Kerap Timbulkan Kecemburuan di Jalan Raya, Patwal Diusulkan Hanya untuk Presiden dan Wapres
JAKARTA, iNews.id - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan agar patroli dan pengawalan (patwal) kepolisian hanya diperuntukkan bagi Presiden dan Wakil Presiden (wapres). Ini karena penggunaan patwal kerap menimbulkan kecemburuan dan gesekan dengan pengguna jalan lain.
Terbaru, kendaraan Utusan Khusus Presiden Raffi Ahmad menggunakan patwal hingga ramai karena diduga bersikap arogan di jalan raya. Ini menuai kontroversi, sebab saat itu Raffi Ahmad sedang tidak melaksanakan tugas negara.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menjelaskan usulan ini untuk mengurangi dampak negatif penggunaan patwal yang kerap menjadi sorotan masyarakat.
"Patroli dan pengawalan belakangan menimbulkan persepsi kurang baik dari masyarakat. Terlebih kasus iring-iringan kendaraan berpelat RI 36 yang viral di media sosial memicu perdebatan," ujar Djoko, dalam keterangan tertulisnya dilansir Kamis (30/1/2024).
Dia menilai, penggunaan patwal oleh banyak pejabat negara tidak hanya membebani masyarakat di jalan raya tetapi juga menimbulkan kecemburuan sosial.
Djoko menyarankan pejabat lain yang merasa membutuhkan akses cepat untuk rapat atau agenda penting, agar menggunakan transportasi umum. "Angkutan umum di Jakarta sudah memberikan pelayanan yang cakupannya setara dengan kota-kota dunia, yakni 89,5 persen wilayah terjangkau. Jadi, pejabat juga bisa memanfaatkan itu," katanya.
Djoko menjelaskan, semakin banyak pejabat yang menggunakan patwal akan memperparah kemacetan di Jakarta. Lebih dari 100 kendaraan setiap harinya memerlukan pengawalan polisi menuju berbagai tempat. Situasi ini tak hanya menghambat masyarakat umum, tetapi juga memicu stres akibat bunyi sirene patwal yang terus-menerus terdengar.
"Jalan di Jakarta dibangun dari pajak masyarakat. Tentu semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali kendaraan tertentu yang memang diatur dalam Pasal 134 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Djoko.
Dalam Pasal 134, diatur kendaraan yang mendapat prioritas pengawalan meliputi ambulans, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan kecelakaan, kendaraan pimpinan lembaga negara, tamu negara, iring-iringan jenazah, dan konvoi untuk kepentingan tertentu.
Namun, Djoko mengkritik implementasi aturan tersebut yang kini dianggap terlalu luas. Perlu pembatasan yang tegas agar pengawalan tidak menjadi fasilitas yang dianggap istimewa bagi sebagian pejabat.
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 4 Tahun 2017, pejabat yang berhak mendapatkan pengawalan mencakup Presiden, Wakil Presiden, Ketua/Wakil Ketua DPR, DPD, MPR, hingga Gubernur dan Bupati. Namun, Djoko menyebutkan, tidak semua pejabat memerlukan fasilitas tersebut setiap saat.
"Patwal sebaiknya difokuskan untuk Presiden dan Wakil Presiden saja. Ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga demi keadilan sosial," katanya.
Djoko berharap, usulan ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi pihak terkait, khususnya Kepolisian, untuk membatasi penggunaan patwal dan mengembalikan fungsinya sesuai kebutuhan mendesak.
Menurutnya, langkah ini dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah sekaligus mengurangi gesekan di jalan raya.
Untuk menciptakan ketenangan di masyarakat, Djoko meminta pejabat peka dengan kehidupan sosial. Selain itu, dia juga meminta kepada Polri untuk menertibkan oknum-oknum patwal. Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja, ujarnya.