Kampus Farmasi Banyak Cetak Apoteker Tiap Tahun, Pemerataan Jadi Tantangan

Kampus Farmasi Banyak Cetak Apoteker Tiap Tahun, Pemerataan Jadi Tantangan

Terkini | sindonews | Minggu, 12 Januari 2025 - 14:35
share

Perguruan tinggi farmasi telah banyak melahirkan apoteker yang banyak membantu dunia kesehatan. Sayangnya penyebaran tenaga apoteker dinilai masih belum merata.

Dalam siniar kesehatan literasi sehat, disebutkan bahwa setiap tahun, sekitar 12.000 apoteker baru lulus dari 70 perguruan tinggi farmasi di Indonesia. Namun, tanpa insentif pemerintah untuk mendorong mereka mengabdi di daerah terpencil, pemerataan tenaga kesehatan tetap menjadi tantangan.

“Kita berharap apoteker tidak hanya praktik di kota besar, tetapi juga menjangkau daerah yang membutuhkan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Apoteker Indonesia (AIA) Noffendri Roestam, melalui siaran pers, Minggu (12/1/2024).

Ia menjelaskan, sebanyak 60 persen apoteker terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara sisanya tersebar di seluruh Indonesia. Pola ini juga terlihat di tingkat provinsi—mayoritas apoteker praktik di ibu kota dibandingkan kabupaten atau kota lainnya.

"Hingga Oktober 2024, Indonesia memiliki 106.000 apoteker, tetapi distribusi yang tidak merata menghambat layanan kesehatan di banyak wilayah," ungkap Noffendri.

Di tengah keterbatasan fasilitas kesehatan, swamedikasi—pengobatan mandiri untuk gangguan kesehatan ringan—muncul sebagai alternatif penting.

Menurut dr. Muhammad Fajri Adda’i, residen kardiologi dan dokter inuencer, swamedikasi membantu masyarakatmengatasi gejala ringan sekaligus mengurangi beban fasilitas kesehatan. Namun, edukasi menjadi kunci keberhasilan.

“Pembelian obat golongan bebas (tanda lingkaran hijau), dan bebas terbatas (tanda lingkaran biru) tanpa resep harus dilakukan dengan mematuhi aturan dosis di kemasan, karena penggunaan secara berlebihan dapat mengakibatkan efek samping kerusakan organ dalam,” jelas Fajri.

Ia juga menekankan pentingnya konsultasi tenaga kesehatan jika kondisi tidak membaik dalam tiga hari.

Sementara Psikolog Klinis Anak dan Keluarga Irma Gustiana Andriyani menambahkan, kurangnya pengetahuan dasar mengenai hidup sehat dan penggunaan obat yang aman di rumah dan di sekolah memberikan celah bagi remaja untuk mencoba hal-hal berbahaya, termasuk penyalahgunaan obat.

"Perlu keterlibatan banyak pihak, bukan hanya keluarga, tetapi anggota masyarakat, pemerintah juga sekolah untuk memberikan edukasi terkait penggunaan obat yang bijak sejak usia dini,” pungkasnya.

Di dalam siniar ini, ketiga pembicara sepakat bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan ini, diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan semua pihak dan memperhatikan berbagai faktor yang mencakup beberapa strategi.

Faktor yang perlu menjadi perhatian itu seperti edukasi kepada masyarakat secara komprehensif agar meningkatkan pengetahuan tentang pedoman swamedikasi dan penggunaan obat yang aman.

Kemudian percepatan dan penyederhanaan proses izin apotek untuk memastikan akses masyarakat di seluruh wilayah Indonesia untuk swamedikasi, dan pemerataan infrastruktur kesehatan seperti sarana pelayanan kefarmasian dan tenaga kefarmasian.

Topik Menarik