Oknum Polisi Tembak Pelajar, DPR: Jangan Seenaknya Pakai Senpi!
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka mengecam tindakan oknum polisi yang menembak pelajar SMK di Semarang hingga tewas. Menurutnya, kepolisian harus melakukan investigasi dan evaluasi penggunaan senjata api (senpi) terhadap anggotanya.
"Saya sangat mengecam insiden tersebut. Kasus penembakan seperti ini sudah bukan sekali dua kali saja, sehingga harus dilakukan evaluasi dalam penggunaan senpi. Anggota jangan seenaknya pakai senpi dan membuat masyarakat menjadi korban," kata Martin dalam keterangan tertulis, Senin (2/12/2024).
Martin mengatakan, tugas Polri seharusnya mengayomi masyarakat, namun yang terjadi saat ini justru oknum polisi kerap kali melukai rakyat. “Sikap arogansi aparat kepada masyarakat harus dihentikan. Jangan menggunakan dalih kewenangan lalu semena-mena kepada rakyat, termasuk dalam penggunaan senpi,” tegasnya.
"Harus ada evaluasi aturan mengenai penggunaan senpi. Termasuk tes psikologi berkala kepada anggota yang berwenang memegang senjata api. Jangan sampai ada rakyat yang terluka lagi hanya karena sikap arogansi oknum polisi," imbuh Martin.
Martin menyoroti klaim Polisi yang menyebutkan bahwa pelaku berpangkat Aipda dengan inisial RZ terpaksa melepaskan 2 peluru untuk melerai tawuran. Pelaku juga mengaku diserang oleh massa tawuran sehingga meletuskan senpinya.
“Kalau maksudnya untuk melerai, kenapa senpi tidak diarahkan ke atas sehingga tidak mengenai orang. Ini kan masih anak-anak. Misalpun benar terjadi adanya tawuran, mereka pasti akan mundur hanya dengan tembakan peringatan,” ujar Martin.
“Tapi kalau sampai mengenai korban, artinya senpi memang diarahkan ke depan. Patut dicurigai adanya mens rea atau niat jahat dari pelaku yang sengaja menodongkan senjata ke korban,” lanjutnya.
Martin mengingatkan, dalam Pasal 8 Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian menyebutkan polisi hanya boleh menggunakan senjata api jika keselamatannya terancam, tidak memiliki alternatif tindakan lain, atau untuk mencegah larinya pelaku kejahatan yang merupakan ancaman terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
"Tapi pada kenyataannya senjata kerap digunakan untuk menunjukkan kekuasaan dan arogansinya. Jika begitu terus, rakyat jadi merasa terancam dan tidak nyaman padahal aparat harusnya melindungi masyarakat," sebut Martin.
Diketahui, insiden ini bermula ketika anggota Polrestabes Semarang menembak Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa SMKN 4 Semarang, yang baru saja memenangkan Lomba Paskibra Akpol Semarang bersama kedua temannya.
Korban ditembak di pinggul dan akhirnya meninggal dunia, sementata dua temannya mengakami luka-luka. Gamma sempat dibawa ke Rumah Sakit Kariadi untuk perawatan, namun nyawanya tidak tertolong.
Pihak Polres Semarang mengklaim bahwa tindakan penembakan dilakukan karena korban terlibat dalam tawuran antarkelompok gengster di wilayah Semarang Barat. Namun klaim tersebut disangkal oleh sekolah dan guru kesiswaan SMKN 4 Semarang yang menyatakan bahwa korban tidak memiliki catatan kenakalan remaja dan tidak pernah terlibat dalam tawuran.
Selain itu, beberapa sumber lain mengatakan bahwa ketika kejadian penembakan, tidak terjadi adanya tawuran seperti yang diklaim pihak kepolisian. Sumber lain juga menyatakan sebelum kejadian, motor korban menyenggol mobil oknum polisi yang melakukan penembakan di sekitaran Klenteng Sam Po Kong, Semarang.
Saat itu, korban tengah berada di atas sepeda motor dan berboncengan bersama temannya. Kemudian, cekcok terjadi antara korban dengan pelaku karena mobilnya disenggol dengan motor hingga akhirnya terjadi penembakan kepada para siswa tersebut.