Buah Maja Kesukaan Dewa Siwa, Konon Jadi Asal Usul Kerajaan Majapahit
JAKARTA - Kerajaan Majapahit diambil dari sebuah nama buah maja yang ditemukan di hutan Tarik. Buah ini konon mengilhami Raden Wijaya memberikan nama kerajaannya dengan nama Kerajaan Majapahit. Tapi nama buah maja yang sempat dimakan oleh rombongan pasukan dari Madura, termasuk Raden Wijaya ternyata buahnya berbeda.
Memang saat itu rombongan asal Madura untuk membuka Hutan Tarik sesuai izin dari Jayakatwang, dan arahan Arya Wiraraja penguasa Madura, tengah kelaparan di hutan. Ditemukanlah buah bernama maja, tapi ternyata pahit rasanya.
Padahal buah Maja sebenarnya berasa manis, tapi buah yang berasa manis itu ada pendapat baru masuk ke Nusantara saat dibawa oleh Portugis dan Belanda. Sedangkan buah yang terlebih dahulu ada di Nusantara yakni buah maja yang berasa pahit, dan mengandung racun.
Memang ada dua buah Maja sesuai dengan perkembangan saat ini. Sebagaimana dikutip dari buku "Pararaton Biografi Para Raja Singhasari Majapahit", buah Maja pertama yakni buah Maja berenuk dengan nama ilmiah Crescentia cujete dan maja bael, dengan nama ilmiah: Aegle marmelos. Maja-berenuk, atau lebih tepat disebut berenuk saja memiliki rasa yang pahit dan beracun, sehingga bisa digunakan sebagai bahan pestisida nabati.
Inilah yang menyebabkan buah ini kadang dikira sebagai asal-usul nama Majapahit. Tetapi, maja-berenuk baru masuk ke Indonesia pada zaman kolonial, dibawa orang-orang Portugis dan Belanda dari Amerika tropis. Maka, Arya Wirarāja segera mengirimkan orang-orang Madura untuk membuka hutan tersebut menjadi permukiman.
Itu artinya, buah maja yang menjadi asal-usul nama Majapahit tentunya bukan maja-berenuk, melainkan maja-bael yang berasal dari Asia selatan. Namun, buah maja-bael justru memiliki rasa yang manis dan bunganya berbau harum. Dalam bahasa Sanskerta, maja-bael disebut dengan bilwa, yang dipercaya sebagai buah kesayangan Dewa Śiwa.
Itulah sebabnya Kota Majapahit kelak disebut juga dengan istilah Wilwatiktapura, yang berasal dari kata bilwa (maja), tikta (pahit), dan pura (kota). Dari keterangan di atas, kiranya kita dapat merekonstruksi alur ceritanya ada seorang Madura yang kehabisan bekal dan merasa lapar.
Kebetulan ia menemukan buah maja-bael (bilwa) di tengah hutan. Pada umumnya maja-bael manis rasanya. Maka, tanpa pikir panjang, orang itu langsung memakannya. Di luar dugaan, entah mengapa buah maja yang ia lahap ternyata pahit rasanya, bahkan membuatnya mabuk dan muntah-muntah, sebagaimana dari Kidung Rangga Lawe.
Mungkin saja buah maja yang ia makan masih belum matang, tetapi karena kelaparan, tanpa pikir panjang ia langsung memakannya. Bagaimanapun juga, kejadian aneh ini segera tersebar bahwa telah ditemukan buah maja yang biasanya manis ternyata sangat pahit dan memabukkan. Kejadian unik ini kemudian diabadikan sebagai nama permukiman yang sedang dibuka di hutan tersebut, yaitu Majapahit.
Namun, cerita ini hanya terdapat dalam Pararaton dan Kidung Rangga Lawe yang baru ditulis ratusan tahun sesudah peristiwa berlalu. Benar atau salahnya belum dapat dibuktikan karena sampai sekarang belum ditemukan sumber primer yang membahas asal-usul nama Majapahit.