Sejak Awal 2024, China Kubur Surat Utang AS Rp329 Triliun
China telah membuang lebih dari USD21 miliar atau setara Rp329 triliun obligasi AS sejak awal 2024. Data ini disorot oleh aksi jual terbesar yang diprakarsai oleh China yang pernah tercatat dengan USD53,3 miliar dibuang pada kuartal I-2024. Data dari kuartal III-2024 belum dikompilasi tetapi dengan harga saat ini dapat menambah USD5 miliar-USD10 miliar lebih banyak yang dibuang oleh pendiri BRICS tahun ini.
China dan negara-negara BRICS lainnya telah melepas obligasi AS senilai miliaran dolar AS sejak tahun 2022. Negara komunis ini memiliki rekor dumping tertinggi dalam dua tahun terakhir. Perkembangan ini mengindikasikan bahwa negara-negara BRICS dan negara berkembang lainnya ingin beralih dari kepemilikan aset AS dalam cadangan devisa mereka. Greenback telah menderita akibat dedolarisasi dan inflasi selama periode tahun yang sama.
Kini, semakin banyak negara di seluruh dunia yang mengincar BRICS sebagai alternatif agar tidak mengalami nasib yang sama di tangan dolar AS. Utang AS mencapai lebih dari USD35,6 triliun pada 2024, yang banyak ditakuti oleh para pendukung USD dan daya tarik negara-negara BRICS.
China telah menjadi salah satu promotor terbesar dedolarisasi, menggunakan mata uang Yuan dan mata uang lokal dalam perdagangan dengan negara-negara lain. Selain itu, saat mereka menjual treasury, China juga secara besar-besaran mengakumulasi emas dalam cadangannya. China dan aliansi BRICS adalah pembeli emas terbesar di tahun 2022, 2023, dan bahkan 2024. Tahun lalu saja, China membeli beberapa ton emas senilai USD550 miliar untuk cadangannya. Hal ini sesuai dengan narasi yang sudah lama beredar bahwa mata uang BRICS yang baru akan didukung oleh logam mulia.
China dan BRICS bergerak semakin menjauh dari dolar AS, treasury, dan obligasi utang pemerintah. Stephen Chiu, Kepala Ahli Strategi Valuta Asing dan Nilai Tukar Asia di Bloomberg Intelligence meyakini bahwa hal ini akan terus berlanjut, terutama seiring meningkatnya ketegangan antara AS dan BRICS. "Penjualan surat-surat berharga AS oleh China dapat meningkat seiring dengan berlanjutnya perang dagang AS-China," ujar dia diansir dari Watcher Guru, Minggu (6/10/2024).
Hal ini terutama berlaku jika calon Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, terpilih pada bulan November ini. Oleh karena itu, BRICS dan China terpaksa menjual surat-surat berharga AS sebelum hal itu terjadi untuk mendapatkan keuntungan setelah pemilihan umum AS tahun ini.