Profil Igor Kirillov, Jenderal Senjata Kimia Rusia yang Tewas Dibunuh Bom Ukraina
JAKARTA - Letnan Jenderal Igor Kirillov, kepala Pasukan Perlindungan Radiasi, Kimia, dan Biologi Rusia, tewas dalam sebuah ledakan di Moskow pada Selasa (17/12/2024) pagi. Menurut badan intelijen Ukraina, SBU, Kirillov mendapat tuduhan dari negara-negara Barat bahwa ia bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia di medan perang Ukraina. Namun, di Rusia, ia dipandang sebagai patriot yang membela kebenaran dan mengungkap kejahatan negara-negara Barat.
Dilaporkan BBC, Kirillov dan asistennya tewas akibat ledakan bom yang disembunyikan dalam sebuah skuter listrik di luar gedung apartemennya di Ryazansky Prospekt, Moskow bagian tenggara. Komite Investigasi Rusia mengonfirmasi insiden ini, sementara sumber SBU membenarkan keterlibatan badan intelijen Ukraina. "Likuidasi kepala pasukan radiasi dan perlindungan kimia Federasi Rusia adalah pekerjaan SBU," ujar sumber tersebut.
Badan intelijen Rusia, FSB, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu (18/12/2024) bahwa tersangka yang tidak disebutkan namanya telah memberi tahu mereka bahwa dia telah datang ke Moskow untuk melaksanakan tugas dari badan intelijen Ukraina.
Melansir Reuters, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan bahwa Moskow akan membawa kasus pembunuhan ini ke Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis, (20/12/2024).
"Kami melihat rezim Kyiv kembali bertanggung jawab atas serangan teroris terbaru. Semua kegagalan SBU dan rezim Kyiv yang gila hanyalah alat yang dikendalikan oleh Anglo-Saxon," katanya, menggunakan istilah yang biasa dipakai Rusia untuk merujuk pada Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
"Mereka adalah pihak yang paling diuntungkan dari terorisme Kyiv,” tambahnya.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Washington tidak memiliki keterlibatan ataupun pengetahuan sebelumnya tentang pembunuhan tersebut. Sementara itu, juru bicara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan bahwa Kirillov telah mendukung invasi ilegal yang menyebabkan penderitaan dan kematian bagi rakyat Ukraina.
Kirillov, 54 tahun, adalah pejabat militer Rusia paling senior yang dibunuh oleh Ukraina di wilayah Rusia sejak invasi skala penuh yang dimulai hampir tiga tahun lalu. Kirillov meninggalkan seorang istri dan dua anak laki-laki.
Igor Kirillov lahir pada 13 Juli 1970 di Kostroma, Republik Soviet Rusia. Ia bergabung dengan Angkatan Bersenjata Uni Soviet pada tahun 1987 dan lulus dengan pujian dari Sekolah Komando Militer Kimia Kostroma pada tahun 1991.
Dari 1991 hingga 1994, ia menjabat sebagai komandan peleton di Grup Pasukan Barat. Setelah grup tersebut meninggalkan Jerman, Kirillov bertugas di Distrik Militer Moskow. Mulai tahun 1995, ia memegang berbagai jabatan, dari komandan perusahaan hingga komandan brigade di brigade perlindungan radiasi, kimia, dan biologis yang terpisah.
Antara 2005 hingga 2007, ia melanjutkan studi di Akademi Militer Perlindungan NBC (Nuklir, Biologis, dan Kimia). Sejak 2009, ia bekerja di berbagai posisi di Kantor Kepala Pasukan Perlindungan NBC Angkatan Bersenjata Rusia. Pada September 2014, Kirillov diangkat menjadi kepala Akademi Militer Perlindungan NBC Timoshenko.
Menyadur DW, karier publik Letnan Jenderal Igor Kirillov dimulai pada 2017 ketika ia diangkat sebagai komandan pasukan pertahanan nuklir, biologi, dan kimia Rusia. Pada tahun yang sama, Kirillov menjadi juru bicara pemerintah Rusia terkait serangan kimia yang menewaskan puluhan orang di kota Douma, Suriah, pada April 2017.
Pada saat itu, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis menuduh rezim Presiden Bashar Assad yang berkuasa sebagai pelaku serangan tersebut dan menyerang beberapa target pemerintah Suriah sebagai balasan. Dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Rusia dan Suriah di Den Haag, Kirillov mengklaim bahwa serangan kimia tersebut telah direkayasa.
Setelah Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari 2022, briefing yang serupa dengan yang diadakan di Den Haag menjadi lebih sering dengan Kirillov sebagai pembicara utama. Dalam pidatonya, ia menuduh AS membangun laboratorium di Ukraina untuk mengembangkan senjata biologis yang ditujukan untuk melawan Rusia, termasuk dengan menggunakan nyamuk terinfeksi malaria.
Menurut Kirillov, rencana AS adalah menggunakan drone untuk mengirimkan nyamuk yang terinfeksi virus demam kuning ke daerah-daerah tempat tentara Rusia ditempatkan. Namun, ia tidak memberikan bukti untuk tuduhan tersebut.
Selain itu, Kirillov berulang kali menuduh Ukraina menggunakan senjata kimia. Pada Oktober 2024, ia mengklaim bahwa militer Ukraina menggunakan senjata kimia buatan Barat di kota Sudzha, yang terletak di wilayah Kursk, Rusia. Sejak 2022, Kirillov juga secara berulang kali menuduh Ukraina sedang mengembangkan "bom kotor," sebuah senjata konvensional yang dapat menyebarkan bahan nuklir, meski tanpa bukti yang mendukung klaim tersebut.