Teknologi AI Jadi Solusi Sekaligus Tantangan Baru untuk Tunanetra   

Teknologi AI Jadi Solusi Sekaligus Tantangan Baru untuk Tunanetra  

Gaya Hidup | serpong.inews.id | Jum'at, 18 Oktober 2024 - 17:30
share

Penulis :  Athaya Hana Mumtaza, Keira Putri Minerva, Ryan Chen

TEKNOLOGI kecerdasan buatan (AI) telah memberikan manfaat nyata bagi berbagai kalangan, termasuk penyandang tunanetra. AI menawarkan berbagai solusi yang memudahkan kehidupan sehari-hari mereka.

Namun, di balik manfaat yang signifikan, terdapat tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan, terutama terkait aksesibilitas, penggunaan yang berlebihan, dan keamanan data.

Seorang tunanetra dan pengajar komputer di Yayasan Mitra Netra, Suryo Pramono, merasakan bagaimana teknologi AI telah memberikan perubahan signifikan dalam kehidupannya dengan memfasilitasi aksesibilitas yang sebelumnya sulit dijangkau.

“Sekarang, pemanfaatan AI sudah banyak. Misalnya, ada teknologi pengenalan mata uang yang diterapkan dalam aplikasi untuk mengenali uang, aplikasi pengenalan wajah, pengenalan ruang, dan bahkan aplikasi untuk membaca dokumen yang tidak dapat diakses sebelumnya,” jelas Suryo, beberapa waktu lalu.

Suara senada disampaikan Fakhry Muhammad Rosa, seorang tunanetra yang juga pengajar komputer di Yayasan Mitra Netra.

“Dulu, saya harus bertanya kepada orang lain tentang isi gambar. Sekarang, AI bisa membantu saya mendeskripsikan gambar tersebut. Ini sangat memudahkan, meskipun tetap perlu konfirmasi untuk memastikan keakuratannya,” sebagaimana dituturkan Fakhry.

Salah satu contoh aplikasi pengenalan mata uang yang memungkinkan tunanetra untuk mengenali nominal uang secara mandiri adalah Cash Reader.

 

Selain itu, teknologi OCR (optical character recognition) mampu mengenali karakter dari gambar dan mengubahnya menjadi teks yang dapat dibaca oleh pembaca layar.

Meski AI membawa banyak manfaat, Suryo dan Fakhry sepakat bahwa ada beberapa hal yang perlu diwaspadai, di antaranya kemampuan berpikir, interaksi sosial, dan keamanan data.

“Teknologi AI membuat orang menjadi malas berpikir. Dengan ChatGPT, misalnya, kita bisa mendapatkan jawaban dengan mudah, sehingga ada kecenderungan untuk lebih memilih berinteraksi dengan aplikasi daripada dengan teman sendiri."

Selain itu, masalah keamanan data juga menjadi perhatian penting. Suryo menekankan bahwa banyak tunanetra yang belum sepenuhnya menyadari risiko keamanan saat menggunakan teknologi digital.

“Teman-teman seringkali hanya tahu bahwa mereka dapat mengakses perbankan lewat perangkat tanpa benar-benar memahami risiko di baliknya, sehingga mereka membagikan informasi pribadi atau mengunduh aplikasi yang bisa membahayakan," cerita Suryo dengan rasa khawatir kepada penulis.

Dalam konteks pengembangan aplikasi AI, Fakhry menekankan bahwa fokus utama seharusnya bukan pada penciptaan aplikasi khusus untuk tunanetra, melainkan pada upaya membuat aplikasi yang sudah ada menjadi lebih aksesibel. Para pengembang teknologi harus memberikan perhatian lebih terhadap aspek aksesibilitas ini, sehingga tunanetra dapat memanfaatkan teknologi dengan lebih optimal.

Selain perkembangan AI, inisiatif untuk meningkatkan kemandirian tunanetra juga hadir melalui berbagai program pengabdian masyarakat. Salah satunya adalah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), di mana Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra. Program PKM ini bertujuan untuk memberdayakan komunitas tunanetra melalui pelatihan keterampilan di bidang podcasting. (*)


Meski AI membawa banyak manfaat, ada beberapa hal perlu diwaspadai, di antaranya kemampuan berpikir, interaksi sosial, dan keamanan data. (Foto: Keira Putri Minerva)

 

Topik Menarik