Polri Buru Otak Sindikat Penipuan Pakai Teknologi AI Deepfake Wajah Presiden Prabowo

Polri Buru Otak Sindikat Penipuan Pakai Teknologi AI Deepfake Wajah Presiden Prabowo

Nasional | okezone | Kamis, 23 Januari 2025 - 20:48
share

JAKARTA - Polri mengungkap bahwa kasus penipuan dengan teknologi artificial inteligence (AI) deepfake Wajah Presiden Prabowo Subianto bergerak secara bersindikat.

Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan, saat ini pihaknya telah menetapkan satu tersangka berinisial AMA, dan melakukan pengejaran terhadap DPO berinisial FA.

Menurut Himawan, para pelaku melakukan penipuan menggunakan AI dengan cara bersindikat, untuk itu pihaknya tidak akan berhenti pada dua pelaku saja.

"(Dittipidsiber) terus mengejar dan menyelidiki jaringan atau sindikat penipuan ini termasuk aktor intelektualnya," kata Himawan di Mabes Polri Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025).

Diketahui, Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menetapkan dua tersangka, satu diantaranya merupakan buron, dalam kasus penipuan dengan menggunakan teknologi AI deepfake. 

Para pelaku mengubah video asli Presiden Prabowo dengan narasi yang mereka buat untuk melakukan penipuan, dan meraup keuntungan.

FA, kata Himawan, bertugas untuk menyiapkan video deepfake atau mengedit video asli publik figur, untuk kemudian diubah narasinya, dan digunakan sebagai alat penipuan.

 

Sedangkan AMA berperan untuk menambahkan caption dan nomor telepon di akun media sosialnya guna mengarahkan korban, Dan meraup keuntungan.

"Yang kemudian diarahkan oleh tersangka untuk mengisi pendaftaran penerima bantuan dan setelah itu korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang," katanya.

"Dengan alasan biaya administrasi, korban atau masyarakat yang telah membayar biaya administrasi dijanjikan pencairan dana oleh tersangka sehingga korban percaya untuk kembali mentransfer sejumlah uang yang sebenarnya dana bantuan tersebut tidak pernah ada," sambungnya.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kemudian Pasal 378 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000.000,- (Rp12 miliar rupiah)," pungkasnya.
 

Topik Menarik