Dipecat PDIP, Jokowi Berlabuh ke Partai Apa?
Joko Widodo (Jokowi) dipecat dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ke partai apa Presiden ke-7 RI tersebut berlabuh?
Pemecatan Jokowi tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditandatangani Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Pemecatan tersebut diumumkan Ketua Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun dalam keterangan melalui video, Senin (16/12/2024). PDIP juga memecat Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution. SK pemecatan Gibran bernomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024. Sedangkan SK pemecatan Bobby bernomor 1651/KPTS/XII/2024. Penetapan pemecatan dilakukan pada 14 Desember 2024.
Komarudin menegaskan, Jokowi, Gibran, dan Bobby dilarang untuk melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDIP.
"Terhitung setelah dikeluarkannya surat pemecatan ini, maka DPP PDI Perjuangan tidak ada hubungan dan tidak bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh Saudara Joko Widodo," tegas Komarudin.
Dia juga menyampaikan, DPP PDIP akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada Kongres PDIP yang akan datang. "Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya," kata Komarudin.
Menyikapi pemecatan tersebut, Jokowi buka suara. "Ndak apa, saya menghormati itu dan saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian karena keputusan itu sudah terjadi. Nanti waktu yang akan mengujinya," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (17/12/2024) sore.
Jokowi hanya tersenyum saat ditanya apakah nanti KTA PDIP akan dikembalikan atau tidak. Ketika ditanya apakah akan membentuk partai baru, Presiden ke-7 RI ini hanya menjawab singkat. "Saya sudah menyampaikan, partai perorangan," ucapnya.
Soal putranya, Gibran Rakabuming Raka, yang juga turut dipecat dari PDIP, Jokowi mempersilakan untuk bertanya langsung kepada Gibran. "Ya, tanya saja ke Mas Gibran."
Terkait alasan pemecatan yang dijadikan dasar PDIP, Jokowi kembali menegaskan bahwa dirinya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian karena telah diputuskan. "Nanti waktu yang akan mengujinya," kata Jokowi.
Respons Parpol
Meski Jokowi belum memastikan berkiprah di partai apa setelah dipecat PDIP, spekulasi tentang rumah politik baru suami Iriana tersebut terus bermunculan.Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Muhammad Sarmuji mengatakan, pihaknya terbuka untuk menerima Jokowi jika ingin bergabung ke Golkar.
"Jika setelah mempertimbangkan segala hal Pak Jokowi masuk ke Golkar, sebagai partai terbuka, tidak ada halangan bagi Golkar untuk menerima beliau dengan tangan terbuka," terang Sarmuji, Senin (16/12/2024).
Menurutnya, keanggotaan partai bersifat stelsel aktif. Untuk itu, ia menilai, perlu adanya komunikasi antara kedua belah pihak, antara partai dan kader.
"Saya pikir Pak Jokowi sekarang dalam tahap merenung untuk langkah beliau selanjutnya di politik. Kita tunggu saja langkah Pak Jokowi selanjutnya," tandas Sarmuji.
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia juga bersuara soal pemecatan Jokowi oleh PDIP. "Golkar itu sangat inklusif. Golkar itu terbuka bagi semua anak bangsa yang pingin mengabdikan dirinya lewat politik lewat partai. Jadi Golkar sangat inklusif ya," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Bahlil menyebut bahwa Jokowi merupakan sosok tokoh dan negarawan. Meski begitu, dirinya masih menunggu perkembangan terkait bergabungnya Jokowi dan anak mantunya ke partai berlogo pohon beringin itu.
"Saya tahu Pak Jokowi adalah tokoh ya, negarawan. Jadi saya pikir kita lihat perkembangannya, dari apa yang menjadi respons ya," kata Bahlil.
Bahlil juga menyebut bahwa partai politik lain menginginkan tokoh potensial. Menurutnya, Jokowi masih memiliki dukungan dari banyak masyarakat.
"Pak Jokowi kan mantan presiden. Pasti punya apa ya, simpati yang banyak orang, dukungan yang banyak orang. Ya kita lihatlah," ujarnya.
Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku tidak ingin berkomentar terlalu jaug tentang pemecatan Jokowi tersebut. "Kita jaga situasi politik kita mengakhiri 2024 ini dengan baik," kata AHY di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Saat ditanya apakah mengajak Jokowi gabung Partai Demokrat, AHY meresponnya dengan tersenyum. "Lebih baik tanya langsung ke Pak Jokowi," kata putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menyatakan, partainya terbuka kepada Jokowi. "Ya, kita serahkan pada Pak Jokowi lah. Pak Jokowi lebih tahu bagaimana dinamika politik ini, mana yang paling nyaman untuk Pak Jokowi, monggo mawon Pak Jokowi, Nasdem terbuka, anytime," kata Willy kepada wartawan, dikutip Rabu (18/12/2024).
Analisis Pengamat
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) menyarankan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminang Jokowi untuk menjadi ketua umum.Menurutnya, empat nama yang disebut masuk bursa calon Ketua Umum PPP kurang baik dibanding Jokowi. Diketahui, keempat nama yang disebut Ketua Majelis Pertimbangan PPP M Romahurmuziy masuk bursa pimpinan partai berlambang Ka'bah yakni Sandiaga Uno, Taj Yasin Maimoen, Saifullah Yusuf, dan Dudung Abdurachman.
"Dibanding empat nama tersebut, PPP sebaiknya mempertimbangkan nama Joko Widodo yang saat ini potensial untuk memimpin partai," kata Hensat dalam pernyataannya, Selasa (17/12/2024).
Hensat menilai, PPP saat ini lebih membutuhkan sosok besar untuk bisa kembali ke Senayan. "Dengan nama besar Pak Jokowi, diharapkan PPP bisa kembali ke Senayan, lebih dari 4 persen (parliamentary threshold)," katanya.
Tak hanya itu, Hensat juta menilai, PPP akan mendapatkan keuntungan lain jika meminang Jokowi sebagai ketua umum. Salah satunya, anak Jokowi yang menjabat Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka dinilai bisa jadi ikut bergabung ke PPP. Menurutnya, ini akan menjadi keuntungan tersendiri untuk PPP karena nantinya memiliki kader yang menjadi wakil presiden.
"Dan lagi-lagi, bila PPP meminang Pak Jokowi, sangat mungkin juga Gibran juga akan masuk, bayangkan PPP nantinya memiliki kader yang jadi wakil presiden," pungkas Hensat.
Sementara, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, mendirikan partai politik baru bisa dilakukan Jokowi untuk membuktikan siapa yang kuat sekaligus menjawab perbedaan pandangan dari para pendukung Jokowi dan PDIP.
Menurut Adi, Jokowi punya segalanya. Dia lalu menyebut Jokowi sebagai mantan presiden dengan approval rating tinggi. "Punya wapres, gubernur Sumut. Klaim punya loyalis dan jaringan yang katanya solid nan militan," demikian dikutip dari akun @adiprayitno.official, Kamis (19/12/2024).
Sementara,Sementara, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai, surat pemecatan yang dikeluarkan PDIP akan membuat citra dan reputasi Jokowi jatuh. Bahkan, lewat surat pemecatan itu, Jokowi diprediksi sulit untuk diterima partai politik lain.
"Sebagai mantan presiden, tentu alasan pemecatan itu sangat merusak citra dan reputasinya. Jokowi selama menjadi presiden dinilai cacat karena mengintervensi hukum, yang bukan kewenangannya. Tuduhan ini tentu sangat merugikan Jokowi," kata Jamiluddin Ritonga dalam keterangannya, dikutip Rabu (18/12/2024).
Selain itu, dia menyinggung pertimbangan pemecatan lainnya lantaran Jokowi dinilai telah melanggar AD/ART, kode etik, dan disiplin partai. Menurutnya, hal ini telah mengesankan Jokowi bukanlah kader yang loyal ke partai.
Bahkan, kata dia, Jokowi juga bisa dipersepsi sebagai sosok yang tidak tegak lurus dengan keputusan partai. Padahal, tegak lurus terhadap keputusan partai menjadi keharusan bagi setiap kader partai, khususnya PDIP.
"Hal ini kiranya akan menjadi catatan bagi partai lain terhadap sosok Jokowi. Kader yang tidak loyal tentu akan menjadi dasar pertimbangan bagi partai lain untuk menerimanya," ujarnya.
Jamiluddin menyebut, hal itu dapat mempersulit partai lain untuk menerima Jokowi sebagai kader. Partai lain tentu tak ingin hal yang sama akan terjadi di partainya. Sebab, tak ada satu partai pun yang ingin dikhianati kadernya.
"Jadi, alasan pemecatan Jokowi tampaknya akan mempersulit partai lain menerima Jokowi. Apalagi kalau menempatkan Jokowi di posisi strategis. Elite partai lain tampaknya berpeluang menolaknya," tuturnya.
Kini, publik terus menanti apakah Jokowi akan bergabung dengan partai yang sudah eksis, bikin parpol baru, atau tidak ke mana-mana alias tetap di 'partai perorangan' yang selalu disebutnya. Achmad Al Fiqri, Ary Wahyu Widodo, Raka Dwi Novianto, Felldy Utama, Sucipto