Makna Lokasi, Hari dan Batik saat Pertemuan Ngarso Dalem Sri Sultan HB X dengan Jokowi

Makna Lokasi, Hari dan Batik saat Pertemuan Ngarso Dalem Sri Sultan HB X dengan Jokowi

Nasional | okezone | Jum'at, 17 Januari 2025 - 23:05
share

SEBENARNYA saya tidak akan comment terhadap pertemuan yang sudah terjadi dua hari lalu di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, pada Rabu 15 Januari 2025, namun karena banyaknya pertanyaan ke saya selaku Kerabat Puro Pakualaman, salah satu bagian dari "Catur Sagatra" Trah Kerajaan Mataram, maka tulisan ini dibuat agar bisa dimaknai secara komprehensif, faktual dan ilmiah.

Sedikit sebagai referensi pambuko atau proloque, dulu Kerajaan Mataram di Jawa wilayahnya luas dan pengaruhnya cukup besar di masyarakat, sehingga pihak penjajah merasa perlu untuk "memecah"-nya dengan Perjanjian Giyanti tahun 1755. Awal dari munculnya ide perjanjian (pemecahan) ini adalah pihak penjajah memanfaatkan konflik internal di dalam Kerajaan Mataram, utamanya pasca wafatnya Amangkurat IV. Konflik tersebut antara lain terjadi antara Sri Susuhunan Pakubowono III,, Pangeran Mangkubumi (saudara Susuhunan) dan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa).

Penjajah mendukung Pakubuwono sebagai penguasa Mataram, meskipun sebagian besar wilayah kerajaan berada di bawah penguasaan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said, sehingga Mangkubumi merasa tidak diperlakukan adil oleh Susuhunan dan Penjajah, sehingga memulai pemberontakan yang berlangsung selama hampir 10 tahun (1746–1755). Untuk mengakhiri konflik, dimediasi perundingan antara Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwono III. Hal ini menghasilkan Perjanjian Giyanti.

Bertempat di desa Giyanti, Karanganyar, pada Hari Kamis Kliwon tanggal 13 Fabruari 1755 disepakati perjanjian yang sangat bersejarah bagi masa depan Kerajaan Mataram, karena selanjutnya Mataram dipecah menjadi Kraton Kasunanan Surakarta di bawah Sunan Pakubuwana III, dan Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Sri Sultan Hamengku Buwana I. Dalam perkembangan, tanggal 17 Maret 1757, Kasunanan menjadi Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, sementara pada 17 Maret 1813 Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat juga menjadi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat  dan Kadipaten Pakualaman.

 

Meski sudah berjalan sendiri-sendiri selama lebih kurang 270 tahun, keempat bagian Kraton Mataram ini masih tetap eksis sampai dengan sekarang, dengan masing-masing Raja (asli) dan Adipatinya masing-masing, yakni Sri Susuhunan Paku Buwana XIII di Kraton Kasunanan Surakarta, Sri Sultan Hamengku Buwana X di Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Mangkunegara X di Pura Mangkunegaran dan Sri Paku Alam X di Pura Pakualaman. Secara khusus berdasarkan UU Keistimewaan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) No 13/2012 Sri Sultan dan Sri Paku Alam langsung ditetapkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa memerlukan Pilkada.

Oleh karena itu kemarin dalam penerimaannya, Sri Sultan HB X bukan selaku Gubernur DIY (yang mana kalau beliau selaku Kepala Daerah Istimewa tersebut menerima tamu-tamunya di Kompleks Gedung Kepatihan Malioboro Yogyakarta) tetapi Sultan selaku Raja Jawa (asli) sesungguhnya dan menerima Jokowi di Kraton Kilen, Kompleks Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Lokasi penerimaan ini meski tak banyak dibahas di media (kebanyakan menyoroti soal hari dan batik yang digunakan saja), cukup penting dan menjelaskan masing-masing statusnya, meski ada juga Netizen yang berkelakar antara (Raja Jawa) yang Asli dan Palsu, ada-ada saja.

Pemilihan Hari Pertemuan ini juga krusial, dipilihnya Hari Rabu Legi 15 Januari 2025, meski bukan merupakan hari dengan pasaran tertinggi dalam perhitungan "Neptu" Jawa, yakni Sabtu (9) + Pahing (9), jumlah 18 (delapan belas)- namun Rabu (7) + Legi (5) jumlah 12 (dua belas) merupakan angka yang cukup tinggi juga. Maknanya pemilihan Rabu Legi (12) dalam kalender Pawukon dan Primbon Jawa, pasti bukan hal yang kebetulan. Meski kalau mau menunggu Angka Neptu paling besar (Sabtu Pahing, 18) baru akan berlangsung tanggal 25 Januari 2025 atau 01 Maret 2025 yang akan datang.

 

Jadi Hari Rabu Legi (12) kemarin memiliki makna khusus yang berkaitan dengan spiritualitas, harmoni, dan kebijaksanaan: Neptu 12 mencerminkan energi yang stabil dan harmonis, sehingga dianggap sebagai hari yang baik untuk menyelesaikan urusan besar atau penting, karena energinya mendukung keberanian, kebijaksanaan, dan ketenangan. Dengan kata lain penilihan hari tsb bagus untuk memulai sesuatu yang baru atau mempererat hubungan, baik secara personal maupun formal, sebagaimana kita tahu memang ada beberapa hal yang perlu didiskusikan antara Ngarso Dalem Sri Sultan HB X selaku Raja Jawa (Asli) tersebut dan Jokowi.

Namun yang paling heboh dan banyak menjadi pertanyaan netizen dan masyarakat adalah makna Batik Naga (Antaboga) yang dipakai Jokowi dan Batik Gringsing yang dikenakan Sri Sultan. Antaboga / Sang Hyang Antaboga dalam pewayangan berwujud naga dengan mahkota yang mengenakan kalung emas dalam mitologi Jawa dan Bali. Makhluk ini dianggap sangat sakti dan bisa menjelma sebagai manusia, bahkan gempa bumi dianggap sebagai peristiwa akibat Antaboga menggerakkan ekornya. Antaboga sendiri dikisahkan menolong Pandawa Lima dan Dewi Kunti dari kebakaran yang dibuat oleh Sengkuni dan Kurawa. Kata terakhir (Kurawa) ini langsung mengingatkan kita pada Stafsus MenkomDigi kontroversial, seorang BuzzerRp bernama Rudi Valinka yang barusan diangkat Meutya dan langsung disemprot oleh KSP LetJend AM Putranto.

Sedangkan Batik Gringsing berasal dari  kata bahasa Jawa "Gringsing" yang berarti "gring" (sakit) dan "sing" (tidak), dimana secara harfiah berarti "tidak sakit" atau "terbebas dari penyakit". Batik Gringsing dipercaya telah ada sejak zaman Mataram Kuno dan memiliki hubungan erat dengan simbolisme spiritual dalam kebudayaan Jawa. Motif ini sering diasosiasikan dengan perlindungan dari energi negatif dan membawa kedamaian, keseimbangan serta kesehatan. Dalam konteks budaya Jawa, Batik ini sering digunakan dalam ritual atau acara penting karena diyakini memiliki nilai spiritual yang membawa keberuntungan dan harmoni. Kesimpulannya jelas, Makna keseluruhan antara Batik Gringsing yang dikenakan Ngarso Dalem Sri Sultan HB X selaku Raja Jawa (Asli) saat menerima Jokowi pada hari Rabu Legi 15 Januari 2025 kemarin di Kraton Kilen, bukan Kepatihan.

Penulis: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Kerabat Pakualaman Ngayogyakarta Hadiningrat, Pemerhati Multimedia, Telematika, AI & OCB Independen

Topik Menarik