Kelemahan Pengaruh Kesultanan Demak yang Membuat Kekuatannya Terpecah di Pedalaman Pulau Jawa

Kelemahan Pengaruh Kesultanan Demak yang Membuat Kekuatannya Terpecah di Pedalaman Pulau Jawa

Infografis | sindonews | Sabtu, 7 Desember 2024 - 07:54
share

Kesultanan Demak muncul menjadi salah kerajaan di Pulau Jawa yang disegani pascasurutnya Kerajaan Majapahit. Konon kekuatan armada Demak tergolong tangguh hingga mampu mengusir Portugis dari wilayah pesisir utara Pulau Jawa.

Sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, Demak berusaha untuk memperluas kekuasaannya dengan menaklukkan beberapa wilayah bekas Kerajaan Majapahit. Bahkan Demak berhasil mendirikan kesultanan bawahan bernama Banten, sebagai garis pertahanan depan terhadap serangan orang-orang Portugis dari Malaka.

Tapi sayang armada perang Demak tak cukup membendung Portugis menguasai Kepulauan Maluku. Padahal di Maluku komoditi rempah-rempah menjadi yang diburu oleh bangsa Eropa kala itu. Bandar dagang rempah-rempah itu pun jatuh ke tangan Portugis, yang membuat Kesultanan Demak gigit jari.

Tak hanya itu, kekuatan Demak juga konon masih lemah di daerah pedalaman Jawa. Armadanya hanya mampu menguasai daerah-daerah pesisir pantai saja. Sebagaimana dikutip dari "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" dari sejarawan Prof. Slamet Muljana, hal ini membuat kekuatan Demak terpecah-pecah di pedalaman.

Konon hal ini terjadi ditafsirkan sejarawan Prof. Slamet Muljana karena kelalaian Jin Bun atau Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak. Jin Bun konon kurang merangkul rakyat pedalaman bekas kerajaan Majapahit, Demak kehilangan simpati rakyat banyak.

Tenaga rakyat yang seharusnya dapat digunakan demi kepentingan pertahanan negara, akibat sikap Jin Bun yang kurang memperhatikan nasib rakyat pedalaman, malah memusuhinya. Terbukti bahwa soal agama juga merupakan salah satu sebab yang melemahkan kedudukan Demak.

Sultan Demak beserta para pengikutnya memeluk agama Islam Madzhab Hanafi, seperti yang diajarkan oleh Sunan Ampel alias Bong Swi Hoo. Namun, sebagian besar rakyat bekas Kerajaan Majapahit, masih tetap memeluk agama Hindu. Daerah Pasuruan dan Panarukan tetap merupakan daerah agama Hindu, tidak tunduk kepada Demak.

Setelah pusat Kerajaan Majapahit diduduki oleh tentara Demak pada tahun 1527, orang-orang Majapahit yang menolak agama Islam, menyingkir ke Pasuruan dan Panarukan atau ke Bali. Mereka mengikuti jejak para putra Dyah Ranawijaya Girindrawardhana. Bekas wilayah Majapahit di sebelah barat, terutama daerah Pengging dan sekitarnya, sebagian masih dikuasai oleh pembesar-pembesar yang masih beragama Hindu.

Sedangkan beberapa pembesar yang masuk Islam, seperti Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butun, dan Ki Ageng Ngerang memeluk agama Islam madzhab Syi'ah, ajaran Syaikh Siti Jenar. Syaikh Siti Jenar telah dikenakan hukuman bakar karena dituduh menyelewengkan ajaran agama Islam, mem- beberkan rahasia yang seharusnya disimpan baik-baik.

Topik Menarik