Kisah Ki Gede Bungko, Laksamana Kesultanan Cirebon yang Dikenang dengan Musik dan Tarian

Kisah Ki Gede Bungko, Laksamana Kesultanan Cirebon yang Dikenang dengan Musik dan Tarian

Infografis | sindonews | Selasa, 22 Oktober 2024 - 06:07
share

KI Gede Bungko adalah nama yang tidak hanya tercatat dalam sejarah, tetapi juga diabadikan dalam seni musik dan tarian tradisional. Kisah kepahlawanan panglima angkatan laut Kesultanan Cirebon ini terus hidup melalui alunan Angklung Bungko dan gerak tari.

Tarian sepertiTari Panji, Banteleo, Ayam Alas, Bebek Ngoyor, danBlarak Sengklesering disebut sebagai jejak kebesaran sang panglima yang berhasil menjaga keamanan perairan Cirebon di masa kerajaaan masa lalu.

Kisah kehebatan Ki Gede Bungko ditemukan dalamSerat Carub Kandhakarya Pangeran Abdul Hamid Sukama Jaya, ditulis pada tahun 1840. Dalam serat ini, disebutkan bahwa Ki Gede Bungko, yang memiliki nama asliJakataruna.

Baca juga: Kisah Kemarahan Rakyat Majapahit saat Etnis Tionghoa Diangkat Jadi Penguasa

Dia adalah seorang veteran perang angkatan laut dari Kerajaan Majapahit. Ia berasal dari wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, dan menjadi sosok penting di era Kesultanan Cirebon pada abad ke-15.

Perjalanan Jakataruna menjadi panglima angkatan laut Cirebon dimulai ketika ia masih menjadi muridSunan Ampel. Suatu hari, Sunan Gunung Jati datang ke Surabaya untuk menemui Sunan Ampel.

Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan penting, di mana Sunan Ampel menugaskan Jakataruna untuk menemani Sunan Gunung Jati ke Jawa bagian barat.

Setibanya di wilayah tersebut, Sunan Gunung Jati memberikan Jakataruna jabatan sebagai penguasa atauKi Gede di Desa Bungko, sebuah desa pesisir di barat laut Cirebon. Sejak saat itulah, nama Jakataruna berubah menjadiKi Gede Bungko.

Baca juga: Kisah Hayam Wuruk Mencetuskan Kutara Manawa dengan Berpijak Kitab India

Keahlian Ki Gede Bungko di medan laut kembali diuji saat Sunan Gunung Jati mempercayakannya untuk memimpin misi besar menumpas perompak di Laut Jawa. Kejadian ini bermula dari perompakan yang dilakukan olehLuwu Ijo.

Mereka kelompok perompak yang meresahkan perairan dari Gebang hingga Mundu. Luwu Ijo bahkan berhasil merampas kapalPangeran Bratakelana, putra mahkota Sunan Gunung Jati, dan membunuhnya bersama para pengawalnya.

Merasa kehilangan yang mendalam, Sunan Gunung Jati mengutus Ki Gede Bungko untuk membasmi Luwu Ijo. Dengan keberanian dan taktiknya yang cerdas, Ki Gede Bungko berhasil menumpas perompak tersebut dan memulihkan keamanan perairan utara Jawa.

Stabilitas laut ini menjadi kunci keberhasilan perdagangan rempah di Cirebon. Pada tahun 1522, Ki Gede Bungko kembali menunjukkan kehebatannya. Saat itu, pasukan Portugis bekerja sama dengan Kerajaan Pajajaran setelah kalah perang dengan Cirebon.

Kerja sama ini untuk mempertahankan Pelabuhan Sunda Kelapa, sumber utama ekonomi Pajajaran. Merasa terancam, Sunan Gunung Jati memutuskan untuk menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa dari dua arah: darat dan laut.

Baca juga: Kisah Hayam Wuruk dan Sistem Pungutan Pajak di Majapahit

Ki Gede Bungko memimpin pasukan dari laut, berpura-pura kalah untuk memancing kelengahan Portugis. Begitu pasukan Portugis lengah, serangan dari darat dan laut dilancarkan secara serentak, memukul mundur pasukan asing tersebut.

Kehebatan Ki Gede Bungko tidak hanya terbatas pada pertempuran di laut. Ia juga pernah memimpin misi untuk menumpas aliran sesat yang dipimpin olehKi Gedeng Kapetakan. Istana aliran sesat itu memiliki banyak pengikut yang mengguncang stabilitas umat Islam di Cirebon.

Ki Gede Bungko dengan sigap menangani ancaman ini dan memastikan ajaran Islam dapat berkembang dengan baik di wilayah tersebut. Ki Gede Bungko wafat dan dimakamkan di Desa Bungko, meskipun jasadnya dimakamkan diAstana Gunung Jatikarena jasanya yang besar.

Namanya tidak hanya dikenang dalam naskahSerat Carub Kandha, tetapi juga melalui musik dan tari. Tarian sepertiTari Bebek Ngoyormenggambarkan perjuangan Ki Gede Bungko saat menaklukkan Sunda Kelapa bersama pasukan Cirebon dan Demak.

Tari Ayam Alasmenceritakan bagaimana ia berhasil mengalahkan aliran sesat di Cirebon. Gerakan dalam tarian ini mencerminkan kekuatan dan ketangguhan, karena diilhami dari kisah-kisah peperangan.

Selain itu, ada jugaAngklung Bungko, alat musik tradisional yang masih lestari hingga kini. Diceritakan bahwa Ki Gede Bungko sangat menyukai musik, terutama angklung, yang sekarang dikenal sebagaiAngklung Bungko Cirebon.

Musik angklung ini tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga lambang kebersamaan dan kekuatan, sebagaimana yang pernah diusung oleh sang Laksamana.

Topik Menarik