amerika Serikat, di mana Donald Trump baru saja dilantik menjadi Presiden AS menggantikan Joe Biden.
Ada beberapa alasan yang akan membuat BRICS kesulitan merealisasikan dedolarisasi setelah Trump berkuasa di Gedung Putih. Berikut ini di antaranya.
Alasan BRICS Sulit Merealisasikan Dedolarisasi di Era Donald Trump
1. Ancaman Tak Main-main dari TrumpSelama ini, Donald Trump dikenal sering menggunakan sanksi ekonomi sebagai alat geopolitik. Hal tersebut tentunya akan meningkatkan risiko bagi negara-negara yang mencoba menghindari penggunaan dolar.
Sebelum menjabat, Trump sebenarnya sudah mengancam negara-negara BRICS yang berencana menggulingkan dolar AS. Contohnya berupa pengenaan tarif 100 pada impor dari negara-negara yang menghindari dolar.
Mengutip Americas Quarterly, Trump juga pernah memberi ancaman serupa melalui akun media sosial miliknya di X. Dia memperingatkan rencana untuk dedolarisasi akan dilawan.
"Gagasan bahwa Negara-negara BRICS mencoba menjauh dari Dolar sementara kita hanya berdiam diri dan menonton sudah berakhir," tulis Trump di X, beberapa minggu setelah memenangkan pemilihan pada November 2024.
Trump juga menambahkan bahwa pihaknya akan segera tidak akan memberi peluang untuk BRICS dalam rencananya menggantikan dolar AS. Dia menutupnya dengan kalimat “Negara mana pun yang mencoba (meninggalkan dolar) harus mengucapkan selamat tinggal kepada Amerika."
2. Dolar AS Masih Terlalu Perkasa
Tak bisa dimungkiri, Dolar AS statusnya sangat kuat dunia. Tak hanya menjadi mata uang cadangan utama dunia, keberadaanya juga dipakai dalam sebagian besar perdagangan internasional.
Kondisi tersebut sepertinya akan berlanjut di era pemerintahan kedua Presiden Donald Trump. Terlebih, dia memiliki slogan ikonik bertuliskan "America First".
Slogan "America First" menggambarkan pendekatan proteksionis Trump yang menekankan kepentingan domestik Amerika Serikat di atas segalanya. Hal ini juga mencakup hubungan ekonomi dan perdagangan internasional.
Jika harapannya terwujud, kebijakan proteksionis Trump akan membuat dolar semakin kuat. Selain itu, dia tentunya juga tidak akan membiarkan pihak-pihak luar untuk merusak atau melemahkan mata uang negaranya tersebut.
3. Kepentingan Nasional yang Berbeda
Alasan lain adalah karena negara-negara BRICS memiliki kepentingan ekonomi dan geopolitik yang berbeda. Hal ini membuat mereka sulit mencapai kesepahaman mengenai kebijakan dedolarisasi.
India misalnya, sebagai salah satu pendiri BRICS, mereka tidak bisa melepaskan hubungan dengan AS begitu saja. Pada Oktober 2024, New Delhi menegaskan pihaknya ingin mencari solusi ekonomi tanpa harus beralih dari dolar AS.
Menteri Urusan Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, menyebut meski India sedang mengejar kepentingan perdagangan, penghindaran terhadap dolar AS tidak masuk bagian dari kebijakan. Maka dari itu, mereka masih mencari solusi sendiri agar tidak menjauh dari penggunaan mata uang tersebut.
Kemudian, ada juga Rusia. Meski dikenal sebagai musuh AS, Presiden Vladimir Putin tampaknya sedang mencari kesempatan untuk berdialog dengan Donald Trump yang baru dilantik.
Jika demikian, kesatuan yang dimiliki BRICS untuk dedolarisasi tidak akan pernah terwujud. Sebaliknya, mungkin akan muncul negara anggota lain yang juga terang-terangan menolak dedolarisasi. Itulah beberapa alasan BRICS sulit merealisasikan dedolarisasi di era Donald Trump.