Menaker Sebut Ada 800.000 Sarjana Masih Menganggur, Ini Penyebabnya
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan terdapat 800.000 sarjana dengan lulusan perguruan tinggi di Indonesia yang masih menganggur.
Faktor banyaknya pengangguran di Indonesia disebabkan oleh ketidakcocokan (mismatch) antara kebutuhan industri dan keterampilan yang dimiliki para lulusan sarjana.
Bahkan, para lulusan sarjana di Indonesia yang masih menganggur memiliki usia produktif, yakni 21-29 tahun.
1. Program Pelatihan
Yassierli mengatakan untuk meningkatkan keterampilan para lulusan sarjana, terdapat program pelatihan yang dapat dilakukan di Balai Latihan Kerja (BLK). Namun, Universitas juga perlu melakukan peninjauan dan evaluasi kurikulum.
“Membuat pelatihan-pelatihan di BLK, tapi ada yang memang harus menjadi PR-nya institusi pendidikan untuk mereview kembali terkait dengan kurikulum mereka sebenarnya,” katanya, Jumat (21/3/2025).
Yassierli juga menambahkan, pada program pelatihan ini Universitas juga perlu melakukan peninjauan dan evaluasi kurikulum.
“Jadi, institusi pendidikan jadikan ini sebagai bahan untuk dievaluasi. Kemudian kami, tadi ada yang kita harus siapkan level BLK,” tambah Yassierli.
2. Sistem Pembelajaran
Yassierli menilai, permasalahan ini dapat diatasi dengan dukungan Pemerintah bersama instansi pendidikan.
Di sisi lain, pemerintah membuat program untuk meningkatkan keterampilan para lulusan sarjana agar sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.
“Jadi memang lulusan perguruan tinggi kita ini (usia) 20-29 itu kan mereka yang lulusan perguruan tinggi yang banyak ya. Pengangguran kita, kalau saya menjelaskan data itu sekitar 800.000-an. Jadi ada isu, bahasanya itu mismatch-nya,” katanya.
3. Kerjasama dengan Industri
Untuk mengatasi ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sudah berkoordinasi dengan pelaku industri nasional untuk lebih proaktif dan membuka kesempatan bagi sarjana yang masih menganggur.
“Kita ingin kawasan-kawasan industri juga lebih proaktif, lebih proaktif untuk membuka kesempatan, karena mereka yang paling tahu kebutuhannya apa,” ujar Yassierli.
“Mereka bisa langsung connect dengan SMK, dengan politeknik, kemudian membuat pelatihan-pelatihan, nanti kerja sama, itu yang menurut saya juga penting. Dan terakhir sebenarnya yang jadi PR banyak negara itu adalah kita belum punya blueprint, master plan future jobs itu seperti apa. Nanti kita akan butuh digital talent sekian dengan kompetensi aksi. Ini kami sedang susun juga,” pungkasnya.
Baca selengkapnya: Ada 800.000 Sarjana di RI Masih Menganggur