Sidang Korupsi Timah, Hakim Cecar Auditor BPKP Soal Penghitungan Kerugian Negara
JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Sidang masih beragendakan pemeriksaan saksi dan ahli pada Rabu, 13 November 2024. Ahli yang dihadirkan pada sidang lanjutan kali ini yaitu Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh sempat mencecar Suaedi terkait penghitungan biaya-biaya penambangan dan pengelolaan timah yang dianggap telah merugikan keuangan negara. Sebab, dalam persidangan ahli hanya membaca Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Yang ahli bacakan ini sudah jadi fakta di persidangan. Maksud pertanyaan saya adalah perhitungan biaya. Karena ahli seorang auditor tentu kita bicara hitung-hitungan," tanya Hakim Rianto kepada Suaedi dikutip Kamis (14/11/2024).
Diundang ke Kertanegara, Maruarar Sirait Jadi Menteri Perumahan: Doakan Agar Sehat Bisa Bekerja
"Apakah memang benar angka 3700 – 2500 USD/ metric ton itu kemahalan? Variable apa saja yang digunakan sehingga disimpulkan kemahalan? Tidak perlu membacakan BAP," sambungnya.
Suaedi mengatakan bahwa terkait perhitungan biaya tersebut telah dijelaskan dalam hasil audit halaman 33.
Sementara itu, Junaedi Saibih selaku Penasehat Hukum terdakwa mantan Dirut PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi protes karena pihaknya tidak pernah diberi kesempatan untuk mendapatkan salinan hasil audit untuk dianalisa dijadikan bahan pembelaan.
"Ada ketakutan apa JPU untuk membuka hasil audit?” protes Junaedi.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan bahwa hasil audit memang tidak diserahkan secara langsung, melainkan akan ditampilkan utuh di persidangan.
"Mohon ijin Yang Mulia. Ini kan salah satu alat bukti, jadi tidak kami perbanyak dan tidak kami serahkan, tapi akan kami perlihatkan di persidangan ini," kata Jaksa.
Hakim Rianto Adam Pontoh menegaskan bahwa hasil audit diperlihatkan dipersidangan dalam bentuk slide. Hakim mengingatkan bahwa persidangan ini terbuka untuk umum, apalagi para pihak di persidangan.
Prajurit TNI Adang 3 Tank Israel Masuki Lebanon, Berkekuatan 23 Pasukan dan 1 Kendaraan Tempur Anoa
Persoalan validitas perhitungan oleh ahli ini menjadi fokus pertanyaan majelis hakim. Salah satunya adalah fakta pencampur antara komponen harga pokok Penjualan (HPP) di Muntok (wilayah Bangka Belitung) dengan di Kundur (wilayah Kepri).
Hakim mempertanyakan adanya pencampuradukan dua komponen ini, padahal yang dibahas hanya Bangka Belitung. Demikian pula dengan komponen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebagai komponen penting untuk melihat kesesuaian antara rencana perolehan bijih timah dan biaya dengan realisasinya.
"Apakah RKAB telah benar-benar dilakukan analisis dan verivikasi?" tanya Hakim.
"Tidak yang mulia," jawab Suaedi.
Sementara di awal persidangan, hakim juga meminta agar saksi menjelaskan perbandingan efisiensi biaya jika PT Timah menambang dan melakukan proses peleburan atau pelogaman sendiri dibandingkan dengan membeli bijih timah dari masyarakat dan kolektor serta kerja sama dengan smelter.
"Dari keterangan saksi dan ahli ini adalah penambangan illegal Yang Mulia. Sumber daya alam diperlukan ijin. Maka kami berkesimpulan bahwa perolehan bijih timah tanpa ijin itu illegal dan itulah kerugian negara Yang Mulia," jelas Suaedi.