Kisah Cinta Hayam Wuruk Gagal Nikahi Dyah Pitaloka malah Dapat Paduka Sori Nan Cantik Jelita
RAJAMajapahit Hayam Wuruk boleh gagal nikahi putri Sunda Dyah Pitaloka Citraresmi usai Perang Bubat. Tapi, setelah itu sang raja malah mendapat Paduka Sori nan cantik jelita, putri Wijayarajasa dari Wengker.
Dyah Pitaloka, anak Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa ini meninggal bunuh diri melihat ayah dan ibunya tewas saat perang ditumpas Gajah Mada.
Gajah Mada memporak-porandakan rencana lamaran dan pernikahan antara Hayam Wuruk, raja muda Majapahit dengan Dyah Pitaloka. Apalagi sosok Dyah Pitaloka memiliki kecantikan luar biasa sehingga membuat Hayam Wuruk benar-benar cinta berat.
Perang Bubat memang membuat kondisi lamaran dan pernikahan menjadi kacau semuanya. Peperangan berat sebelah ini mengakibatkan seluruh rombongan pengiring pengantin dari Kerajaan Sunda gugur.
Konon dari pejabat Sunda hingga pasukannya, termasuk sang raja, hanya satu perwira yang berhasil melarikan diri yakni Pitar karena berpura-pura gugur.
Sementara, Dyah Pitaloka memilih mengakhiri hidupnya melihat ayah dan ibunya gugur di tangan pasukan Bhayangkara yang dikomandoi Gajah Mada.
Kisah Mpu Prapanca, Pujangga Majapahit Menulis Negarakertagama Mengenai Kerajaan Singasari
Setelah Perang Bubat sebagaimana dikutip dari "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" karya Prof Slamet Muljana, Hayam Wuruk begitu sedih. Dia merasa bersalah karena niatan menikah gagal terealisasi hingga membuat Dyah Pitaloka bunuh diri.
Namun, dikisahkan pada Pararaton sebagaimana tercantum pada buku yang ditulis sejarawan Prof Slamet Muljana, Hayam Wuruk sebenarnya juga akhirnya menikah dengan seorang perempuan nan cantik jelita.
Perempuan cantik itu bernama Paduka Sori, putri Wijayarajasa dari Wengker yang dinikahi usai Perang Bubat. Bahkan, Pararaton mengisahkan Hayam Wuruk konon masih hidup selama 32 tahun setelah Perang Bubat hingga akhirnya mangkat atau meninggal dunia pada tahun 1389.
Menariknya, hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada tidak langsung renggang setelah Perang Bubat.
Mahapatih Gajah Mada masih ikut mengiringi Sang Prabu Hayam Wuruk dalam perjalanannya keliling Lumajang pada tahun 1359 sebagaimana terdapat di pupuh 18/2 Kakawin Pararaton.
Gajah Mada dan Hayam Wuruk juga masih sama-sama ikut dalam perayaan Serada tahun 1362 untuk memperingati wafatnya Sri Rajapatni atau Gayatri yang merupakan nenek Hayam Wuruk.
Pada tahun 1364 Pararaton menyinggung mangkatnya Gajah Mada sebagaimana pada pupuh 71/1. Kakawin Pararaton pula yang mengisahkan Gajah Mada melakukan mukti palapa atau bisa dikatakan pemberhentian dari jabatannya.
Pemberhentian Gajah Mada dari Patih Amangkubhumi ini terjadi sesudah Perang Bubat. Hal ini karena Hayam Wuruk tidak menyetujui politik Gajah Mada terhadap Sunda. Peristiwa ini yang disebut sejarawan Slamet Muljana sama sekali tidak disinggung pada Nagarakretagama.