Kebijakan Penghapusan Kredit Macet Beri Napas Baru UMKM
Kebijakan penghapusan piutang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 dinilai menjadi napas baru bagi pelaku usaha UMKM yang sebelumnya masuk daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Hal ini juga disampaikan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman. Di mana, UMKM yang telah dihapus tagih utangnya bisa dapat mengakses kembali pembiayaan ke lembaga keuangan formal. Meskipun, kebijakan tersebut tidak berlaku untuk semua UMKM, hanya yang memenuhi kriteria dan syarat dalam PP 47/2024.
"Pengusaha UMKM ini setelah keluar dari utang itu bisa akses pembiayaan lagi. Analogi saya, mereka punya nyawa lagi yang sebelumnya terkunci di blacklist. Ini mereka diberi kesempatan kedua," ujar Maman di Jakarta belum lama ini.
Sambut Ridwan Kamil Bersama 1.500 Kader PKS Jakarta Timur, Suswono: Komitmen Kuat Menangkan RIDO
Dalam menindaklanjuti PP 47/2024, terdapat beberapa yang perlu dilakukan. Pertama, pendataan kredit macet UMKM, khususnya bagi UMKM di sektor pertanian, perkebunan dan peternakan; perikanan dan kelautan; serta industri mode/busana dan kuliner. Terkait pendataan, Maman menyebutkan bahwa proses ini sudah dilakukan oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Kedua, kebijakan penghapusan piutang macet pada bank BUMN berlaku untuk waktu enam bulan terhitung sejak berlakunya PP tersebut, sehingga perlu langkah cepat dan strategis untuk melaksanakannya.
Ketiga, koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu juga perlu koordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Himbara sebagai pemberi kredit.
Keempat, perlu dibentuk tim bersama yang terdiri dari para stakeholder terkait. "Pembentukan tim untuk koordinasi, karena data banyak dan tersebar, ini kami sinkronkan," ucap Maman.
Berikutnya adalah mitigasi risiko adanya moral hazard, baik dari sisi debitur maupun dari sisi perbankan. "Ini yang harus dijaga betul, jangan sampai semua pengusaha UMKM merasa dihapus utangnya. Ini perlu disosialisasikan, ini nggak berlaku untuk semuanya, ini berlaku untuk pelaku UMKM yang masuk daftar hapus buku," jelas dia.
Maman mengatakan bahwa kebijakan penghapusan piutang macet UMKM ini sebenarnya telah diinisiasi pada periode pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Namun, belum bisa direalisasikan hingga akhir masa pemerintahannya. Kebijakan ini akhirnya hadir di awal pemerintahan Prabowo Subianto yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM.
"Kata kunci ada pada bank, karena sejatinya bank itu sudah punya list nama-nama pengusaha UMKM. Itu ada ratusan ribu pengusaha UMKM, yang mana mereka nggak punya kesanggupan bayar lagi. Yang harus diantisipasi moral hazard, jangan sampai diterjemahkan pengusaha UMKM berlaku untuk semuanya," ungkap Maman.
Pihaknya menegaskan bahwa kebijakan ini harus disosialisasikan dengan baik, agar terhindari dari moral hazard. Di mana, beberapa kriterianya adalah kredit yang telah dihapus buku lima tahun lalu, dari kredit program yang telah selesai, dan maksimal kredit Rp 500 juta.
Bank juga tidak bisa asal hapus tagih, karena kredit yang disalurkan berasal dari dana simpanan masyarakat, berupa deposito, tabungan, dan juga giro. Apabila kredit menjadi macet, bank tetap harus membayar bunga deposito dan tabungan masyarakat, pun sebagai perusahaan BUMN, bank tetap harus menjaga tata kelola dan bertanggung jawab terhadap stakeholder.
Bisa Selesai Tepat Waktu
Lebih lanjut, Maman optimistis proses penghapusan piutang macet UMKM bisa selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan PP 47/2024, yakni enam bulan. Nantinya, Himbara perlu melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan rapat internal untuk memperoleh persetujuan pemegang saham mengenai hapus tagih.
"Karena yang dibutuhkan bank itu payung hukum untuk hapus tagih pengusaha UMKM yang tidak mampu bayar. Maka dikeluarkan PP agar pihak bank punya payung hukum, diberi waktu enam bulan, bersama kami selesaikan semuanya. Pihak bank nanti juga akan lakukan RUPS dan rapat internal," papar dia.
Secara terpisah, Ekonom Senior & Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto juga mendukung hadirnya PP 47/2024 yang merupakan amanat dari UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Semua pihak harus berkoordinasi agar kebijakan tersebut bisa diimplementasikan dengan cepat dan tepat sasaran, lantaran waktunya tidak lama.
"Perlu tim verifikasi dari pemerintah juga untuk mencegah moral hazard dari bank. Bank BUMN ini juga minta perlindungan hukum, kepastian hukum, kalau ada apa-apa masalah di kemudian hari, mereka punya pegangan, karena ada dari pemerintah yang ikut verifikasi, sehingga tidak ada moral hazard," tutur Ryan ketika dihubungi Senin (25/11)
Menurut Ryan, dengan pemutihan kredit macet UMKM, diharapkan juga bisa membuat mereka berusaha dan punya akses pembiayaan lagi. Hal ini akan berdampak luar biasa pada perekonomian nasional. "Karena mereka masuk blacklist SLIK, kalau dihapus tagih artinya dianggap lunas. Ini dampaknya luar biasa ke perekonomian," ujar Ryan.